~25~

44.4K 2.7K 69
                                    

Sementara itu, dilain sisi diwaktu yang sama, Erin sedang duduk di sofa ruang tengah sembari menonton acara televisi. Tiba-tiba pintu Apartement terketuk, Erin pun berjalan perlahan mendekat kearah pintu, membuka pintu tersebut.

"Lo nyari Darrel? Darrel gak ada, dia bilang dia ke tongkrongan," ucap Erin dengan nada datar saat ia menyadari siapa yang bertamu malam-malam begini.

Yang bertamu adalah Vanilla, Vanilla menatap sinis Erin, "Lo kok makin kesini makin belagu!," sentak Vanilla.

Erin menatap Vanilla bingung, tak mengerti dengan ucapan gadis itu, "Gue? Belagu? Yang ada lo tuh yang belagu!," sahut Erin tanpa rasa takut.

Vanilla melirik sekilas kearah perut Erin yang tampak membesar itu, "Lo sadar diri deh ya, Darrel nikahin lo itu cuman karena mau tanggung jawab! Dia gak suka apalagi cinta sama lo!," bentak Vanilla sambil menunjuk Erin.

"Gak usah nunjuk gue bisa gak sih! Ya terus kenapa kalau Darrel gak suka ataupun cinta sama gue? Lo mau rebut dia? Ambil, itupun kalau lo bisa." Erin terkekeh pelan setelahnya.

"Asal lo tau, gara-gara lo, Darrel nolak gue!," ucap Vanilla dengan penekanan disetiap katanya.

Erin tertawa pelan, "Gak ada hubungannya sama gue! Memang Darrelnya aja yang gak suka lagi sama lo! Siapa suruh dulu nolak dia hah? Nyesal kan lo!."

"Ya kan gue cuman mau liat seberapa jauh perjuangannya."

"Halah ngeles mulu lo kadal!," sahut Erin cepat.

"Gue gak mau tau lo harus pergi dari kehidupan Darrel, karena kalau ada lo gue gak bisa dekat sama Darrel!."

Erin menaikkan sebelah alisnya, "Apa tadi lo bilang? Pergi dari kehidupan Darrel? Apa hak lo nyuruh gue pergi hah?!," bentak Erin.

"Gue berhak karena lo yang rebut Darrel dari gue!." Vanilla ikutan membentak.

"Gue gak ngerebut! Lo sendiri yang nolak Darrel kalau lo lupa, apa lo pikun? Amnesia?," ucap Erin yang membuat Vanilla semakin panas.

"Kalau lo gak hamil, Darrel gak bakal nikahin lo!."

"Memang," sahut Erin santai. Vanilla memang benar, mana mungkin ia menikah dengan Darrel kalau ia tidak hamil.

"Jadi mending lo pergi dari kehidupan Darrel, atau gugurin kandungan lo biar Darrel yang pergi dari kehidupan lo!," tegas Vanilla.

"Punya mulut itu dijaga! Gila kalau gue gugurin kandungan gue!." Erin mulai terpancing emosi.

"Tinggalin Darrel! Kebahagiaan Darrel itu gue, bukan lo!." Vanilla tidak menyerah begitu saja.

"Gue gak peduli!."

Vanilla menatap sinis Erin, ia tersenyum miring, lalu mencekal kuat lengan Erin membuat Erin meringis kesakitan.

"Lo apa-apaan! Lepasin gak!."

"Gak bakal! Gue mau lo pergi dari sini malam ini juga!." Vanilla mulai menarik Erin.

Namun Erin terus memberontak, "Lepasin gue! Gue gak mau pergi!."

Vanilla menatap Erin kesal, "Kenapa?!"

"Gue cinta sama Darrel! Gue sayang sama dia! Gak mungkin gue pergi dari kehidupan dia!," ucap Erin tanpa sadar.

Vanilla terkekeh pelan, tangannya masih mencekal lengan Erin, "Bodo amat! Lo harus pergi!."

"Non— loh Non Erin kenapa ditarik gini." Bi Inem yang baru saja muncul itu pun langsung membantu Erin.

"Lo juga jadi pembantu belagu banget! Gue mau bawa Erin pergi dari sini!." Vanilla tidak melepaskan Erin.

"Van lo gak waras! Cepet lepasin gue, sakit!." Erin terus mencoba melepaskan cekalan tangan Vanilla di lengannya.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang