RR 39

204 13 0
                                    

Arkan merengut kesal di kamar tidurnya, mengingat kembali peristiwa sore ini. Hatinya bergemuruh marah karena tidak suka melihat kedekatan Alletta dan Bara. Padahal, ia sudah sedikit tenang karena Syahdan sudah tidak mendekati gadisnya lagi, tetapi ternyata ada laki-laki lain yang menjadi hama di tengah-tengah mereka.

Nasib buruk datang pada Arkan lewat hujan. Ia membiarkan Alletta pulang bersama Bara karena ia tidak mau Alletta hujan-hujanan bersamanaya. Alhasil Arkan hanya mengikuti mobil Bara dari belakang, tentu saja dengan jarak yang cukup jauh supaya Alletta tidak marah padanya.

Dering ponsel berbunyi membuat Arkan tersenyum. Ia mengira itu panggilan dari Alletta, tetapi setelah melihat layar ponselnya, harapan hanya tinggal harapan. Ternyata yang menelponnya adalah ibunya, Lina. Arkan menghela napas berusaha mengusir kekesalannya agar kesalnya tidak menular pada Lina.

"Kan, kamu di mana?"

"Apartemen," jawab Arkan.

"Teman-temanmu ada di kafe, kamu ke sini, deh. Kasihan mereka, katanya tadi pun gak ketemu kamu di sekolah, kamu gak bolos, kan?"

"Malas."

Lina mendekus, Arkan selalu menjawab pertanyaannya dengan singkat, berbeda ketika anaknya itu menjawab pertanyaan Alletta. Aneh, tetapi jika dipikir lagi, ayah Arkan yang notabene suaminya juga seperti itu dulu. Mengingat suaminya, Lina menjadi rindu dan tertawa sendirian.

"Bun, gila?" tanya Arkan, ketika mendengar suara cengengesan Lina.

Lina berhenti tertawa sambil menatap ponselnya kesal. "Dasar kamu! Alletta di sini, loh. Kamu gak mau ke sini?"

"Apa? Si Lele di sana? Sama siapa? Dia naik apa ke sana? Dari kapan dia di sana? Ubah ke video call, Bun. Aku mau lihat!" teriak Arkan membuat Lina menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Dasar lebay, giliran ngomongin Alletta selalu paling ricuh," kesal Lina.

"Bun, mana si Lele?" tanya Arkan, ketika panggilan suara berubah menjadi panggilan video.

"Di luar, Bunda lagi di ruangan Bunda. Mager kalau keluar. Kamu aja ke sini!"

"Si Lele gak telepon aku kalau dia pergi ke kafe?"

Lina memutar bola matanya. "Emang kamu siapanya?" tanya Lina membuat Arkan terdiam dan memutus sambungan telepon sepihak.

Lengkap sudah kekesalannya hari ini. Ia harus segera ke kafe itu, menemui Alletta, dan memperjelas status dengan gadis itu. Biarlah prinsipnya yang ingin pacaran setelah menikah harus terbuang. Ia harus menyelesaikannya malam ini juga, tidak peduli apa pun juga. Jika ia harus berlutut agar Alletta mau jadi pacarnya, ia akan lakukan itu. Dengan langkah yang cepat, ia segera menuju garasi, dan setelah sampai di garasi, ia segera menaiki mobilnya. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi karena jalanan di daerah itu memang sepi.

⭐⭐⭐⭐⭐

"Mana Alletta?" tanya Arkan di depan teman-temannya.

Teman-temannya menatap Arkan dengan pandangan heran, mereka melihat penampilan Arkan. Rambut acak-acakan, jaket yang tampak basah, dan celana pendek yang membuat Arkan tampak beda dari biasanya. Akmal yang pertama kali tertawa, kemudian diikuti teman-temannya yang lain. Mereka menjadi pusat perhatian karena pengunjung kafe yang penasaran dengan alasan tertawanya.

"Diam!" ucap Arkan dengan nada dingin.

Teman-teman Arkan langsung berhenti tertawa, mereka melihat wajah Arkan yang tampak kesal. "Alletta gak ke sini, kita gak ajak dia karena dia gak bisa dihubungi,  dan kita ajakin lo dari sore, tetapi gak dibales juga pesan gue," ucap Akmal.

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang