RR 41

177 15 0
                                    

Arkan memijat tengkuk Alletta yang tengah muntah di kamar mandi. Alletta tampak lemas membuat Arkan menahan tubuh gadis itu. Ia tidak peduli air liur Alletta mengenai tubuhnya.

"Le, masih mual?" tanya Arkan ketika Alletta berhenti muntah.

"Arsen ngapain, sih? Letta kan tadi bilang gak usah bantuin Alletta. Arsen pasti jijik sama Letta. Letta gak bakal minum obat itu lagi, perut Letta jadi sakit, mulut Letta jadi pahit, tenggorokan Letta sakit, dan kepala Letta juga jadi sakit. Itu bukan obat, tapi racun," protes Letta.

Arkan menangkup pipi Alletta, membersihkan wajah gadis itu dengan tisu, dan berkata, "Dengerin gue! Yang pertama, gue gak pernah jijik sama lo. Yang kedua, lo harus tetap makan obat itu setiap hari. Yang ketiga, lo harus semangat dan jangan ngeluh kayak gini. Gue akan rela gini setiap hari buat lo. Gue akan tetap ada di samping lo. Sekarang gue antar ke kamar lo."

Arkan menggendong Alletta menuju kamar gadis itu dengan hati-hati. Meski kesusahan karena harus menaiki tangga, ia tidak mengeluh. Dalam hati ia terus berdoa semoga pengobatan Alletta berjalan lancar dan sehat seperti sediakala. Melihat gadis itu harus menderita membuatnya ikut menderita. Tidak pernah dibayangkan bahwa gadis itu berada di kondisi seperti sekarang, apa lagi penyebab Alletta mengalami penyakit ini juga belum diketahui.

Arkan membaringkan Alletta,menyelimuti gadis itu, dan duduk di sisi ranjang. "Lo istirahat bentar," ujarnya.

Bi Asih masuk ke kamar Alletta yang terbuka karena Arkan kesulitan untuk menutup pintu tadi. Sebuah nampan berisi bubur, bajigur, buah, dan air putih disimpan Bi Asih di atas nakas. Ia kembali pamit untuk melanjutkan pekerjaannya yang dijawab anggukan oleh Arkan.

Dengan pelan, Arkan membantu Alletta duduk, minum air putih, dan bajigur. Setelahnya, Arkan memaksa gadis itu makan. Namun, Alletta menolak mentah-mentah paksaan Arkan karena ia masih merasa mual.

"Le, lo sayang gue, kan?" tanya Arkan membuat Alletta mengangguk cepat. "Kalau gitu lo harus mau makan. Kalau lo gak makan, gue gak akan datang ke sini lagi," ancam Arkan.

Ancaman itu cukup berdampak pada Alletta yang kini membuka mulutnya. Namun, baru dua sendok, Alletta sudah merapatkan mulutnya. Arkan ingin memaksa lagi, tetapi ia tidak tega. Ia membantu Alletta kembali ke posisi tidurnya dan menyuruh gadis itu beristirahat. Melihat Alletta memejamkan matanya membuat Arkan segera menyelimuti gadis itu dan segera keluar kamar membawa nampan.

⭐⭐⭐⭐⭐

Dua minggu yang menyiksa Alletta karena meminum obat yang diberikan Rifki padanya. Beruntung, hari ini adalah hari terakhir ia menghabiskan obatnya. Obat itu selalu ia minum satu jam sebelum makan malam. Alasannya karena jika diminum pagi hari, Alletta tidak akan bisa berangkat sekolah karena terlalu lemas.

Alletta baru saja bangun dari tidurnya karena ia merasa haus. Ia tertidur setelah memuntahkan isi perutnya tadi malam. Membayangkan hari-hari itu membuatnya sedih, tetapi ada sedikit rasa senang juga. Ia jadi ingat adegan film yang dulu ia tonton dengan keluarga Arkan. Ia berpikir, akankah dirinya sehat atau mati seperti yang ada di film itu? Mengingat anak dalam film dulu juga mengalami mimisan, dan selalu pingsan tiba-tiba. Alletta menggelengkan kepalanya yang memikirkan hal buruk. Ia harus berpikir positif dan tidak boleh menyerah.

Alletta melihat nakas untuk mengambil air, tetapi kali ini tidak ada segelas air putih di sana. Ia menghela napas, beranjak turun dari ranjang, dan berjalan ke dapur.

"Kok gelap banget. Letta takut, tapi Letta haus banget," gumam Letta memegang tenggorokannya.

Dengan sedikit keberanian, Alletta menuruni tangga perlahan-lahan sambil memegangi pegangan tangga. Setelah berhasil menuruni tangga, Alletta meraba dinding untuk mencari sakelar lampu. Namun, langkahnya terhenti ketika kakinya menyentuh sesuatu. Alletta sedikit was-was, tetapi tetap memugut benda yang tadi disentuh kakinya. Benda yang dipegang Alletta adalah sebuah benda lonjong, besar, dan agak elastis.

"Apa ini balon?" tanya Alletta.

Beberapa saat kemudian, lampu menyala secara tiba-tiba membuat Alletta menutup matanya karena silau. Sebuah sorakan dan teriakan bahagia membuat Alletta perlahan-lahan membuka matanya.

"Selamat ulang tahun, Alletta!"

Alletta menatap orang-orang yang ada di hadapannya dengan pandangan haru. Tak terasa air mata jatuh di pipinya membuat semua orang mendekat. Hana langsung memeluk anak semata wayangnya dan membisikan ucapan selamat ulang tahun. Arkan berdiri di hadapan Alletta dengan kue ulang tahun besar berwarna merah muda.

Semua orang menyanyikan lagu ucapan selamat ulang tahun dengan ceria membuat Alletta lepas dari pelukan ibunya, kemudian tersenyum pada orang-orang yang ada di sini. Alletta meniup lilin yang ada di atas kuenya. Ia memotong kuenya dan memberikan suapan pertamanya pada Hana, kemudian Lina, Rifki, dan terakhir yaitu Arkan. Alletta juga menyuapi semua orang yang ada di rumah ini.

Orang-orang sibuk mengucapkan ulang tahun dan berbahagia bersama. Mereka pulang ketika jam menunjukan pukul tiga dini hari menyisakan Hana, Lina, Rifki, dan Arkan. Arkan mendekati Alletta yang masih berdiri di depan pintu, melihat teman-temannya pulang.

"Le, selamat ulang tahun. Semoga lo selalu sehat dan apa yang lo inginkan semuanya terkabul." Arkan memeluk Alletta.

"Makasih, Sen. Kado Letta mana?" tanya Alletta sambil tertawa lebar.

Arkan melepaskan pelukannya untuk mengambil sesuatu dari saku celananya. Alletta sebenarnya bercanda, tetapi melihat Arkan ternyata sudah menyiapkan hadiah, dia senang sekali. Arkan memang tidak pernah dan semoga tidak akan pernah mengecewakannya.

Arkan memberikan sebuah kotak kecil berwarna merah muda pada Alletta. Gadis itu menerimanya dengan pandangan takjub dan perasaan yang membuncah bahagia. Alletta membuka kotak itu dengan perlahan dan matanya membulat kaget melihat sebuah kalung berbandul bulat ada di dalamnya.

"Ini?"

"Iya, ini kalung lo yang dulu hilang. Masih sama, kan?"

Alletta memeluk Arkan, dirinya begitu bahagia karena kalung itu kembali, bahkan dulu ia sampai nangis seminggu karena kehilangan kalung khusus itu. Kalung berwarna silver itu memang dipesan khusus dan hanya ada dua yaitu satu milik Alletta dan satu lagi milik Arkan. Harga dari dua kalung itu bahkan sebanding dengan sebuah rumah mewah.

"Makasih banget, ini kado terindah Letta dari Arsen," ucap Alletta.

"Gue pasangin dulu kalungnya."

Arkan mengambil kalung dari tangan Alletta, kemudian membalikan tubuh gadis itu sehingga membelakanginya. Dengan gerakan pelan, Ia memasang kalung itu.

"Makasih lagi, Sen."

"Iya, ingat! Jangan sampai hilang lagi!"

"Siap, Bos! Nanti kado buat Arsen nyusul, boleh? Letta kan belom kasih kado sama Arsen."

"Gue mau sekarang," ucap Arkan cepat.

"Sekarang? Apa hadiahnya?"

"Kita pacaran." Perkataan Arkan sukses membuat Alletta tersipu.

"Letta ...."

"Eh, enggak. Gue gak jadi ngajak lo pacaran," sela Arkan membuat Alletta kaget.

💙💙💙💙💙
Mention for typo
Happy reading
To be continue

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang