RR 50

302 23 15
                                    

Arkan terduduk lemas di depan gundukan tanah. Air matanya tidak berhenti mengalir, bahkan mulutnya ikut bergetar karena ia terlalu lama menangis. Ia memeluk batu nisan dengan begitu hati-hati. Seakan-akan batu nisan itu akan hancur, jika ia memeluknya terlalu kencang.

"Kan, udah! Dia udah tenang di alam sana. Lo masih punya kita sebagai sahabat lo," ucap Akmal yang berdiri di belakang Arkan.

"Kalian gak bakal ngerti. Gue cinta sama dia. Dia bilang sama gue kalau dia gak bakal ninggalin gue, tetapi dia bohong. Dia udah ngekhianatin gue," ucap miris Arkan.

"Terkadang cinta memang ada yang hanya untuk dikenang. Akhir dari cinta sebenarnya adalah tentang keikhlasan. Sekuat apa pun cinta yang kita punya, tetap saja ada hal yang dapat memisahkan cinta itu."

Suara gemuruh tepuk tangan dan isakan terdengar di hadapan Arkan dan teman-temannya. Mereka berdiri dan membungkuk. Hari ini adalah hari kelulusan Arkan dan teman-temannya, mereka menampilkan sebuah pertunjukan drama romantis.

"Akting lo hebat, Kan." Akmal memuji.

"Mata gue perih. Lain kali, gue gak akan pernah mau lagi akting kayak gini," ucap Arkan.

"Yaudah, sih. Dramanya kan sukses. Kita juga udah lulus. Lo langsung ke rumah sakit?" tanya Tia.

"Iya. Awas aja kalau kalian gak dateng! Ini acara penting gue. Gue sampai rela nangis depan orang banyak gara-gara kalian," ucap Arkan kesal.

"Santai dong, Bos! Kita kan cuma pengen liat aja manusia es itu bisa luluh." Rizki menimpali.

"Gue duluan ke rumah sakit, kalian harus cepetan datang ke sana! Kalau gak datang, gue pecat jadi sahabat, biar tahu rasa,"  ucap Arkan, pergi dari ruangan itu.

*****

Hari-hari telah berlalu begitu cepat. Satu tahun dihabiskan Arkan untuk mencari jati dirinya, mengingat semua hal. Berkat dukungan teman-teman dan orang tuanya, juga kenangan Alletta yang terangkai dalam gambar, membuatnya kini bisa mengingat semuanya. Banyak yang berubah dalam diri Arkan, termasuk sifatnya. Laki-laki yang tadinya sulit sekali diajak bersosialisai, sekarang cukup aktif. Namun, masih terselip sifat Arkan yang dulu, hatinya tak tersentuh siapa pun.

Hari ini adalah hari kelulusannya. Arkan sangat senang, bukan hanya karena ia lulus, tetapi karena ia bisa menjadikan Alletta sebagai tunangannya. Ia sudah merencanakan semuanya dengan matang. Sehingga di sinilah ia sekarang, ia berdiri di samping ranjang pasien di sebuah ruangan khusus yang terpisah dari dengan ruangan lain. Tubuh pasien di ranjang itu tampak kurus, banyak selang yang menempel di tubuhnya, dan itu sudah satu tahun lamanya pasien itu tidur.

"Le, tidak peduli apa pun yang akan terjadi di masa depan, gue senang bisa kenal sama lo, bisa masuk di hidup lo, dan satu lagi bisa mencintai lo. Andai keadaan lo gak gini, gue pasti bisa liat wajah merona lo sekarang. Seperti janji gue dulu, gue akan jadikan lo tunangan gue. Gue gak peduli kalau lo marah pas nanti lo bangun, gue gak peduli lo benci gue juga, karena yang kini gue peduliin lo harus bangun! Banyak orang yang nunggu lo buat bangun, termasuk gue," ucap Arkan.

Ia mendongak, menatap langit-langis rumah sakit agar air matanya tidak turun. Ia tidak bisa menahan air matanya ketika berbicara dengan Alletta yang tidak meresponnya sama sekali. Ia sudah senang melihat Alletta yang masih berada di dunia yang sama dengannya. Ia selalu datang setiap hari ke sana, hanya untuk melihat perubahan kesembuhan Alletta yang begitu-begitu saja.

Alletta mengalami koma pasca operasi. Operasinya sukses, tetapi beginilah keadaannya. Alletta malah tertidur panjang membuat semua orang yang bersyukur karena operasi berhasil menjadi sedih kembali. Entah apa yang dirahasiakan Tuhan kali ini, semua orang tidak dapat mengambil teori pasti. Semuanya berjalan tanpa diminta dan tanpa bisa dikendalikan.

Arkan menjadi orang yang paling terpukul atas semuanya. Saat itu, ia masih belum ingat siapa sebenarnya Alletta, tetapi hatinya begitu sakit mendengar penjelasan Bara. Penjelasan itu disampaikan Bara saat laki-laki itu menyerahkan semua gambar yang dibuat Alletta. Cukup terkejut memang, tetapi Arkan hanya manusia biasa yang tidak pandai semuanya. Ia hanya bisa pasrah dan menerima semua kenyataan pahit itu.

Arkan meraih tangan Alletta dan memasangkan cincin di sana. Ia berkata, "Cincin ini khusus dibuat untuk lo, sama seperti kalung yang lo pake. Nanti kalau lo bangun, kita langsung nikah aja. Udah gitu kita langsung pindah ke pulau pribadi biar gue bisa melepas rindu sama lo. Gue gak rela kalau nanti pas lo bangun, malah merhatiin orang lain. Gue gak mau lo disentuh atau nyentuh orang lain, termasuk orang tua kita. Gue gak rela. Kalau kita hidup bersama, gue gak akan kurung lo di rumah, gak akan gue liatin sama siapa pun. Gue akan lakuin itu, Le. Tugas lo sekarang, cuma harus bangun. Nanti gue beli kedai ice cream buat lo. Gue gak akan halangin lo makan itu. Asal sekarang juga lo bangun, Le."

Arkan menunduk sambil mencium tangan Alletta dengan pelan. Ia tersenyum, kemudian menghapus air matanya yang lolos begitu saja. Ia tersenyum melihat jari Alletta yang terpasang cincin, rasanya ia bahagia melihat itu. Sayang sekali, Alletta tidak ikut merasakan rasa senangnya.

"Le, gue ngajak sahabat-sahabat kita buat pesta pertunangan ini. Mereka lagi nunggu di luar. Ruangan ini gak bisa dimasuki banyak orang. Jadi, nanti kalau lo bangun kita ulang acara tunangannya. Gue belum dipakein cincin sama lo." Arkan terkekeh pelan.

"Woi, Kan!" Seseorang memukul pintu membuat Arkan menoleh.

Arkan berjalan ke pintu dan membukanya. "Kalian udah dateng?"

Semua orang tersentak kaget, menatap Arkan dengan pandangan tajam seperti akan menelan Arkan bulat-bulat. Pasalnya, mereka menunggu Arkan sudah lama, bahkan jika dihitung ada sampai tiga jam. Mereka tadinya tidak mau mengganggu Arkan yang sangat fokus mengobrol dengan Alletta. Namun, mereka juga harus pulang, merayakan kelulusan mereka dengan orang tua atau sanak saudara, bukan menunggu orang pacaran.

"Anj*r! Kita nungguin lo dari jam sepuluh pagi dan gak nyadar sama sekali? Ini udah jam satu lebih. Dasar bucin gila!" celoteh Akmal.

"Kenapa kalian gak ngomong? Kalau ngomong pasti gue keluar dari tadi."

"Lo keliatan seru banget ngobrolnya. Makanya, kita gak mau gangguin lo, tapi masa lo gak bosen ngoceh di dalam. Ngomongin apa, sih?" ucap Bella kesal.

"Nah kan salah kalian. Kepo banget lo jadi orang, anak kecil dilarang tau!" ucap Arkan, tersenyum meremehkan.

"Anj*r, kita kan seumuran." Fahri menanggapi.

"Yaudah, sih. Berisik banget," ucap Arkan.

"Kita mau ketemu Alletta," ucap Nabila.

"Gue izinin kalian ketemu Alletta, jangan lebih dari tiga menit. Kalau lebih dari tiga menit, gue seret kalian dari dalem. Jangan banyak-banyak keruangannya. Terus pakai masker dan jangan lupa pakai sarung tangan buat tangan lo. Jangan ngomong keras-keras di dalem. Satu lagi, jangan sentuh Alletta, dia milik gue."

Semua orang menatap Arkan dengan pandangan kesal. Mereka sepertinya lebih suka Arkan yang pendiam dan dingin seperti dulu, daripada Arkan yang bawel ini.

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang