38. Bertemu Rafa dan Sifa

346 15 0
                                    

Saat dihari libur dan sedang tidak ada tugas kuliah. Aku mengunjungi Sifa. Perempuan itu berada dirumah orang tuanya. Sudah sekitar satu bulan. Kini, aku sedang berada dikamar bersama Sifa dan Yumna. Ya, aku mengajak Yumna untuk menemaniku berkunjung kerumah Sifa.

Tubuh Sifa sangatlah kurus. Wajahnya yang ceria, kini terlihat lesu dan tidak bersemangat. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi kepada Sifa. Aku takut salah berbicara. Yang seharusnya aku menghibur, nantinya aku malah membuat Sifa bersedih.

"Sebelumnya, aku minta maaf, Sif. Aku baru mengunjungimu dan memberimu kabar." Itulah kata pertama yang aku ucapkan ke Sifa.

"Kamu pasti sudah tau mengenai aku yang mengalami keguguran dan mengajukan perceraian. Ya, kan?" ucap Sifa. Aku mengangguk. "Kamu tidak ingin bertanya apa alasannya?"

Aku menggeleng. "Aku tidak ingin memaksanya."

"Jadi, seminggu setelah aku mengalami keguguran dan dirawat dirumah sakit. Saat sudah berada dirumah. Handphone Rafa berdering. Ada yang meneleponnya. Kulihat, nomor tidak dikenal tertera dilayar handphone-nya. Awalnya aku tidak angkat. Lalu, nomor itu kembali berbunyi. Aku tidak mengangkat. Kali ketiga, handphone itu berbunyi lagi dan akhirnya aku angkat karena takut ada hal penting. Waktu itu, Rafa sedang pergi ke supermarket dan lupa membawa handphone-nya." Ada jeda sebentar. Sepertinya Sifa sedang mempersiapkan hatinya. Aku dan Yumna terdiam tanpa bertanya, menunggu Sifa melanjutkan ceritanya sendiri.

"Saat aku angkat. Suara wanita terdengar. Aku tidak berani bersuara. Karena setelah wanita itu memberi salam, dia langsung berbicara tanpa membiarkan lawan bicaranya menjawab salam." Sifa kembali menjeda ceritanya. Aku pun berinisiatif mengambilkan kotak tisu yang ada di atas nakas. Tidak jauh dari tempatku duduk. "Wanita itu bilang, kalau dia sedang mengandung anaknya Rafa dan meminta Rafa segera bertanggung jawab. Dan katanya, usia kandungannya sudah memasuki tiga minggu."

"Kamu tidak memberitahu Rafa?" Kali ini aku bersuara.

"Aku tidak bisa memberitahu ataupun membahasnya dengan Rafa. Sama sekali tidak bisa. Kamu tau, Rahma? Hal bodoh yang aku lakukan adalah menunggu Rafa bercerita dan membahasnya sendiri, dari mulutnya sendiri. Tapi, sampai sekarang Rafa tidak mengatakan apa-apa. Justru dia menyalahkan aku. Bahkan Rafa tidak ingin bercerai dari aku."

"Boleh aku bertanya, Sifa?" Yumna yang bertanya. Sifa mengangguk. "Apa orang tuamu tau mengenai Rafa yang ... bisa dikatakan, selingkuh?" tanya Yumna dengan hati-hati.

Sifa menggeleng. "Tidak ada yang tau mengenai alasanku yang menggugat cerai Rafa. Bahkan Rafa tidak tau kalau aku menemui wanita simpanannya itu. Hanya kalian berdua yang mengetahui permasalahanku ini."

"Sifa. Kalau aku boleh kasih saran. Lebih baik kamu bicarakan baik-baik dengan Rafa. Ajak Rafa berbicara lebih dulu. Mungkin saja itu hanya sebuah kesalahpahaman." kataku.

"Jika aku berbicara dengan Rafa dari hati ke hati. Apakah Rafa aku menjawab dengan jujur? Apakah Rafa akan terbuka dengan aku? Atau, apakah Rafa tidak akan menyalahkan aku dan akhirnya bertengkar lebih hebat dari ini?"

"Satu pertanyaan untuk hati kamu, Sif. Apa kamu masih mencintai Rafa?" Yumna bertanya. Sifa terdiam. Alasan keduanya menikah karena saling mencintai.

Ketukan pintu dari luar kamar terdengar. Ibunya Sifa yang mengetuk pintu dan memberitahu kalau ada Rafa di ruang tengah sedang menunggu Sifa. Aku membujuk Sifa untuk mau menemui Rafa, sekali saja. Aku ingin Sifa menyelesaikan masalahnya ketika ada kesempatan.

Setelah lama membujuk. Sifa menyetujuinya dengan syarat Rafa yang menemui Sifa di kamarnya dan aku juga Yumna harus tetap berada dikamar, menemaninya. Alasan Sifa yang ingin Rafa menemuinya di kamar adalah dia tidak ingin kedua orang tuanya mengetahui permasalahannya dengan Rafa.

Bersanding DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang