RR 40

197 15 0
                                    

Alletta mengeluarkan semua keluhan yang dirasakannya pada Dokter Sein, tidak ada yang ditutupi sama sekali. Ia berbicara tentang sakit kepala yang selalu tiba-tiba menyerangnya, mimisan, mata yang sering kali berkunang-kunang, dan satu hal lagi, dirinya sering pingsan tiba-tiba. Dokter Sein hanya mengangguk dan mencatat beberapa hal dari pernyataan Alletta.

Setelah semua keluhan disampaikan, Dokter Sein melakukan pemeriksaan fisik yang pada Alletta, terutama pemeriksaan di bagian sistem saraf. Di antaranya dengan menguji kekuatan otot, mengecek bagian tubuh yang terasa kaku, mengetuk lutut dengan palu khusus untuk menguji refleks, pemeriksaan kondisi mata, dan mengevaluasi kemampuan gadis itu dalam menjalankan perintah, membaca, atau menulis.

Semua pemeriksaan tampak baik dilakukan oleh Alletta membuat Rifki menghela napas lega, Alletta mungkin tidak separah yang ia kira. Setelah itu, seorang perawat meminta izin pada Alletta untuk mengambil darahnya. Dalam hati kecilnya, ia tidak mau ditusuk jarum, tetapi melihat Rifki dan Hana yang melihatnya khawatir, akhirnya ia pun menurut juga.

Perawat menuntun Alletta untuk duduk di sebuah kursi khusus di dekat ranjang pasien, kemudian perawat membersihkan area kulit di lengan dengan larutan antiseptik, mengikatkan tali elastis pada bagian lengan agar aliran darah terbendung di area tersebut, perawat itu memasukkan jarum ke dalam pembuluh darah vena dan menyedot darah, lalu menampungnya di dalam tabung kecil. Setelah itu, perawat menutup luka bekas tusukan jarum dengan perban. Dokter sein mendekat ke arah mereka dan mengambil tabung tersebut untuk melabel nama dan waktu pengambilan darah.

"Apa itu akan bengkak," tanya Alletta sambil melihat lengannnya.

"Sedikit, tetapi tenang saja lukanya akan hilang sehari-dua hari mendatang. Tidak sakit, kan?" tanya perawat yang ber-name tag Jeni sambil melepaskan tali elastis yang melilit lengan Alletta.

"Tidak," jawab Alletta.

"Semuanya sudah beres dilakukan, kita tinggal menunggu hasil lab. Kamu harus jaga kesehatan, makan yang cukup, istirahat yang banyak, jangan banyak pikiran, dan satu lagi jangan lupa minum obat," ucap Dokter Sein sambil tersenyum.

"Letta selalu jaga kesehatan, makan juga gak pernah lupa, istirahat banyak banget, yang ada pikiran Letta kan cuma Arsen, tapi Letta gak janji buat makan obat," papar Alletta, mengerucutkan bibirnya.

Semua orang tertawa melihat perilaku Alletta, terlebih wajahnya yang imut, makin tambah imut. Ia tampak seperti anak kecil, menggemaskan. Merasa ditertawakan, Alletta berjalan menuju Hana, kemudian menangis membuat semua orang berhenti tertawa, Dokter Sein dan Jeni keluar dari ruangan itu.

"Letta mau pulang, Bun."

"Jangan nangis, mereka hanya bercanda. Arkan bentar lagi nyampe. Gak papa, kan? Bunda mau kerja," ujar Hana, menepuk-nepuk punggung Alletta yang ada di pelukannya.

Alletta mengurai pelukannya, kemudian mengusap air mata dengan punggung tangannya. "Gak papa, tapi Bunda suruh Arsen bawa motor, kan?" tanya Alletta sambil menatap Hana.

"Seperti yang kamu mau, kalau main jangan jauh-jauh," peringat Hana.

"Gak bakal jauh, kok. Lagi pula mau nongkrong sama teman-teman di kafe Bunda Lina."

"Ya udah, Bunda berangkat dulu! Ki, jagain anak aku bentar." Hana berlalu setelah mencium dahi Alletta.

"Mau ke kafe Bunda Lina?" tanya Rifki memastikan.

"Iya. Mau nitip salam sayang buat Bunda, ya?" goda Alletta membuat Rifki tertawa.

"Bukan itu. Papah mau nitip pesan sama Bunda, bilangin nanti jangan ke rumah sakit, biar Papah saja yang ke sana. Bundamu yang itu sering banget gak dengerin suaminya."

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang