Semua keluarga besar kak Fariz sedang berkumpul dirumah ibu. Ibu mertuaku yang sudah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri, begitu juga sebaliknya. Ibu mertuaku sangat menyayangi diriku dan menganggapku sebagai anaknya sendiri.
Pernikahan kak Fariz akan dilaksanakan besok. Tetapi, orang yang akan menikah tidak ada dirumah, melainkam berada dikantornya. Sebelum mengambil cuti pernikahan dan bulan madu, kak Fariz masih bekerja. Kemungkinan libur. Aku dan kak Fariz sangat dekat. Aku sudah menganggapnya sebagai kakak kandungku, sama seperti kak Zaki.
Selain itu, ini kali pertama aku melihat Radit. Terakhir kali aku melihat Radit, sebelum aku dan pak Ramdan menikah. Aku tidak tahu di mana Radit ketika kakak sepupunya menikah. Lelaki itu tidak datang dan menghilang secara tiba-tiba. Seperti menghindari sesuatu, entah menghindari aku atau pak Ramdan.
Keluargaku juga datang. Hanya datang, tidak menginap. Walaupun begitu, aku senang sekali mereka semua bisa datang. Aku menghampiri kedua orang tuaku dan memeluk mereka sangat erat. Padahal aku baru saja bertemu mereka dua bulan yang lalu, tapi rasanya aku sangat rindu mereka. Aku pun bergantian memeluk kak Zaki. Senang bisa melihat dia lagi. Saat aku datang dua bulan yang lalu, kak Zaki tidak berada dirumah. Seperti biasa, kak Zaki menginap dirumah ayah kandungnya. Lalu, aku beralih menggendong Fidzah.
"Duh, anak umi. Sebegitu rindunyakah sama kami?" tanya umi sambil tersenyum menggodaku. Abi mengusap kepalaku yang tertutup kerudung. Aku melihat pak Ramdan yang baru datang menghampiri kedua orang tuaku. Pak Ramdan menyalimi punggung tangan kedua orang tuaku.
"Bagaimana kabar kamu, nak?" tanya abi pada pak Ramdan. Aku tersenyum simpul. Kebahagiaan begitu sederhana sekali, bukan? Melihat suami dekat bahkan akrab dengan orang tua sendiri saja sudah membuatku bahagia.
"Alhamdulillah, baik. Abi sehat-sehat saja, kan? Kalau ada perlu apa-apa, hubungi saya saja."
"Alhamdulillah, baik. Terimakasih," kata abi sambil menepuk-nepuk pundak pak Ramdan.
Ibu yang melihat kehadiran kedua orang tuaku dan kak Zaki langsung menghampiri kami. Ibu mempersilakan kedua orang tuaku dan kak Zaki masuk ke dalam dan menyediakan kue juga minuman. Umi memberikan kue-kue yang dibawa dari rumah ke ibu.
***
Author pov.
Sudah hampir pukul sembilan malam. Tetapi, Fariz masih berkutik dengan laptop dan berkas-berkas yang harus dia selesaikan malam ini juga. Tinggal sedikit lagi. Pekerjaannya hampir selesai. Dia harus segera menyelesaikannya hari ini juga. Namun, pikirannya bercampuk aduk dengan hari pernikahannya yang akan berlangsung besok.
Akad, akad, dan akad. Itulah yang dia pikirkan saat ini. Semakin malam, pikirannya semakin memikirkan hari esok. Hari di mana dia akan menikah dengan seorang wanita yang dia cintai.
Pukul 22.00 WIB. Pekerjaannya baru selesai. Di dalam ruangannya, hanya tinggal dirinya dan dua orang karyawan lainnya yang juga berlembur. Fariz pamit pulang dengan teman kerjanya yang satu ruangan dengannya.
Kalau boleh jujur, dia sangat lelah sekali. Matanya yang sayu, sudah menandakan kalau dirinya sudah tidak sanggup untuk membuka mata. Yang dia butuhkan saat ini adalah tempat tidurnya. Fariz sangat ingin segera sampai dirumah dan tidur. Tetapi, sekali lagi, mengingat hari esok, membuat Fariz menjadi semangat dan jantungnya berdebar-debar. Fariz tidak sabar berjumpa dengan esok pagi.
Fariz sudah sampai di parkiran mobil. Parkiran juga sudah nampak sepi. Ada beberapa mobil yang terparkir. Fariz masuk ke dalam mobil, menyetir mobilnya dan meninggalkan parkiran kantornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersanding Denganmu
Spiritual"Sejatinya wanita hanya butuh seorang lelaki yang ketika bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab". Aku tidak menyangka ketika sosok laki-laki yang bertanggung jawab adalah kamu. Iya, kamu. Seorang lelaki yang pernah kudambakan, tapi tidak pernah...