~09~

41.6K 2.9K 55
                                    

Kedua kaki Erin melangkah perlahan masuk kedalam apotek. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk memberanikan diri bertanya kepada salah satu apoteker disana.

"Ada testpack?," tanya Erin.

Apoteker tersebut menatap Erin bingung, ia memperhatikan Erin yang masih memakai seragam SMA.

"Ada gak?," tanya Erin lagi.

"Testpack?"

Erin mengangguk, "Iya"

Apoteker tersebut kembali menatap tampilan Erin lalu menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, "sebentar ya," ucapnya.

Erin tau apa yang dipikirkan Apoteker tersebut, dan ia tidak marah, buat apa marah? Memang benar apa yang Apoteker tersebut pikirkan.

"Ini."

Erin langsung menyodorkan uangnya, "Cukup kan? Kalau ada kembaliannya ambil aja, terima kasih." Erin bergegas pergi keluar dari Apotek tersebut.

Sesampainya di kamar, Erin menatap benda bernama testpack itu. Ia tak berani untuk mengecek menggunakan alat tersebut, ia takut hal yang tidak diinginkannya itu terjadi.

Beberapa menit ia berpikir, akhirnya Erin pun memberanikan diri dan ia pun masuk kedalam kamar mandi.

>~<

Erin terduduk lemah diatas kasurnya, ia menatap benda ditangannya itu, testpack yang menunjukkan dua garis yang berarti positif. Ya, Erin hamil.

Ia menarik napas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar, ia menaruh testpack tersebut diatas meja. Lalu ia berdiri di depan cermin, menatap dirinya yang begitu miris, ia benar-benar hancur sekarang.

Erin benar-benar bingung harus berbuat apa sekarang, apakah ia harus memberi tau Darrel? Sepertinya Darrel tak akan mau tanggung jawab, dan pastinya ia tidak akan mau mengaku, karena saat itu Darrel dalam keadaan tidak sadar.

"Bodoh! Lo bodoh Rin! Gak bisa jaga diri! Cewek gak guna!," racaunya.

Ia mengacak rambutnya dengan kedua tangannya, "Arghh! Kenapa harus gue sih!." Air mata Erin mulai menetes sedikit demi sedikit.

"Bunda...Ayah...Erin kangen kalian, maafin Erin Bun, Yah, Erin gagal jadi anak kalian, Erin udah rusak, maafin Erin." Erin terus menangis.

Sampai-sampai ia tak sadar handphonenya berdering berkali-kali. Beberapa saat kemudian, Erin mengambil handphone nya. Dan melihat notifikasi di layar handphonenya tersebut.

Delisa
(Missed call 5)

Erin kembali menaruh handphonenya. Ia memejamkan kedua matanya, ia benar-benar bingung harus berbuat apa sekarang, dan ia juga bingung harus memberi tau hal ini kepada siapa.

Handphone Erin kembali berdering.

"Hallo," ucap Erin begitu sambungan telepon terhubung.

"Erin lo kemana aja? Gue nelponin lo dari tadi!"

"Sorry ya Del, gue habis dari kamar mandi."

"Oh gue kira lo kenapa-kenapa! Lo lagi dimana ini? Di kost? Gak kerja?"

"Masih gak enak badan, gue libur aja dulu."

"Nah baru aja mau gue saranin begitu, iya istirahat aja dulu Rin sono,"

"Makasih Del, lo perhatian banget"

"Gue udah anggep lo saudara gue sendiri, gue gak mau lo sakit,"

"Iya Del."

"Ya sudah gue mau jalan-jalan dulu sama my Bebeb Arga,"

"Hahaha okay, have fun yah"

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang