~14~

41K 2.7K 4
                                    

"Thank you Del," ucap Erin saat mobil Delisa berhenti tepat didepan gang menuju ke kostannya.

"Sama-sama. Kalau ada apa-apa hubungin gue aja," ucap Delisa, ia sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu, hamil muda tapi harus tetap bekerja.

"Lo yakin Rin tetep kerja?," tanya Delisa.

Erin mengangguk mantap, "Iyalah, kalau gue gak kerja, darimana gue dapat uang, gue harus bayar kost, dan gue harus menuhin kebutuhan sehari-hari," jelas Erin.

"Gue bisa bantu lo kok, lo boleh tinggal di tempat gue—"

"Gak Del, itu terlalu berlebihan. Lo sering nraktir gue di kantin, selalu nganterin gue pulang Sekolah, itu aja udah lebih dari cukup kok." Erin mengembangkan senyumannya.

Delisa menghela nafasnya pasrah, "Okey, tapi kalau lo butuh bantuan lo langsung hubungin gue yah," ucap Delisa cepat.

"Iya."

"Rencananya malam ini gue mau ke kostan lo, ngegibah, tapi lo juga harus kerja kan? Gue juga mau nemenin Arga ke ultah temennya di Club," ucap Delisa.

"Iya gue mau kerja, jam 11an baru balik. Lo mau ke Club?," tanya Erin dibalas yang anggukan Delisa.

"Yasudah, tapi hati-hati ya, disana itu sangat bebas, gue gak mau apa yang terjadi sama gue sekarang akan terjadi sama lo juga," tutur Erin.

Delisa mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut Erin.

"Dah ya Del, gue duluan," ucap Erin sembari membuka pintu mobil dan ia pun keluar dari dalam mobil Delisa.

>~<

Erin membawa nampan yang berisi dua gelas minuman. Ia akan mengantarkan dua gelas minuman itu kepada sang pemesan.

Namun, kepalanya terasa sangat berat, ia memejamkan matanya selama 3 detik lalu kembali membukanya, ia terus berjalan menuju meja sang pemesan dua gelas minuman tersebut.

Belum sampai Erin mengantarkan, ia lebih dulu ambruk, dua gelas minuman yang dibawanya jatoh bersamaan dengannya. Ia tidak pingsan, ia masih sadar, hanya saja kepalanya terasa sangat berat, sehingga rasanya kedua matanya tak sanggup untuk terbuka.

Pengunjung Cafe tersebut langsung menatap kearah Erin tanpa minat untuk membantu. Lalu beberapa teman Erin bekerja bergerak untuk membantu Erin.

Salah satu teman Erin yang bernama Narra membantu Erin berdiri dan mendudukkan Erin di kursi. Narra juga memberikan minum kepada Erin. Sementara teman Erin yang lainnya membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Tangan lo luka," ucap Narra dengan nada khawatir saat melihat tangan Erin berdarah.

"Cuman luka kecil." Erin mengambil tisu yang ada didekatnya lalu membersihka darah tersebut.

"Bentar gue obatin." Tanpa menunggu jawaban dari Erin, Narra langsung mengambil obat di kotak P3K.

"Sudah," ucap Narra saat ia sudah selesia mengobati luka Erin.

"Kenapa bisa jatoh? Seharusnya kalau lo sakit, lo gak usah kerja dulu," ucap Narra.

"Gue gak sakit, tadi gue tiba-tiba aja pusing, sebelum gue kesini gue baik-baik aja kok gak pusing, makanya gue kerja," jelas Erin.

"Lagian juga gue udah gak kerja beberapa hari, masa mau gak kerja mulu," sambungnya.

"Tapi kalau lo sakit jangan dipaksain, tuh liat tangan lo luka jadinya, masih pusing gak?," tanya Narra khawatir.

Erin menggeleng pelan sembari tersenyum singkat, "Enggak kok," sahutnya.

"Ya sudah, gue mau buatin lagi minuman orang yang tadi, lo disini aja dulu istirahat," ucap Narra lalu ia bergegas pergi.

"Erin, dipanggil sama Bos," ucap salah satu teman Erin, "di ruangannya," sambungnya.

Erin langsung deg-degan, pikirannya langsung kemana-mana. Erin pun berjalan perlahan menuju ke ruangan bos nya itu.

"Permisi Pak," ucap Erin sembari membuka pintu.

"Masuk."

Erin langsung masuk mengikuti perintah bos tersebut.

"Duduk."

Erin pun duduk di kursi yang ada dihadapan meja bos nya tersebut.

Tiba-tiba Bos nya itu menyodorkan amplop berwarna kuning kepada Erin, "Itu gaji terakhir kamu."

Erin terkejut bukan main, kenapa banyak sekali cobaan yang ia hadapi. Ia benar-benar tak sanggup, ia ingin menangis sekarang, namun ia tahan karena ia berada didepan Bosnya, ia tak boleh terlihat lemah didepan orang.

"Ta—tapi Pak? Kenapa?"

"Kamu sudah gak kerja dua hari ya kalau gak salah? Dan hari ini kamu kerja malah membuat kekacauan, tadi kamu memecahkan piring dan sekarang kamu malah memecahkan gelas lagi. Saya rasa kamu tidak konsentrasi, lebih baik kamu berhenti kerja disini. Saya tidak mau mempunyai pekerja yang suka membuat kekacauan."

Suka membuat kekacauan dia bilang? Bahkan Erin tak menginginkan hal ini terjadi. Ia juga tak ingin membuat kekacauan.

"Pak saya mohon jangan pecat saya, saya benar-benar gak tau lagi mau kerja dimana selain disini," ucap Erin dengan nada memohon.

"Terserah kamu mau kerja dimana, asal tidak disini, kamu boleh pulang sekarang."

"Pak, tolong kasih saya kesempatan satu kali lagi, saya gak akan membuat kekacauan lagi, saya berani janji." Erin tak menyerah begitu saja, ia masih memohon.

"Saya bilang tidak ya tidak! Cepat keluar!"

"Pak—"

"Keluar saya bilang!"

Erin menghela nafasnya pasrah, "Baik, terima kasih Pak." Setelah itu Erin pun berjalan perlahan keluar dari ruangan tersebut. Baginya, hari ini benar-benar hari yang sangat sial. Ia dikeluarkan dari Sekolah, dan sekarang ia malah dipecat dari tempat ia bekerja.

Kaki Erin terus melangkah ditepi jalan raya, ia benar-benar bingung sekarang.

"Tadi gue jatoh, apa bayi gue gak papa ya," batinnya. Apakah bayinya tidak kenapa-kenapa didalam sana?. Erin tidak merasakan sakit, ia pun berpositif thingking, ia percaya bayinya itu kuat.

Jarak dari Cafe menuju ke Kostannya memang tidak terlalu jauh, jadi Erin memilih untuk jalan kaki saja. Sebelum pulang, Erin singgah ke supermarket untuk membeli susu hamil, kalau dipikir-pikir, ia sama sekali tak pernah meminum susu itu selama hamil, ia selalu lupa untuk membelinya.

Erin mengambil satu kotak susu hamil dengan rasa coklat. Dan ia langsung menuju kasir untuk membayarnya.

Kasir itu menatap barang yang dibeli Erin, lalu ia menatap Erin. Erin berusaha untuk acuh saja, biarlah orang berpikir macam-macam tentangnya, memang kenyataannya seperti itu.

Setelah membayar, Erin langsung keluar dari Supermarket tersebut, ia memilih untuk singgah lagi di pedagang yang berjualan bakso, entah mengapa ia sangat ingin makan bakso sekarang.

"Bang, baksonya satu ya," ujar Erin sembari duduk di salah satu kursi.

"Oh iya Neng, makan disini apa dibungkus?"

"Disini aja."

Beberapa menit kemudian, bakso pesanannya pun siap untuk dimakan. Erin langsung memakan bakso tersebut dengan lahap, selain karena ia memang kepengen, ia juga lapar.

"Erin?" Tiba-tiba seorang lelaki menegur Erin dan Erin pun menatap kearah lelaki tersebut.

MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang