Aku segera menguncir rambutku dengan asal, lalu memakaikannya dengan topi. Kemudian, aku melemparkan tasku secara asal, entah tasku mendarat di meja atau di bawah lantai. Aku sudah telat mengikuti upacara bendera hari Senin. Aku berharap tidak ketahuan oleh guru pengawas. Aku tidak mau kena hukuman dihari pertama masuk sekolah di kelas 11. Kalau sampai aku dihukum, bisa malu aku karena ada siswa baru, dan siswa lainnya, terutama teman-teman kelasku.
Aku masuk ke dalam barisan putri kelas 11. Aku masuk ke dalam barisan secara gamblang. Aku kelas 11 IPA, tetapi aku masuk ke dalam barisan kelas 11 IPS, sehingga mereka melihatku dengan tatapan heran dan seakan-akan menyiratkan, "ngapain Lo di sini? Kan, lo bukan kelasan ini".
"Rahma." Suara itu membuatku celingak-celinguk mencari sumber suara yang memanggilku. Sampai aku melihat seorang perempuan yang satu tahun sudah kukenal. Dia melambaikan tangan ke arahku. Aku pun membalas lambaiannya.
"Sini. Lo ngapain di situ?" Yumna menyuruhku untuk segera pindah barisan sebelum ketahuan pak Yatno. Aku pun berlari menghampiri Yumna dan berdiri di sebelahnya. Dia sengaja mengisi barisan untuk diriku. Teman yang sangat baik.
"Gue kesiangan. Kata mama, gue kebo. Emang, iya? Soalnya gue udah dibangunin masih aja meliuk-liuk minta tambahan tidur lima menit."
"Iya, kan emang lo kebo. Baru tau?"
"Yee ... rese."
"Terus, kok, lo bisa bangun?" Yumna bertanya heran. Aku juga bingung, mengapa pada akhirnya aku bisa bangun juga meskipun sudah telat?
Pak Yatno berdehem terlebih dulu sebelum aku menjawab pertanyaan Yumna. Upacara sudah dimulai. Semua siswa langsung terdiam mengikuti upacara bendera dengan khidmat. Walaupun begitu, bagi siswa yang sedikit bermasalah atau benar-benar bermasalah yang selalu datang ke ruang BP masih saja mengobrol. Bahkan menjahili temannya.
Matahari semakin lama semakin ke bagian tengah-tengah langit. Berada di atas kepala. Terik sinar matahari begitu menyengat kulit sehingga semua siswa mengeluh kepanasan. Aku mengipasi wajahku dengan tanganku. Kakiku sudah terasa sangat pegal ingin segera duduk.
Pak kepala sekolah memberi amanat begitu lama. Lima belas menit telah berlalu. Akan tetapi, pak kepala sekolah masih saja berbicara banyak hal seperti tentang kedisiplinan, peraturan yang harus dipatuhi di sekolah, dan memberikan beberapa arahan untuk siswa baru.
"Kenapa,.sih, setiap kepala sekolah baik itu pak ataupun ibu, pasti lama banget kalo kasih amanat? Dia balas dendam kali, ya? Dulu pas dia masih sekolah dikasih amanat sampe lama banget?" oceh Yumna. Aku tidak begitu menanggapi karena aku sudah lelah.
"Sumpah. Gue kepengin jongkok saat ini juga," kataku. Tetapi, aku tidak berjongkok. Atau nanti aku akan kena teguran ataupun sindiran dari pak Yatno.
"Gimana kalo kita kabur?" Yumna memberi saran. Tapi, aku tidak yakin atas sarannya tersebut. Bagaimana mau kabur dari upacara kalau guru sedang mengawasi? Senakal-nakalnya aku, aku tidak akan berani lari dari upacara terlebih lagi upacara sebentar lagi akan selesai. Terkecuali, dari awal persiapan upacara.
"Lo aja sana, kalo mau kena hukuman dari pak Yatno. Kalo gue, sih, enggak mau. Udah capek, tambah capek. Malesin banget," kataku.
***
Aku mencoret-coret buku tulisku dibagian belakangnya. Semua nama artis Korea yang terpikirkan aku tulis di sana. Padahal saat itu, sedang ada guru di kelas. Beliau sedang menjelaskan rumus-rumus matematika yang sama sekali membosankan.
Selain itu, kami habis melakukan upacara tadi pagi. Hanya diberikan waktu lima menit untuk istirahat setelah upacara. Sedangkan otak masih dalam keadaan panas, kaki masih terasa pegal, dan timbul lah rasa haus juga letih sehingga membuat hampir semua teman-temanku mengantuk. Termasuk aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersanding Denganmu
Espiritual"Sejatinya wanita hanya butuh seorang lelaki yang ketika bertatap dengannya ada rasa tanggung jawab". Aku tidak menyangka ketika sosok laki-laki yang bertanggung jawab adalah kamu. Iya, kamu. Seorang lelaki yang pernah kudambakan, tapi tidak pernah...