RR 1

1.9K 178 699
                                    

"Seandainya rasa sakit bisa dipindah, aku siap menjadi tempat untuk menampung rasa sakit itu."

⭐⭐⭐⭐⭐

Seorang gadis menyembunyikan kepalanya di bawah bantal. Namun, tetap saja suara keributan itu masuk ke gendang telinganya. Ia begitu tidak tahan dengan kebisingan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Situasi seperti ini membuatnya merasa sesak. Kenapa orang tuanya selalu begitu? Ia pikir, ia akan bersenang-senang jika kedua orang tuanya ada di rumah, tetapi pada kenyataannya, situasi ini merupakan neraka dunia baginya.

Ia melempar bantal dan melirik jam di atas nakas yang menampilkan waktu sudah memasuki pukul sepuluh malam. Ia mengambil ponselnya dan kemudian menghubungi seseorang.

"Arsen kayaknya udah tidur," gumam Alletta dengan ekspresi murung kala semua panggilannya hanya dijawab operator.

Baru saja ia akan menyimpan ponselnya, dering ponsel membuatnya tersenyum, apalagi di layar tertera nama Arsen yang meneleponnya.

"Apa?" tanya Arsen dengan suara khas bangun tidur.

"Letta mau ke Apartemen Arsen."

"Udah malem."

"Orang tua Letta ..."

"Gue jemput! Jangan keluar! Apalagi jika keluarnya sendirian! Tunggu gue!" perintah Arsen dengan nada tinggi dan bisa Alletta dengar ada suara benda jatuh di sana.

"Iya." Alletta menghela napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan.

Alletta mengambil jaket merah muda di lemari dan langsung memakainya cepat. Ia berjalan pelan, menuruni tangga supaya kedua orang tuanya tidak sadar kalau ia lewat.

"Kamu memang jahat, Mas."

"Apa yang saya lakukan? Kamu yang tidak becus mengurus saya! Kamu tidak menghargai saya. Saya sudah bekerja sepanjang waktu, tapi kenapa kamu ikut kerja?"

"Mas lupa? Mas sendiri yang bilang kalau aku dan anak kita tidak pantas dapat uang dari Mas. Kalau bukan karena ibu Mas, aku tidak akan pernah mau menikah dengan Mas."

Sebuah tamparan dilayangkan Rio berhasil mendarat mulus di pipi Hana. Perempuan yang baru saja ditampat itu, memegang pipinya, kemudian menatap suaminya dengan pandangan nanar.

"Dasar istri gak berguna. Siapa yang bilang kalau saya mau bersamamu? Saya sudah punya istri lain. Jangan bawa ibuku untuk menyembunyikan bahwa kamu mencintai saya, Hana. Kamu sendiri yang tidak mau menandatangani surat cerai kita."

"Tukang selingkuh!"

"Saya sudah punya anak dengan dia dan umurnya satu tahun lebih tua dari Allenna."

"Bahkan ... kamu tidak tahu nama anakmu sendiri, Mas? Apa maksudmu satu tahun lebih tua? Maksudmu ... aku yang jadi orang ketiga? Lalu ... kenapa kamu tidak menolak perjodohan kita dulu? Dasar laki-laki bejat."

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Hana. Suara tamparan itu begitu keras membuat Alletta terdiam kaku di ujung tangga. Gadis remaja itu ingin segera menghambur ke pelukan Hana, tetapi rasa takutnya membuat ia diam saja. Ia hanya bisa menangis, melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Ia juga merasa ada rasa sakit menjalar di hatinya, mendengar perkataan ayahnya.

Ia benci saat ayahnya menggunakan kekerasan fisik. Dalam benaknya, ia tidak ingin lagi berdekatan dengan sosok laki-laki yang seing menggunakan kekerasan fisik. Kepalanya diserang pusing, tetapi ia memaksakan langkahnya ke pintu depan. Ia langsung berjongkok di depan pintu kala pusingnya semakin terasa. Ada darah menetes ke jaket yang dikenakannya. Ia sadar dirinya tengah mimisan, tetapi rasanya ia tidak kuat, bahkan hanya untuk mengelap darah yang keluar dari hidungnya. Matanya terpejam dan kini posisi berjongkoknya sudah berganti menjadi posisi duduk.

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang