Stalker : 28

2.5K 327 45
                                    


Cia tersenyum memandang beberapa foto Sanja yang ia potret diam-diam tanpa sepengetahuan sang pemilik wajah. Wajah gadis yang selalu berlindung dengan sikap angkuh, dan pemberaninya kini nampak seperti malu-malu dengan rona merah di wajahnya. Beberapa hari lagi ia akan menjalani operasi. Cia terkena kanker otak. Atas diagnosis dokter, kankernya sudah menyebar pada syarafnya. Kemoterapi yang ia jalani selama ini nyatanya tidak bisa menghambat perkembangan kankernya. Lita adalah seorang single mom, hanya Cia yang ia miliki, sebab itu ia tidak mau putri satu-satunya pergi. Cia harus bertahan bersamanya.

Awalnya Cia tidak mau melakukan operasi. Ia bilang pada Lita, ia tidak mau botak. Ia malu dan tidak percaya diri. Namun Lita selalu menemaninya, bahkan Lita bilang, ia bersedia digunduli juga jika putrinya malu.

Melihat Lita yang bersikeras ingin ia sembuh, Cia pasrah. Ia mengikuti keinginan mamanya untuk kemo dan kini akan menjalani operasi.

Cia menghela napasnya dan membenamkan dagunya pada lutut. "Kangen." Lirihnya dengan pemandangan foto Sanja pada layar ponselnya.

Cia kembali tersenyum dan kemudian tertawa melihat betapa bodohnya ia menyukai pria ini. Pria yang bertabrakan dengannya. Pria yang ia selalu bantah. Dan kadang, ia nampak tak menghormati Sanja sebagai senior dan ketua Mapala.

"Kangen kamu. Tapi malu juga sih kalau ketemu kamu pas botak gini, hehe," ujarnya sambil membenahi kupluknya.

Bertepatan dengan itu, pintu kamarnya terbuka. Memperlihatkan Lita di sana yang tersenyum sambil meletakkan plastik buah di atas nakas. Cia  tersenyum kemudian mengusap pipi Cia.

"Cia..."

"Hm?"

"Ada yang mau ketemu."

Cia mengerutkan keningnya. "Siapa?" Seingatnya, tidak ada keluarga yang tahu. Teman pun tidak. Jadi siapa yang mau bertemu dengannya.

Cia menatap ke arah pintu yang kembali dimasuki oleh seseorang. Matanya langsung terkejut mendapati Doni di sana. Doni yang muncul tiba-tiba pun hanya tersenyum lebar hampir menyengir.

"Loh? Kak Doni ngapain di sini?"

Doni mendekat sambil duduk di tepian ranjang Cia. "Gue mau balikin kamera, lo. Pas gue ke rumah, eh ketemu nyokap, lo. Terus diceritain deh semuanya."

Cia langsung menatap mamanya horor. Lita pun hanya tertawa mendapat ekspresi marah dari putrinya yang jujur saja tidak terlihat menakutkan.

"Jadi ini alasannya lo keluar dari mapala?"

Cia menatap Doni. "Duh, Cia malu, kak. Cia gak punya rambut." Ucapnya sedih sekaligus menahan malunya.

Doni tertawa. "Apaan sih, masih cantik juga."

Cia makin bertambah malu. Seniornya yang satu ini bisa saja membuatnya makin makan puji. "Kak Doni jangan ngomong siapa-siapa, ya. Awas!"

Doni mengangguk. "Sanja juga gak boleh tahu?"

Cia mengangguk mantap. "Cia gak mau ketemu kal Sanja dengan kondisi lemah kayak gini. Gak keren banget tau, gak?"

Doni mendesah. "Cia, ada kalanya manusia itu harus terlihat lemah. Gak selamanya manusia bisa selalu kuat kayak superhero. Superhero aja bisa kelihatan lemah, kok. Apalagi kita yang manusia biasa gini."

Cia menghela napasnya dan memeluk bantalnya. "Tapi Cia gak mau."

"Lo gak kangen sama Sanja?"

Cia menatap Doni. "Kangen. Banget... pengen tahu kak Sanja ngapain sekarang. Tapi, Cia tau diri kok. Hati kak Sanja selamanya cuma buat Windy. Cia gak lebih dari seorang junior dia di mapala."

STALKER | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang