Stalker : 17

3K 435 39
                                    


Candra tersenyum melihat lucunya Windy yang sedang sibuk masak di dapur rumahnya bersama Bunda dan Yura. Ketiganya sangat sibuk dengan dunia para wanita sendiri sampai-sampai Candra diabaikan. Windy memang memiliki keterampilan memasak yang cukup baik. Sehingga Windy tidak terlalu kebingungan saat Bunda memberikan arahan ini dan itu.

Ah, tapi Candra tidak tenang duduk manis di atas sofa dan hanya memainkan playstaion-nya saja. Ia ingin mengajak gadisnya ke dalam kamar untuk melakukan kegiatan lain. Terberkatilah Bundanya dan Yura yang mengajak Wind memasak hingga menggagalkan rencananya.

Candra memberengut sebal dengan wajah ditekuk. Ia bosan sekali ditinggal sendiri seperti ini. Kapan mereka selesai? Ia membutuhkan Windy sekarang. Rasanya Windy selalu membuatnya kecanduan setiap detik. Efek bucin memang berbahaya. Terkutuklah mulutnya yang pernah berkata ia tidak akan menyukai Windy. Karena sekarang, Windy merupakan gadis yang membuat fantasinya semakin liar saja.

Candra tidak tahan. Ia pun berdiri dan menghampiri gadisnya, kemudian memeluk tubuh Windy dari belakang.

"Bun ... Udah belum? Candra butuh Windy nih..."

"Kamu ganggu aja sih! Jangan peluk-peluk dulu, Ndra!" Bunda memukul lengan Candra dengan serbet di tangannya.

"Candra kangen nih sama Windy. Yang masak kak Yura sama bunda aja deh." Candra mendengus sambil mengeratkan pelukan pada Windy.

Bunda menghela napasnya kemudian menjewer telinga Candra hingga pemuda itu kesakitan dan melepaskan pelukannya dari Windy sesegera mungkin. Yura menahan tawanya melihat itu, berbeda dengan Windy yang nampak tidak tega dan merasa kasihan.

"Bu-bunda... Kak Candra jangan dijewer. Kasihan." Windy menahan tangan Bunda untuk menyudahi jeweren pada kuping Candra yang bisa melebar lagi nantinya.

"Biarin, Windy. Candra emang kelakuannya badung dari dulu. Heran bunda tuh." Bunda menggeleng meratapi sifat Candra yang tidak pernah berubah.

"Aduh... Bunda sakit! Kuping Candra udah panas ini, bun!"

"Iya tapi kasihan, bunda. Nanti telinga kak Candra makin lebar." Windy masih membela hingga Bunda pun ikut mengalah dan melepaskan jewerannya dari putranya itu.

Candra mengusap telinganya yang panas akibat jeweren bundanya yang memiliki kepedesan tingkat dewa. Telinganya sampai memerah hingga ke pipi. Candra benar-benar semakin dongkol jadinya.

"Tahu ah sebel." Candra merajuk kemudian naik ke kamarnya meninggalkan para wanita itu. Windy memegang sebenernya dengan khawatir sedang Bunda hanya menggeleng malas melihat kelakuan Candra yang begitu lagi. Selalu saja merajuk seperti ia masih berumur belasan tahun. Padahal Candra harusnya bisa semakin dewasa.

Windy menaruh serbetnya dan melepaskan celemek yang ia kenakan. Windy menatap Bunda yang tiba-tiba pusing hingga harus duduk di kursi untuk menenangkan dirinya. Windy berjongkok di depan Bunda sambil mengusap lengan Bunda dengan sayang.

"Maafin kak Candra, ya. Windy nanti ngomong sama kak Candra, bun." Windy tersenyum membuat bunda mengangguk dan mengusap rambut Windy sayang.

"Makasih ya. Padahal Bunda pikir gak ada yang mau sama Candra karena anaknya badung gitu. Tapi Windy ternyata bisa nerima Candra. Makasih, sayang." Bunda memeluk Windy dengan sayang, seakan Windy adalah putrinya sendiri.

🤗🤗🤗

Windy membuka kamar Candra, kemudian menatap pria yang sedang memainkan psp nya di atas sofa santainya dengan melepaskan kaosnya. Candra nampak acuh saat tahu jika Windy masuk ke dalam. Tidak ada tatapan mata yang ia tujukan pada gadis itu, meski Windy sudah duduk di sampingnya seperti ini.

STALKER | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang