Aku memandang diriku melalui pantulan cermin yang ukurannya sama besar denganku. Aku sekarang berada dirumah tetangga yang menyewakan baju kebaya dan membuka jasa salon. Aku baru saja mengganti pakaianku dengan kebaya berwarna kuning dengan kain songket berwarna gold.
Aku kembali ke ruang tamu. Duduk di sana bersama ummi. Aku dan ummi sedang menunggu Yumna selesai dirias. Setelah menunggu sekitar sepulu menit, akhirnya sekarang adalah giliranku. Ummi tidak ikut di dandani. Ummi hanya menemaniku dan Yumna saja. Karena ummi menemaniku ke salon, jadi Hafidzah dititipkan ke kak Zaki dan abi. Sambil menungguku, ummi berbincang-bincang dengan Yumna.
Orang tua Yumna tidak sempat mengantar Yumna ke salon karena sedang sibuk mengurusi adik-adik Yumna yang masih kecil. Yumna memiliki tiga adik. Adik yang pertama laki-laki berusia dua belas tahun. Adik keduanya adalah peremuan berusia tujuh tahun. Dan adiknya yang terakhir juga perempuan, berusia tiga tahun.
Mengapa hari ini aku dan Yumna pergi ke salon dan menyewa kebaya? Karena hari ini adalah hari istimewa bagi anak kelas dua belas. Baik disekolahku maupun disekolah lainnya yang satu angkatan denganku. Iya, hari ini adalah hari kelulusan kami. Kami akan diwisuda. Cepat sekali, bukan?
Rasanya baru kemarin aku masuk ke SMA. Memakai seragam putih abu-abu. Rasanya juga baru kemarin aku dan Yumna bersama-sama berhijrah. Dan akhirnya, insya Allah, istiqomah. Pokoknya, semuanya terasa baru kemarin. Tetapi, sekarang aku sudah diwisuda. Semua berlalu begitu saja. Waktu berjalan dengan cepatnya. Meskipun semuanya terdapat sebuah proses dan lika-liku untuk sampai ke hari kelulusan.
"Sudah tahun pak Ramdan pergi. Tidak ada kabar? Apa Radit tidak memberitahumu?" Tiba-tiba Yumna sudah duduk di bangku yang ada di samping bangku yang saat ini sedang kududuki.
"Ada ummi?" tanyaku.
"Sedang menerima telepon di luar."
"Oohh ...."
"Jadi kepingin cepat-cepat melihat Radit," kata Yumna sambil menyengir kuda.
"Ingat, jaga pandangan." kataku.
"Iya," jawabnya singkat. Tidak membantah. "Kamu dapat kabar tentang pak Ramdan? Sudah setahun lho, Ma."
"Memang aku siapanya pak Ramdan sampai harus diberi kabar, Na?"
"Serius, deh. Kamu itu suka atau tidak sih, dengan beliau?" tanya Yumna bingung.
"Kenapa?"
"Kamu terlihat biasa-biasa saja. Biasanya orang jatuh cinta tuh, sampai ngebucin."
"Memangnya aku itu kamu? Kalau kamu sih, mungkin iya ngebucin," kataku sambil tersenyum geli.
Kak Ina sudah selesai mendadaniku. Sekarang kak Ina sedang memakaikan aku kerudung. Kak Ina akan memodelkan kerudunganku seperti Yumna. Hanya saja, warna kerudungan kami yang berbeda.
"Yee ... mana ada aku ngebucin, Ma?" elak Yumna.
"Itu, Radit. Apa-apa Radit," jawabku.
"Enggak, ihh."
Kak Ina yang sedang merias diriku hanya tersenyum mendengar percakapan kami berdua. Kak Ina tidak ikut menimbrung percakapan kami berdua.
***
Selesai acara wisuda. Kami diberikan waktu untuk sesi pengambilan foto oleh fotographer. Sekolah sengaja menyewa jasa fotographer untuk mengambil foto-foto siswanya yang bersama dengan keluarganya masing-masing.
Selesai foto bersama keluarga masing-masing. Teman-teman sekelasku mengajak foto selfie dengan handphone-nya. Setelah selesai, aku mengajak Yumna untuk foto berdua saja. Aku meminta tolong kak Zaki untuk mengambil fotoku dengan Yumna berdua menggunakan kamera yang dibawa kak Zaki. Ini kedua kalinya aku foto berdua dengan Yumna dengan keadaan formal. Biasanya hanya selfie menggunakan handphone.
Dihari istimewa ini. Kak Zaki sengaja membawa kamera pribadi miliknya. Kamera dengan harga yang cukup mahal yang sekarang dia bawa adalah kamera kesayangannya. Dia membeli kamera tersebut sewaktu SMA dan membelinya dengan uang hasil tabungannya sendiri selama dua tahun.
"Angelnya yang bagus, kak. Tunjukin kalau kak Zaki itu fotographer profesional, bukan amatiran." Aku meledeknya. Dia hanya mengangguk dan menjawabnya singkat, "iya."
"Satu ... dua ... tiga ... oke," kak Zaki selesai mengambil fotoku dengan Yumna lalu diperlihatkan padaku dan Yumna.
"Bagus, kak. Lagi dong," kata Yumna yang sepertinya ketagihan. Kak Zaki mengangguk, lalu menyuruh kami untuk berpose. Kami berdua berpose dengan sederhana, tidak berlebihan. Kami hanya melakukan gaya candid.
Kak Zaki memperlihatkannya lagi hasilnya. "Bagus. Kak Zaki kayak fotographer profesional. Kenapa nggak buka usaha aja, kak?" usul Yumna.
Kak Zaki menggeleng. "Ini hanya sebuah hobi. Sampingan saja buat refreshing dari kerjaan kantor yang numpuk banget," jelasnya. Aku tersenyum melihat keduanya akrab. Entah mengapa senang saja melihatnya.
"Foto bertiga, yuk?" Ajakku ke kak Zaki dan Yumna. Aku menarik lengan keduanya ke tukang fotographer yang disewa pihak sekolah. Untuk berfoto lagi, kami disuruh membayarnya. Aku tidak masalah, yang penting bisa berfoto bertiga.
Baru saja aku ingin membayarnya. Kak Zaki sudah membayarnya. Aku tersenyum senang. Kemudian, kami disuruh bersiap-siap berpose. Kak Zaki berdiri diantara aku dan Yumna. Aku menggandeng lengan kak Zaki. Sedangkan Yumna hanya tersenyum di depan kamera. Karena bukan mahramnya jika ingin bergandeng tangan.
***
"Rahma," Suara seorang laki-laki memanggilku. Aku yang sedang berjalan bersama keluargaku menuju parkiran akhirnya menghentikan langkahku. Aku menoleh ke sumber suara.
"Radit. Ada apa?" Aku menunggu Radit yang sedang berjalan menghampiriku. "Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan," katanya setelah berada tepat satu meter di hadapanku.
"Apa?"
"Kamu kuliah atau bekerja?" tanyanya. Aku mengernyit keheranan. Mengapa tiba-tiba?
"Insya Allah, aku kuliah. Ada apa?"
"Di mana?"
"Di Jakarta," jawabku.
"Oke. Makasih, ya? Assalamu'alaikum," kata Radit sebelum berlalu pergi. Dia pun pergi tanpa menjawab pertanyaanku.
Apa maksudnya yang tiba-tiba bertanya aku kuliah atau tidak? Aku menggeleng-geleng heran. Setelah itu, aku pergi menyusul keluargaku yang sudah berada diparkiran.
Setelah aku sampai diparkiran. Suara denting handphone-ku berbunyi. Ada notifikasi pesan whatsapp masuk. Aku mengeluarkan handphone-ku dari dalam tas dan melihat siapa yang mengirimku pesan WA.
Radit?
Kubuka pesan pribadi dari Radit.
Raditya
Assalamu'alaikum. Rahma, paman menyuruh saya untuk bertanya kamu kuliah atau tidak dan dmn.
Maaf saya beritahu di WA.
Keadaan paman di Brunei baik-baik saja. Katanya, dy akan segera pulang. Tpi saya tdk tahu kpn tepatnya dy ke Indo.
Knp kamu memberitahu aku?
Saya hanya menyampaikan amanah dri paman.
Lalu. Katanya, happy graduation.
Terimakasih.
Aku menutup aplikasi whatsapp-ku dan mematikan layar handphone-ku karena abi sudah memanggilku dan menyuruhku supaya cepat masuk ke dalam mobil. Karena Hafidzah sudah menangis. Perasaan tadi Fidzah nggak nangis, deh. Tapi, ini sudah menangis. Efek mengantuk mungkin. Aku pun berlari kecil ke mobil dan segera masuk ke dalam. Tidak lupa aku menutup pintu mobilnya lagi. Abi pun melajukan mobilnya ke luar dari parkiran menuju jalan raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersanding Denganmu
Spiritual"Sejatinya wanita hanya butuh seorang lelaki yang ketika bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab". Aku tidak menyangka ketika sosok laki-laki yang bertanggung jawab adalah kamu. Iya, kamu. Seorang lelaki yang pernah kudambakan, tapi tidak pernah...