"Ibu tanya sekali lagi, siapa yang ngelakuin itu ke kamu Erin? Siapa yang yang ngehamilin kamu?!," tanya Bu Jeje dengan lantang.
Erin menunduk, tak menjawab pertanyaan guru tersebut. Mana mungkin ia mengatakan bahwa Darrel pelakunya, ia tak ingin lelaki itu terlibat dalam masalah ini, biarkan saja ia yang dikeluarkan dari Sekolah ini. Lagipula, Darrel juga tak mau mengakui anaknya.
"ERIN JAWAB IBU!"
"Saya yang melakukannya." Suara itu membuat Bu Jeje, Erin, dan Rika menatap kearah pintu. Dan ternyata orang itu adalah Darrel Alfino Sanders.
Tentu saja Erin kaget, secepat itukah Darrel berubah pikiran. Bu Jeje pun sangat terkejut dengan kehadiran Darrel, begitu juga dengan Rika yang tak kalah terkejutnya, belum lagi Darrel adalah lelaki yang disukai Rika.
Darrel masuk kedalam ruang BK, lalu ia berdiri dihadapan Bu Jeje, ia terlihat sangat tenang.
Sedangkan diluar BK, sudah banyak murid yang menyaksikan, menurut mereka itu adalah tontonan yang sangat seru.
Bu Jeje yang tadinya duduk pun langsung berdiri saat Darrel berdiri dihadapannya, "Kenapa kamu melakukan itu kepada Erin?!"
"Karna saya gak sadar," sahutnya tenang.
Tampak Bu Jeje menghela nafasnya, malas berdebat dengan Darrel, karena itu tidak akan ada habisnya.
"Duduk kamu." Bu Jeje menyuruh Darrel duduk. Tanpa membantah Darrel pun duduk di kursi sebelah Erin.
"Erin."
Erin memberanikan diri menatap Bu Jeje.
"Kamu tau kan peraturan disini? Siswi yang masih bagian dari siswi SMA Tunas Bangsa tidak diperkenankan untuk hamil. Dan kamu tau kan konsekuensinya kalau siswi itu hamil?"
Erin mengangguk lemah, "tau Bu," ucapnya lemah.
"Hari ini hari terakhir kamu Sekolah disini," putus Bu Jeje.
Erin tak bisa mengelak, karena ia memang salah, dan orang yang salah memang pantas dihukum, ini adalah hukumannya.
"Dan kamu Darrel, pihak Sekolah akan memberikan toleransi kepadamu untuk tetap bertahan di Sekolah ini."
"Sudah seharusnya begitu," sahut Darrel tanpa beban.
Bu Jeje menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Darrel, ia kembali menatap kearah Erin, "Sayang sekali kamu harus keluar dari Sekolah ini, padahal minggu depan ada lomba olimpiade sains, dan Ibu maunya kamu yang mewakilkan Sekolah ini," jelas Bu Jeje yang sebenarnya tak ingin Erin berhenti Sekolah.
Erin tersenyum tipis kearah Bu Jeje, "Masih banyak kok Bu murid yang pintar lebih dari saya," sahut Erin.
"Ya sudah untuk Rika kamu tidak ada masalah kan?."
Rika menggeleng pelan, "Enggak Bu," sahut Rika dengan senyuman di bibirnya, ia sangat bahagia Erin dikeluarkan dari Sekolah ini, entah mengapa gadis itu sangat membenci Erin.
"Oh iya untuk Darrel, kamu akan menikahi Erin?"
"Masih dipikirkan"
"Apalagi yang kamu pikirkan? Kamu mau kabur dari masalah ini? Kamu harus bertanggung jawab," omel Bu Jeje.
"Yayaya saya akan tanggung jawab, nanti, gak sekarang," sahut Darrel.
"Ya sudah, kalian bisa kembali ke kelas kalian masing-masing," perinta Bu Jeje.
Erin, Rika, dan Darrel pun beranjak pergi keluar dari ruang BK. Diluar ruang BK sudah banyak murid yang bergerombolan bergosip. Erin hanya menunduk, berjalan cepat menelusuri koridor, ia langsung menuju ke kelasnya.
Begitu sampai di kelaa, Erin langsung duduk di kursinya, semua murid yang berada didalam kelas sontak menatap kearah Erin.
"Gimana?," tanya Delisa sembari menatap Erin yang menunduk.
Erin mengangkat kepalanya perlahan, ia menatap sahabatnya itu lalu tersenyum kecil, "Hari terakhir Sekolah disini," ucapnya jelas.
Delisa tampak sedikit terkejut dengan ucapan Erin, "Jadi? Lo dikeluarin?"
"Iya."
Delisa langsung memeluk Erin, Erin pun tak tahan lagi menahan tangisnya, ia menangis didalam pelukan Delisa. Murid-murid yang berada didalam kelas hanya memandangi saja, tak ingin ikut campur.
"Sabar ya Rin, gue tau apa yang lo rasain walaupun gue gak pernah rasain."
Erin melepaskan pelukannya, ia mengusap sisa air mata yang ada di pipinya.
"Gue bakal terus support lo dalam keadaan apapun. Sayang banget Rin, beberapa bulan lagi kita USBN dan lo gak bisa ikut, otomatis lo gak dapat ijazah SMA, padahal lo pinter banget."
Erin terkekeh pelan mendengan tuturan Delisa, "Ini sudah takdir, mungkin ini jalan terbaik," ucap Erin bijak.
"Iya, lo bener. Walaupun lo udah berhenti Sekolah, gue bakal main kok ke kost lo, kita gibah hehe, lo juga main aja kerumah gue gak papa, anggap aja rumah sendiri." Delisa tersenyum diakhir katanya.
"Makasih Del, makasih karena lo mau dukung gue, awalnya gue kira lo bakal ngejauh dari gue, gue kira lo bakal berpikiran negatif tentang gue. Tapi gue salah, lo malah terus-terusan dukung gue, nyemangatin gue. Lo bener-bener sahabat terbaik gue Del, bahkan gue udah nganggap lo kayak saudara gue sendiri," tutur Erin.
Delisa tersenyum hangat kearah Erin, "Gue bakal terus dukung lo, terus nyemangatin lo, makanya lo gak boleh patah semangat."
"Siap!"
"Gimana Rin? Gue denger katanya Darrel mau tanggung jawab?," tanya Delisa.
Erin mengangguk singkat.
"Gila tuh cowok! Cepet banget berubah pikirannya, dapat hidayah darimana coba," heran Delisa.
Erin terkekeh, "Biarin aja, malah bagus, jadinya dia mau tanggung jawab kan."
"Iya bener! Gue bakal bunuh tuh cowok kalau sampai gak mau tanggung jawab. Mau enaknya doang gak mau susahnya," kesal Delisa, ia benar-benar sangat kesal dengan Darrel sekarang.
"Sudah Del, jangan marah-marah terus, gue apa lo sih yang hamil, kok lo yang marah-marah mulu," gurau Erin.
Darrel masuk kedalam kelas dengan santainya, seluruh pasang mata yang ada didalam kelas langsung tertuju kepadanya, namun ia tampak acuh saja. Ia menghampiri El dan Tama.
"Gimana urusan lo," ucap Tama begitu melihat Darrel.
"Kelar," sahut Darrel singkat.
"Kapan lo nikahin Erin?," tanya Tama.
"Nanti, gue aja belum kasih tau persoalan ini ke orang tua gue. Sabar dulu, gue pasti tanggung jawab kali, santuy," jelasnya.
"Bagus."
"Padahal sih Rel kalau lo gak mau tanggung jawab, niatnya gue yang bakal tanggung jawab," ceplos El.
Darrel menatap El tak percaya, "Serius lo? Tau gitu lo aja tadi yang ke BK, gak usah gue," sahut Darrel.
"Tapi kan lo emang harus tanggung jawab," jawab El.
"Gue musuhin lo Rel kalau sampai jadi pengecut," ucap Tama.
"Tapi kan, ogah banget gue sama tuh cewek, mending Vanilla lah kemana mana,"
"Halah! Ogah-ogah gitu lo hamilin juga!," sahut Tama membuat Darrel memutar kedua bola matanya malas.
"Kan gak sadar bego, kalau sadar juga kagak mau gue!"
"Vanilla mana sih Rel? Anak kelas XII IPS 5?"
"Yoi, yang cakep banget itu, lagi masa PDKT nih gue sama dia," sahut Darrel sembari tersenyum.
"Cakep-cakep matre," ucap Tama.
"Dari tadi lo nyahut aja," ketus Darrel sembari melirik Tama sinis.
"Tuh cewek emang matre kali Rel, lo ketinggalan berita apa gimana dah, cakep juga Erin sih kalau kata gue mah, si Vanilla gak ada apa-apanya," cerocos El.
"Terserah lo berdua deh."

KAMU SEDANG MEMBACA
Mistake
Teen Fiction[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ] Namanya adalah Sherina Valerie atau kerap disapa Erin, dan ia adalah pemeran utama dalam cerita ini. Sosok gadis yang sangat ceria, sama sekali tak terlihat bahwa ia menyimpan luka. Dulu, Erin juga pernah merasakan kehangatan keluarga, b...