RR 36

218 16 13
                                    

"Katakan semua itu bohong, Rifki! Aku mohon," ucap Hana menahan tangisnya.

"Maafkan aku, Hana. Aku ingin sekali kalau yang aku bilang hanya kebohongan, tetapi kenyataannya seperti itu. Dia harus melakukan kemoterapi sebelum penyakitnya menyebar," ucap Rifki menyesal.

"Apa bisa sembuh?"

"Kemungkinan untuk sembuh memang kecil, tetapi masih ada kesempatan untuk Alletta sembuh."

"Kenapa nasib anakku seperti itu? Dia masih terlalu kecil untuk menderita penyakit ganas seperti itu."

Tangis Hana pecah, ia begitu sedih mendengar penjelasan Rifki tentang kondisi Alletta. Hana tidak menyangka anaknya mengalami cobaan yang begitu berat. Ia juga tidak tahu bagaimana ia menyampaikan semuanya pada Alletta. Mendengar semuanya saja, ia hancur. Lalu bagaimana ia harus menyampaikan semua itu pada Alletta?

"Ki, bisa kita rahasiakan penyakit ini dari Alletta," tanya Hana sambil mengusap air matanya.

Rifki menatap Hana dengan pandangan kaget. "Bagaimana mungkin kita merahasiakan ini? Penyakitnya akan menyebar cepat dan kita tidak punya banyak waktu."

"Aku akan berusaha membuat Alletta ikut penyembuhan itu. Aku ... hanya tidak ingin kalau dia sedih, Ki. Turuti permintaanku kali ini, Ki. Aku hanya seorang ibu yang tidak ingin anaknya bersedih."

"Beberapa hal didunia ini tidak semuanya berjalan sesuai keinginan kita, tetapi sebagai manusia harusnya kita menerimanya. Jika kita merahasiakan semuanya, apakah kamu akan menjamin dia tidak akan sedih? Apalagi kalau itu dirasiakan pasti memakai kebohongan. Dan apa kamu tega membohongi Alletta? Dan bagaimana kalau nanti ia tahu, kita membohonginya?"

Pertanyaan yang dilayangkan Rifki membuat Hana tertunduk sedih di kursinya. Ia tidak tahu apa yang dilakukannya kali ini. Ia hanya tidak ingin Alletta sedih, apalagi harus mendengar kenyataan kalau ia tengah sakit parah. Bukan ia ingin membohongi anaknya, tetapi membayangkan anaknya akan sedih membuatnya mengambil keputusan ini.

Hana menatap Rifki dengan pandangan sedih dan berkata, "Tidak apa-apa jika ia marah karena membohonginya. Ia akan mengerti alasannya suatu saat nanti."

"Baiklah. Kali ini aku akan menuruti ucapanmu, aku akan meminta Arkan merahasiakannya juga, tetapi jangan lupakan kemoterapi Alletta dan jangan libatkan Arkan dalam kebohongan apapun selain menjaga rahasia ini. Arkan tidak akan pernah bisa berbohong pada Alletta dan aku tidak bisa bayangkan jika anakmu membenci anakku karena kebohongan itu. Anakku terlalu mencinrai Alletta dan aku di sini berperan juga sebagai ayah Arkan."

"Oke! Aku setuju." Hana akhirnya tersenyum.

"Bawa laporan ini dan simpan baik-baik. Untuk kemorerapi, aku akan mengurusnya nanti." Rifki menyodorkan sebuah amplop berlogo rumah sakit pada Hana.

"Terima kasih, Ki. Kapan Alletta bisa pulang dari sini?" tanya Hana.

"Sama-sama. Besok juga Alletta bisa pulang, tetapi ia tidak boleh banyak beraktivitas dan harus banyak istirahat." Hana mengangguk, kemudian pergi dari ruangan Rifki.

⭐⭐⭐⭐⭐

"Arsen! Udah Letta bilang cepat berangkat, nanti Arsen bisa telat." Alletta berkacak pingang.

"Hari ini kan lo pulang, biar gue yang anterin! Bolos sehari gak apa-apa kali, gue udah pinter gini," ucap Arkan.

"Sombongnya kambuh," cibir Alletta.

"Biarin! Semuanya kan fakta lagian gue gak pernah bohong ke lo."

"Kalau Arsen ketahuan bohong sama Letta, kata maaf gak akan berlaku."

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang