RR 51

340 19 25
                                    

Arkan masih memandang sinis orang didepannya, sedangkan perempuan yang ditatap hanya tersenyum lebar hingga matanya membentuk garis lurus.

"Jangan senyum! Jelasin semuanya!" gertak Arkan, membuat perempuan yang ada di seberang meja kerja menghampirinya.

Perempuan itu duduk di pangkuan Arkan membuat laki-laki yang tengah duduk itu kaget. Namun, tidak ada ekspresi atau kata-kata yang keluar dari mulut Arkan untuk menanggapi kekagetan itu. Merasa tidak ada respon yang diinginkan, perempuan itu mengalungkan tangannya pada leher Arkan dan mendekatkan wajahnya pada laki-laki itu, kemudian mencium hidung lelaki di depannya.

Perempuan itu tersenyum senang ketika melihat Arkan yang mengetatkan rahangnya dan mengepalkan tangannya. "Masih mau marah?"

Tidak ada respon lagi membuat perempuan itu mengembuskan napas gusar. Setelah itu beranjak dari pangkuan Arkan. "Arsen mau marah sama Letta? Letta cuma pergi ke sini karena rindu sama Arsen dan tadi Letta cuma lagi males dianterin sama Pak Hamid. Lagi pula kenapa Arsen selalu larang-larang Letta? Letta itu udah dewasa. Bukan anak kecil lagi. Kalau marah terus kayak gini, mending kembaliin Letta sama Ayah Letta aja!" keluh perempuan itu sambil menangis.

Arkan mengembuskan napasnya pelan, menangkup wajah Alletta, dan berucap, "Jangan bilang gitu lagi. Aku udah bilang kalau aku gak akan pernah ngembaliin kamu ke ayah kamu. Hapus air matamu. Aku kayak gini cuma merasa khawatir sama kamu, Sayang. Aku tadi nanyain kamu ke orang rumah, tapi gak ada. Katanya kamu berangkat dari pagi. Kamu ke mana dulu? Kamu ketemu sama Bara? Kamu ketemu siapa? Berangkat sama siapa? Kenapa gak aktif waktu ditelpon? Kamu ...."

Arkan menggantung perkataannya saat Alletta menghapus air matanya dan beranjak dari pangkuan Arkan. Ia berjalan menjauhi lelaki itu menuju pintu keluar. Namun, ia heran kenapa pintunya tidak bisa dibuka dan keheranan itu lenyap saat sebuah tangan memeluk perutnya. Alletta mencoba melepaskan tangan kekar lelaki itu, tetapi tenaganya tidak cukup kuat untuk itu.

Arkan membalikan tubuh kecil Alletta, sehingga mereka saling bertatapan. "Aku minta maaf," ucap Arkan tulus, membuat perempuan yang tengah kesal itu luluh.

"Kenapa aku selalu luluh, sih!" keluhnya sambil memeluk Arkan, suaminya.

Flashback on

"Alletta bangun beberapa jam lalu!" seru Bara di seberang telepon.

"Sial! Kenapa lo baru bilang sama gue sekarang?" tanya Arkan geram, "gue pulang sekarang juga!"

"Di sana bukannya udah larut ...."

Arkan memutuskan sambungan telepon sepihak. Ia bergegas membawa sebuah tas punggung dan memasukan dompet dan paspor ke dalam tas itu. Ia harus segera sampai di Indonesia secepat mungkin. Rasa rindunya sudah sangat besar terhadap gadisnya. Ia sudah menunggu gadisnya membuka mata selama tiga tahun belakangan ini. Arkan saat ini tengah berada di Amerika untuk mencapai gelar sarjananya. Sebenarnya ia sudah menolak untuk kuliah di negeri orang, tetapi ayahnya memaksa. Ia hanya pulang ke Indonesia saat libur semester untuk menjenguk Alletta, hanya menjenguk gadis itu.

Pada tahun kedua Aletta koma, Dokter Sein meminta pihak keluarga untuk melepas semua alat penunjang hidup gadis itu. Keluarganya sudah akan menyerah, tetapi Arkan yang mendengar itu langsung menolak keras semua itu dan mengancam ia akan bunuh diri, jika alat penunjang hidup Alletta dicabut. Alhasil mereka tidak berani untuk melakukan hal berisiko seperti itu. Selama dua tahun belakangan saat menjalani kuliah dan tidak kembali ke indonesia, ia akan menanyakan kabar gadisnya. Arkan bahkan belajar sangat keras agar wisudanya dipercepat.

Arkan mengembuskan napas lega saat kakinya mengicak bandara Jakarta setelah berpuluh-puluh jam berada di udara. Jika boleh mengeluh, ia sekarang merasa pusing karena jetlag. Namun, rasa rindu mengalahkan semuanya. Ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi untuk menemui gadisnya. Bahkan ia rela meninggalkan ujian yang harusnya dilakukan kemarin, saat dirinya berada di pesawat.

*****

Arkan menarik Bara yang tengah menggengam tangan Alletta dengan kasar. Arkan tidak suka ada orang lain yang menyentuh gadisnya.

"Lo jangan pegang-pegang gadis gue!" geramnya.

"Lo apa-apaan, sih? Dia itu adik gue!"

"Adik tiri."

"Tapi, tetep aja itu adik gue!"

"Adik tiri."

Bara menunjuk Arkan kesal. "Lo ...."

Seseorang tertawa membuat kedua laki-laki itu menoleh. Arkan tersenyum dan menghampiri orang yang tertawa itu, Alletta. Ia memegang tangan gadis itu lembut. "Udah baikan?" Suara lembut itu keluar dari mulut Arkan membuat Bara memutar bola matanya, sehingga ia memutuskan untuk keluar dari ruangan itu.

"Hm, Arsen gimana? Sehat?"

"Gue gak pernah merasa sesehat ini, Le."

Alletta tertawa lemah. "Udah inget siapa Letta?"

"Tentu. Lihatlah!" Arkan mengangkat tangan kiri Alletta yang di jarinya tersemat cincin. "Lo tunangan gue. Gue udah janji buat nikahin lo kalau lo bangun."

Alletta membulatkan matanya dan bertanya, "Kapan kita tunangan, Ka?"

"Waktu gue lulus SMA."

Alletta mengerucutkan bibirnya membuat Arkan tertawa. Ia tahu pasti gadisnya akan bersikap merajuk.

"Kita bisa ulang tunangan kita," ucap Arkan lembut membuat Alletta merona malu.

"Sen, Letta belum dewasa. Letta juga belum lulus SMA, kan? Apa Letta harus ngulang belajar?"

"Jangan! Lo mending belajar di rumah, belajar jadi istri baik buat gue." Perkataan Arkan kembali membuat Alletta merona.

"Arsen!"

"Lo udah keliatan sehat, ya? Gue minta maaf karena baru bisa liat lo setelah beberapa hari. Perjalanan ke sini lama."

Alletta menatap lembut ke arah Arkan. "Liat Arsen sekarang aja, Letta udah seneng banget."

Arkan hendak memeluk Alletta, tetapi sebuah tangan menariknyan, membuat laki-laki itu memberontak. "Siapa, sih?" tanyanya, berbalik badan.

Arkan membulatkan mata ketika orang yang menariknya ternyata adalah ayah Alletta, Rio. "Kenapa mau marah pada saya?" tanya Rio, "jangan main peluk anak saya."

Arkan tersenyum, menampilkan deretan giginya. "Kalau gitu, saya minta izin buat nikahin Alletta."

Rio memandang Arkan kaget, kemudian menatap Hana yang ada di sebelahnya. "Anak gadis saya masih kecil, gak ada nikah-nikahan."

"Tapi, Lele udah dua puluh tahun. Udah cukup buat nikah, kan? Lagi pula saya sudah bilang setahun lalu kalau Lele bangun, langsung nikah," protes Arkan.

"Itu dulu. Saya tidak akan membiarkan siapa pun menggantikan posisi saya sebagai laki-laki satu-satunya yang dicintai Alletta," balas Rio.

"Saya gak bisa gantiin posisi Om di mata Lele. Saya mencintai Alletta dan ingin menjaga gadis saya. Om sendiri yang janji bakal izinin saya buat mengikat janji dengan Lele. Kalau Om gak izinin juga saya tidak peduli. Saya akan tetap menikah dengannya. Jangan salahkan saya kalau tidak mengundang Om," ucap Arkan dengan nada geram.

Rio tertawa diikuti Hana, mereka senang mendengar penuturan Arkan. "Awas saja kalau kamu berani nikah tanpa izin saya. Saya hanya bercanda, Kan. Kamu boleh menikah dengan anak saya asalkan menjaganya dengan baik, jangan pernah menyakiti anak saya, dan satu lagi jangan menikah sebelum kamu mendapatkan gelar sarjana. Saya tidak mau anak saya dikasih makan cinta sama kamu."

Flashback off

"Mau makan ice cream?" tanya Arkan, "atau ... mau dimakan aku?"

Alletta memukul pelan dada suaminya. "Mesum!"

"Suruh siapa kamunya gemesin."

💙💙💙💙💙
Maafkan aku kalau endingnya gini

Alurnya kecepatan? Maaf sekali lagi😭😭

Nanti InsyaAllah direvisi (kalau gak malas)

Terima kasih sudah mau baca sejauh ini🙏🙏🙏🙏

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang