[SAMATOKI POV]
Aku memikirkan kejadian tadi.
Tidak hanya itu saja, saat dia bersamaku...dia selalu merasa sakit.
Apa aku berbahaya untukmu?
Tidak, sejak awal kita bertemu aku memang bahaya untukmu.
Aku ini ketua yakuza sekarang.
Pasti musuh mencari kelemahanku.
Orang-orang terdekatku.
Keluargaku.
Dan orang yang aku cintai.
Aku terus memikirkan hal paling buruk dalam keputusanku.
"Samatoki, ada apa?"
Ah, sial...melamun lagi kan.
"Perutmu sakit, Samatoki?"
"Tidak...bagaimana makananmu enak?"
"Enak sekali! Restoran ini tidak pernah berubah ya"
Aku mengajaknya makan malam di tempat kami biasa kencan dulu.
Yang kau ingat hanya restorannya bukan diriku.
Menyakitkan sekali.
Kau ingat pada semua orang perlahan.
Tapi kenapa hanya aku yang terlupakan olehmu.
Selalu dan selalu.
Rasanya sakit.
Sesak rasanya mengetahui kalau kau melupakanku.
Lagi dan lagi.
Rasa sakitnya sungguh sangat menyebalkan.
Aku bersamamu tapi kau tidak mengingatku.
Aku mengingatmu tapi kau tidak ingat padaku.
Kau menganggapku orang asing.
Hanya aku yang mengingatmu.
Kau tidak menganggap aku apapun setelah apa yang aku lakukan padamu.
Kau seolah makan dengan orang asing.
Aku mengantarmu pulang pun, kau seperti dengan orang asing.
"[Y/n], setelah ini...ada yang ingin aku bicarakan padamu"
"Nani o hanashi?"
"Saat sampai di apartemen saja"
"Kenapa tidak sekarang saja sekalian?"
Aku tidak menjawab pertanyaanmu, maaf.
Aku terlalu kalut dalam pikiran sendiri.
Apa yang ingin aku bicarakan nanti...mungkin akan sedikit menyakitkan untukmu.
Ataupun untukku.
Aku tidak ingin mengatakan hal ini.
Ini keputusan terbaik.
Ini demi kebaikanmu juga.
Demi dirimu.
Tanpa sadar aku sampai di apartemenmu.
Aku memarkirkan mobilku di pinggir jalan.
Aku mengantarmu sampai depan pintu masuk apartemen saja.
"Terima kasih sudah mengantarku, Samatoki"
Jangan tersenyum seperti itu.
Membuat dadaku sakit.
Membuatku semakin ragu untuk mengatakan ini.
"Jadi...mau bicarakan apa?"
Aku terdiam.
Lidahku seakan sudah terpotong dan tidak bisa berkata lagi.
Aku harus tenang.
Ini yang terbaik untuknya, Samatoki.
"Ore to omae wa owari da"
"Eh?"
"Kita...putus saja"
"Eh, do-doushite?"
Ini yang terbaik untukmu juga untukku.
Tidak ada lagi yang tersakiti.
Kau tidak akan merasa sakit lagi.
"Haha, tentu saja kau bingung...lau sendiri tidak ingat kita pernah pacaran"
Memang benar kan?
Putus saja kau bakal tidak merasa apa--
"Doushite..."
Sial...jangan tunjukan air matamu itu.
Menyesakkan untukku.
"Aku berbahaya untukmu...jika berada di dekatku kau hanya merasa sakit", tenanglah Samatoki. "Ini yang terbaik untukmu...aku tidak akan menemuimu lagi"
Sialan, tahan Samatoki!
Mataku mulai panas.
Sesak sekali rasanya.
Aku tidak ingin ini tapi aku harus lakukan demi dirimu.
Aku masih mencintaimu.
Sangat mencintaimu.
Tapi aku harus lakukan demi kebaikanmu.
Bersamaku hanya akan membuatmu merasa sakit.
Ini terlalu menyakitkan.
"Terima kasih untuk segalanya...Selamat tinggal, [y/n]. Aku hari kau...mendapat yang lebih baik dariku"
Aku mengecup dahinya untuk terakhir kali.
Bahkan kau diam saja.
Aku kembali ke mobil hingga aku melaju pun kau masih mematung di tempat.
Tidak bergerak dan hanya menitihkan air matamu.
Apa yang kau tangisi?
Kau sendiri tidak tahu kenapa menangis bukan?
Lalu kenapa kau menangis?
Tidak ada yang perlu kau tangisi, [y/n].
Tidak ada lagi, Samatoki Aohitsugi di hidupmu.
Tidak ada lagi diriku di ingatanmu.
Aku akan menyimpan ingatanku tentangmu.
Segala kenangan kita.
DIIN!
"Sialan..."
Ah, sial hampir saja aku menerobos lampu merah.
Mataku buram karena air mata menyebalkan ini.
"Apa ini...yang terbaik untuk kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing
FanfictionAku bertemu denganmu seperti sebuah keajaiban Hidupku berubah karenamu Kenapa kau malah menghilang dari hadapanku? (Samatoki x Reader)