Seperti wanita lain pada umumnya, ketika hari H menuju pernikahan, para wanita akan merasa gugup. Begitu juga dengan aku. Meskipun di dalam kamarku sudah ada Yumna, sahabatku yang setia menemaniku. Tetap saja, rasa gugup itu menyelimuti diriku.
Aku sudah selesai didandani oleh penata rias pengantin, sekarang aku tinggal memakai baju pengantin saja. Yumna yang biasanya wajahnya polos, tidak berdandan. Kini Yumna juga berdandan. Perempuan itu terlihat sangat cantik.
Yumna berdecak kagum ketika melihat aku sudah memakai baju pengantinku. Bajunya sederhana, namun terlihat elegan. Setelah itu, penata rias kembali meriasku. Kali ini, penata rias memakaikan kerudung berwarna putih yang senada dengan bajunya.
"Aku yakin, pak Ramdan pasti tidak akan pernah memalingkan pandangannya dari kamu. Kamu terlihat cantik sekali, Rahma," ujar Yumna yang membuat pipiku bersemu merah.
"Ayolah, jangan meledekku," kataku. Yumna tersenyum.
Kedua orang tuaku, Hafidzah, dan kak Zaki sudah menunggu di bawah. Mereka semua sudah siap dan sudah rapih. Aku menuruni satu per satu anak tangga dengan pelan-pelan sambil dibantu Yumna. Kedua orang tuaku dan kak Zaki berdecak kagum. Mereka memujiku dan memggodaku. Mau tidak mau pipiku merona merah seperti buah tomat.
Acara akad nikahku diadakan di masjid yang tidak jauh dari perumahanku. Aku dengar kabar dari Yumna, bahwa pak Ramdan beserta rombongannya sudah berada dimasjid, menunggu kehadiranku juga keluargaku. Detak jantungku semakin berdegup kencang tak keruan. Aku gugup sekaligus senang.
***
Aku duduk bersanding dengan pak Ramdan di hadapan penghulu, saksi nikah, dan para tamu undangan. Di sinilah aku dan pak Ramdan akan menjadi sebuah kata 'kita'. Meskipun awalnya pernikahan ini bukanlah sebuah rencana dari kita, melainkan rencana dari Allah, aku berharap pak Ramdan akan selalu setia sampai ajal menjemput salah satu dari kita berdua. Apapun kondisi yang nanti kita akan hadapi, aku berharap semoga kita bisa menghadapinya bersama-sama.
Acara akad dimulai. Penghulu memulainya dengan basmalah, sepatah kata sambutan, dan juga doa-doa. Setelah itu, wali nikahku, yaitu ayahku. Ayahku mengucapkan kalimat ijab qabul yang nantinya akan diterima ucapannya oleh pak Ramdan. Dengan satu tarikan nafas, pak Ramdan berhasil mengucapkannya dengan jelas dan lantang.
"Bagaimana? Sah?" Pak penghulu bertanya. Saksi nikah mengucapkan kata "sah", dan semua orang yang ada di dalam masjid ikut mengatakan "sah". Pak Ramdan mengucapkan hamdalah. Begitu juga dengan aku, pak penghulu, ayahku, juga saksi nikah.
Lalu, pak Ramdan memasangkan sebuah cincin tanda cinta dijari manisku, begitupula dengan aku yang memasangkan sebuah cincin tanda cinta dijari manisnya. Aku berharap, pak Ramdan tidak akan pernah melepaskannya. Janji suci sudah diikrarkan dihadapan semua orang, termasuk orang tua kita masing-masing.
Aku mencium punggung tangan kanan pak Ramdan, menyaliminya. Sedangkan tangan pak Ramdan yang sebelah kiri membelai kepalaku yang memakai hijab dan pak Ramdan merapalkan sebuah doa untukku, lalu dia mencium keningku. Aku tersipu malu dan aku pun tersenyum ketika pak Ramdan menatap kedua mataku. Aku membalas tatapan pak Ramdan, aku tidak menyangka kalau aku akan menikah dengan guru ngajiku sendiri.
Selesai dari itu semua. Aku melihat kedua orang tuaku menangis bahagia untuk kami berdua. Begitu juga dengan orang tuanya pak Ramdan.
Lantunan surat Ar-Rahman yang langsung dibacakan oleh pak Ramdan sebagai mahar, yang dilakukan sebelum ijab qabul. Masih terngiang-ngiang dipikiranku. Suara pak Ramdan terdengar sangat merdu sekali sehingga membuat semua yang berada di dalam masjid, termasuk aku. Menikmati keindahan suara pak Ramdan dan keindahan surat Ar-Rahman. Membuat aku, dan beberapa orang di sana, mau tidak mau menitikkan air mata.
Pak Ramdan tidak memgetahui kalau aku sudah menyukainya sejak lama. Awalnya aku hanya mengagumi sosok pak Ramdan. Dan aku tidak pernah membayangkan atau berharap kalau nantinya pak Ramdanlah yang akan menjadi imamku dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang.
Aku tidak akan pernah bisa mengatakan "uhibukka fillah" secara langsung pada pak Ramdan. Cukup aku dan Allah saja yang tahu tentang perasaanku terhadap pak Ramdan yang sudah resmi menjadi suami sahku.
Aku sangat bersyukur bahwa pak Ramdan yang telah menjadi pendamping hidupku. Menjadi imamku. Aku sangat berterimakasih pada pak Ramdan yang sudah menerima diriku yang penuh dengan segala kekurangan yang aku miliki dan masa lalu yang begitu kelam. Masa lalu yang diketahui juga oleh pak Ramdan beserta keluarga.
Kehidupan rumah tanggaku yang sesungguhnya pun akan dimulai setelah acara akad dan resepsi pernikahanku selesai. Aku tidak tahu ada rintangan atau cobaan apa lagi yang nantinya akan aku hadapi bersama pak Ramdan. Entah nanti aku bisa menghadapinya dengan tegar atau tidak. Yang pasti, aku akan bertawakal dan berusaha untuk ikhlas, nantinya. Aku percaya, Allah akan bersama orang-orang yang sabar. Aku juga percaya kalau pak Ramdan bisa menyelesaikan masalah dengan bijak, tanpa menyakiti perasaan siapapun.
***
Note: assalamu'alaikum, teman-teman. Aku memutuskan, Bersanding Denganmu tidak ada season 2-nya. Jadi, setelah parti ini, aku langsung menulis kisah kehidupan rumah tangga Rahma dan Ramdan.
Dengan singkat kata, untuk part selanjutnya, kita akan memasuki kehidupan rumah tangga Rahma dan Ramdan.
Terimakasih atas apresiasi kalian :) jangan lupa untuk selalu bersyukur, dan jaga kesehatan kalian ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersanding Denganmu
Tâm linh"Sejatinya wanita hanya butuh seorang lelaki yang ketika bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab". Aku tidak menyangka ketika sosok laki-laki yang bertanggung jawab adalah kamu. Iya, kamu. Seorang lelaki yang pernah kudambakan, tapi tidak pernah...