EXTRA PART SATU

230 15 9
                                    

Keadaan dapur terlihat seperti kapal pecah. Beberapa peralatan masak tampak berserakan dan ada sebuah piting pecah dengan nasi goreng yang tercecer berantakan. Bau gosong membuat seorang laki-laki yang baru pulang kerja itu menghampiri kompor. Ia berjalan hati-hati ketika melihat minyak dalam wajan tampak meletup. Ia berjongkok dengan tas kantor yang ia letakan di atas kepala dan ketika sudah dekat kompor, ia segera mematikannya.

Arkan mengembuskan napas lega dan segera berdiri. Ia melihat sebuah ikan yang begitu mengenaskan dengan warna hitam pekat. Ia yakin rasa ikan itu pasti sangat pahit. Ah, membayangkannya saja sudah membuat ngeri.

Arkan melangkahkan kaki menuju kamar untuk memastikan sesuatu. Baru saja membuka pintu, tubuhnya langsung diterjang seseoranh. Jika saja ia lemah, pasti ia sudah jatuh dengan kepala yang membentur pintu. Ia menunduk melihat sebuah tubuh mungil yang memeluknya erat.

"Kamu kenapa, Yang?" tanya Arkan.

Wanita yang tadi memeluk Arkan secara tiba-tiba itu langsung mendongak. Mata gadis itu tampak membengkak seperti baru saja menangis. Arkan langsung membopongnya dan kemudian duduk berhadapan di sofa kamar itu.

"Kamu habis nangis lagi? Kenapa?" Arkan kembali bertanya dengan nada lembut agar wanita yang sudah jadi istrinya itu segera menjawab.

Arkan sebenarnya tahu pasti kekacauan yang tadi ia lihat di dapur adalah ulah istrinya. Ia berniat untuk marah pada Alletta. Namun, membayangkan istrinya menangis, ia mengurungkan niatnya.

"Tadi Letta niatnya mau masak," cicitnya, "tapi minyaknya meletup-letup, Letta langsung menjauh. Hampir aja tadi jatuh kalau Letta enggak pegang meja. Letta udah seneng banget karena udah berhasil bikin nasi goreng, tapi kesenggol pas Letta pegangan sama meja. Tangan Letta tadi kena minyak dikit." Alletta menunjukan tangannya yang terkena cipratan minyak panas tadi.

Arkan membulatkan mata ketika melihat banyak bercak kemerahan di tangan Alletta. Ia menatap istrinya dengan pandangan tajam. "Aku udah bilang kalau kamu enggak usah nyentuh dapur! Ayo ke rumah sakit."

Alletta tidak berani membantah perintah suaminya. Jika protes pun, ia yakin tidak akan didengarkan sama sekali. Ketika suaminya memutuskan sesuatu, ia harus patuh. Itulah sifat Arkan yang tidak petnah berubah, bahkan ketika usianya hampir mencapai 27.

Sepanjang perjalanan, Arkan tidak berhenti berbicara untuk mengingatkan Alletta yang selalu membantah ucapannya. Alletta sama sekali tidak mendengarkan ucapan Arkan yang sudah ia hafal di luar kepala, ia malah fokus memainkan ponsel dengan berselancar di instagram. Matanya membulat ketika melihat instastory milik kakaknya yaitu Bara.

"Gila!" umpatnya dengan suara keras.

Arkan yang mendengar itu langsung menghentikan mobilnya. Hal tersebut membuat beberapa pengendara di belakang mereka menggerutu dan protes, tetapi tidak sampai turun dari mobil. Arkan kembali melajukan mobil dan melirik ke arah Alletta yang memegang sabuk pengaman karena kaget.

"Arsen mau bikin Letta celaka? Letta enggak boleh kebentur! Ah, ponsel Letta jadi kebanting ke bawah. Untung enggak rusak," ucap Alletta dengan bibir mengerucut kesal.

"Kamu sendiri tadi ngapain sampai teriak 'gila' ke aku. Kamu enggak suka aku ngomong?" ucap Arkan dan mengangkat tangan ketika Alletta akan membuka suara dan fokus menatap ke depan lagi. "Mau nyangkal kalau kamu enggak salah? Aku cuma khawatir sama kamu, Le. Lagian kamu harusnya mikir aku kerja sampai malem. Kamu harusnya diem aja. Enggak usah ngelakuin apa-apa, biar aku enggak makin capek. Kamu ...." Arkan melirik sebentar ke arah Alletta yang memejamkan mata.

Arkan mengembuskan napas. "Kebiasaan. Kalau aku lagi ngomong, pasti ketiduran. Baru juga beberapa detik dia mau nyela."

*****

Rahasia Rasa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang