pt.22

3.1K 122 6
                                    

Gua sangat berterima kasih sama kalian yang udah mau baca cerita abstrak kaya gini. Sekali lagi makasih buat 6k pembaca dan 237 vote. Banyak yang baca aja udah seneng apalagi ada yang ngevote, guling guling di kasur gua. Makasih banyak kalian semua-🐙(nai)


Kemegahan rumah bercat kuning gading terpampang nyata di mata rasyha. Mereka sudah sampai lima menit yang lalu. Kakinya mulai berjalan setelah dirasa Dimas berdiri di sampingnya dan menggenggam tangannya.

"Assalamualaikum mamah" salam rasyha dan Dimas bersamaan ketika memasuki rumah.

Di ruang tamu begitu banyak dekorasi berwana abu abu yang memang warna kesukaan kakak Dimas.

Mereka sepertinya sangat mempersiapkan acara ini, bahkan sampai dekorasi kecil saja di perhatikan- batin rasyha.

Langkah mereka terhenti ketika mereka melihat meja makan dipenuhi banyak sekali makanan. Semua orang sibuk menata makanan, tak terkecuali mamah Dimas. Kartika sangat gesit berjalan ke sana kemari membawa makanan di tangannya, walau umurnya sudah tak terbilang muda lagi.

"Assalamualaikum mah. Sini aku bantu" tawar rasyha saat sudah berada di dekat sang mertua.

"Ah gak usah ca, mending kamu ke depan tv aja. Lagi banyak sodara yang dateng" kata Kartika dan berlalu mengambil makanan lainnya.

"Yaudah deh"

***

Rasyha POV

Di ruangan ini sangat ramai, ada yang tertawa, mengobrol, bahkan tangisan bayi pun ikut terdengar. Kehangatan keluarga ini membuat ku ikut luluh dan bahagia secara bersamaan. Baru aku merasakan keluarga utuh berkumpul setelah kejadian itu.

Dimas duduk di samping ku. Dia terlihat fokus dengan game nya. Aku yang kesal karena tak di perhatikan pun menepuk lengannya keras.

Plak!

Suara tanganku dan lengan Dimas yang menyatu sangat keras. Beberapa keluarga melihat ke arah ku. Hahaha, aku hanya tersenyum malu.

"Wanjay, raja sakit tabokan lu ca" ringis Dimas pelan tapi terdengar sama menyakitkan.

"Yaudah maap, lagian lu dari tadi maen game mulu. Tapi tunggu dah, itu bahasa tau dari mana?" Tanyaku karena mendengar Dimas berbicara dengan penggunaan kata yang asing buatku.

"Bahasa bedahan" jawab Dimas.

Aku mengernyit, tau dari mana di bedahan pake bahasa itu?

"Kok bisa tau?"

"Makanya kalo maen tuh yang jauh, jangan sama Rika aja. Temen gua banyak yang orang sana, bahkan udah cees banget kita"

Dih, dia bilang aku kurang jauh maennya? Gak tau aja dia aku paling jauh mainnya ya ke rumah dia. Hehehe, beneran aku jarang main.

"Halah, sombong banget jadi orang. Kan gua beberes rumah, mana bisa maen jauh"ucapku membela diri sendiri.

"Iyadeh ngalah aja, yaudah kapan kapan mau gak gua ajak ke Depok, Bogor, pokoknya tempat tempat yang sering gua datengin, keliling Jabodetabek." kata Dimas membuat ku tersenyum senang.

"Mau banget dim, dari kemaren kemaren dong harusnya"

"Heleh"

"Eh iya dim, lu sekarang masih sering main ke tempat temen temen lu?" Tanya ku karena seingat ku Dimas banyak menghabiskan waktu bersama ku.

"Dulu sering, tapi pas setelah nikah aja jadi males pergi pergi" kata Dimas

"Ada macan di rumah jadi takut" gumam Dimas membuat ku bingung ia berbicara apa.

farasyha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang