43. Tidak Rumit

462 29 5
                                    

Satu minggu berlalu. Minggu pukul 10.00 WIB, bu Arum mengajakku pergi ke taman. Aku tidak bertanya dan juga tidak menolak. Aku menurut saja. Sesampainya ditaman, bu Arum membelikan aku semangkuk ice cream yang terdiri empat rasa. Ada rasa mangga, strawberry, vanilla, cokelat, dan anggur. Bu Arum juga membeli ice cream dengan rasa empat rasa yang sama seperti aku. Setelah itu, bu Arum mengajakku duduk dibangku taman. Untung saja ada bangku yang tersisa untuk kami berdua duduki.

Aku terdiam sambil menikmati ice cream yang dibelikan oleh bu Arum. Bu Arum juga terdiam sambil menikmati ice creamnya dan menikmati pemandangan yang ada ditaman. Jujur, aku merasa sedikit canggung dengannya. Aku melihat kearah bu Arum. Bu Arum terlihat cantik meskipun hanya dilihat dari sisi samping saja.

Saat aku sedang melihatnya, bu Arum menoleh kearahku. Aku segera mengalihkan wajahku. "Bagaimana es krimnya, kamu suka?" tanyanya. Aku mengangguk. "Aku ngajak kamu ke taman karena ada yang ingin aku bicarakan."

Aku menoleh. "Apa? Kenapa nggak dirumah aja?" tanyaku. Nada bicaraku santai, tidak sewot, dan tidak sinis.

"Aku tidak ingin Fahri mendengar percakapakan kita. Karena aku akan membicarakan tentang Fahri sama kamu. Ada yang perlu kamu ketahui, Rahma."

Aku menatap lurus ke depan dan memakan ice creamku lagi. Aku menunggu sekaligus membiarkan bu Arum berbicara. Karena dia kan yang ingin berbicara padaku, bukan aku. Dan ini menjadi kali pertamanya bu Arum dan aku berbicara secara empat mata, terlebih lagi pembicaraan ini ada hubungannya dengan pak Ramdan.

Dari ekor mataku. Bu Arum menatap ke pemandangan yang ada di depannya, bukan lagi menatapku.

"Jujur. Aku kaget mendengar kamu mengatakan akan pergi, waktu itu." katanya memulai bercerita. "Rahma, kita sama-sama perempuan. Jadi, aku mengerti bagaimana perasaan kamu. Aku juga tau kamu cemburu dan tidak menyukai aku. Tapi, Rahma. Ada satu hal yang tidak aku mengerti dari kamu. Kenapa kamu menerima permintaan Fariz pada hari itu?" Bu Arum kembali menatap kearahku.

Aku memakan ice creamku dengan tenang. Aku mengangkat bahuku acuh. Aku sendiri tidak tahu alasannya. Jika aku diposisi bu Arum, aku juga pasti akan bertanya-tanya. Terlebih lagi, aku tidak menyukainya.

"Padahal, kamu tau sendiri bagaimana konsekuensinya." kata bu Arum lagi. Betul, aku tahu sekali bagaimana konsekuensi yang aku terima pada saat pertama kali aku menerima permintaan kak Fariz. Aku yang tersakiti. Aku terus merasakan sesak dan sakit hati hingga sekarang.

"Rahma, kamu pasti merasa kalau kamu adalah salah satu pihak yang paling tersakiti." kata bu Arum. Dia menatap lurus ke depan, lalu memakan ice creamnya yang mulai mencair. Kemudian dia berkata, "Kamu salah, Rahma. Bukan hanya kamu yang merasa paling tersakiti. Tapi, aku dan Fahri juga merasakan yang sama, Rahma." Aku menatap kearah bu Arum, sedangkan bu Arum masih menatap lurus ke depan. Bu Arum tersenyum kecut.

"Pasti kamu mengira saya mencintai Fahri, bukan?" Bu Arum menatap kearahku. Mata kami saling bertemu. Tidak butuh lama, aku segera memutuskan kontak mata dengannya. "Awalnya, aku memang menyukai Fahri. Namun, setelah Fahri memutuskan untuk menikahi kamu dan lebih memilih kamu. Aku menyerah dan merelakan Fahri bersama kamu, wanita yang dicintai Fahri. Lalu, Fariz datang menghibur aku dan perlahan aku mulai menyukai Fariz. Fariz mungkin tidak tau kalau aku mulai menaruh hati padanya. Yang Fariz tau pasti aku masih mencintai Fahri." Bu Arum tertawa hambar.

"Kak Fariz sangat mencintai bu Arum," kataku sambil menatapnya. Setelah beberapa menit terdiam, aku angkat bicara. Bu Arum mengangguk. "Aku tau," katanya sambil tersenyum.

"Aku hamil. Bayi yang ada di dalam kandunganku adalah anak dari Fahri. Jujur, aku nggak menyangka akan hamil anaknya Fahri. Anggap saja ini suatu anugerah. Ada dua sisi yang aku rasakan sejak aku hamil. Sisi senang dan sisi sedih. Aku senang karena dikasih kepercayaan oleh Allah untuk menjadi seorang ibu, dan aku sedih ketika mengingat kamu Rahma. Aku sedih karena merasa telah mengkhianati kamu yang sudah berbaik hati membiarkan aku menjadi bagian anggota keluarga."

Saat bu Arum mengatakan hal itu, mengapa hatiku terasa sakit sekali? Aku merasakan sebuah hantaman yang begitu keras dihati dan dipikiranku. Jadi, selama ini bu Arum memikirkan diriku dan perasaanku. Setelah mengetahui isi hati bu Arum, aku jadi merasa bersalah padanya. Seharusnya aku tidak memikirkan diriku saja. Seharusnya aku tidak merasa kalau hanya aku seorang yang merasa tersakiti dan tersiksa oleh keadaan.

"Saat itu, saat Rahma menerima permintaan kak Fariz. Rahma tidak memiliki alasan khusus. Rahma hanya menerima tanpa berpikir panjang. Karena saat itu, waktu yang tersisa tinggallah sedikit dan Rahma harus segera memutuskan."

"Pasti sulit," bu Arum menyahuti perkataanku. Aku mengangguk. "Rahma, terimakasih sudah menerima aku sebagai anggota keluarga dan menerimaku sebagai istri kedua Fahri. Tapi, Rahma. Kamu jangan khawatir. Setelah aku melahirkan bayi yang ada dikandunganku ini, aku akan pergi. Jadi, kamu jangan pergi. Aku yang akan pergi. Aku sudah membicarakan hal ini ke Fahri dan ini merupakan keputusan bulatku. Aku berharap kamu bisa menerima keputusanku dan semoga aku tidak berubah pikiran." katanya.

"Kamu mau berjanji, Rahma?" tanyanya.

"Apa?"

"Janji kamu akan menjaga anakku untukku. Merawat dan mengurusnya seperti anak kandungmu sendiri, kamu mau berjanji?" Aku terdiam. "Janji, ya?" katanya. "Fahri mencintai kamu, Rahma. Jangan pernah meragukan cinta Fahri. Jangan pernah mengecewakan Fahri dengan sikap kamu yang seperti ini Rahma. Jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari, Rahma. Aku mohon."

"Memangnya sikapku yang sekarang kayak gimana?" tanyaku penasaran.

"Sikap kamu itu menunjukkan keraguan terhadap Fahri. Asal kamu tau saja, Rahma. Setiap malam, setiap tidak ada kamu. Fahri selalu bercerita tentang kamu yang terus menanyakan alasannya menikahi kamu." kata bu Arum memberitahu. "Pasti kamu tidak tau, kan? Tanpa sengaja, kamu meragukannya. Tapi, Fahri tidak pernah marah sama kamu. Karena Fahri memakluminya."

Aku menatap manik mata bu Arum dengan lekat. Mencari kebohongan yang ada di mata bu Arum. Namun, yang ada adalah kejujuran. Bu Arum berkata yang sejujurnya. Tidak ada kebohongan ataupun pembicaraan yang mengada-ada. Semua yang dikatakan bu Arum sesuai apa adanya.

Aku memalingkan wajahku dari bu Arum. Segurat kesedihan yang ada diwajahku pasti terlihat dimata bu Arum. Aku tidak ingin dia melihatnya.

"Fahri juga merasa tersakiti. Terutama saat pertama kali kamu mengambil sebuah keputusan yang sangat amat berat. Keputusan yang diambil dalam waktu singkat. Dan sekarang, kamu bersikap seperti itu padanya. Fahri merasa sedih sekaligus merasa bersalah dan dia tidak bisa berbuat apa-apa karena aku. Saat ini, aku sangat membutuhkan Fahri. Maaf aku telah menyita banyak waktu Fahri hanya untuk mengurusku, jadi kamu terabaikan. Maafin aku, Rahma. Yang perlu kamu ketahui sekarang adalah Fahri butuh kamu, Rahmadanti. Bukan Arum. Fahri mencintai Rahmadanti. Bukan Arum. Oke?" kata bu Arum sambil memegang bahuku.

Dalam sekejap, bahuku bergetar. Aku menangis. Aku ataupun bu Arum sudah tidak peduli pada ice cream yang sudah mencair di mangkuk. Bu Arum menaruh mangkuknya di sampingnya, dia pun memelukku. Saat bu Arum memelukku, tangisku pecah. Aku sangat merasa bersalah pada pak Ramdan. Nyatanya, ini tidak rumit seperti yang aku kira. Pada awalnya, hubunganku dengan pak Ramdan memang tidak begitu rumit. Tapi, akulah yang membuat semua ini menjadi rumit.

"Kamu akan segera tau alasan Fahri menikahimu waktu itu, Rahma. Fahri akan mengatakannya sendiri tanpa kamu bertanya. Tapi, enggak sekarang, nanti nunggu waktu yang tepat. Jadi, kamu harus bersabar Rahma. Karena kamu sudah mengetahui yang memang harus kamu ketahui, bersikaplah seperti Rahma yang sebelumnya."

***

A/N: aku kasih bonus part karena sudah lama tidak update. Aku mah memang begitu. Sekalinya up, pasti gatel pengen up lagi. Ngalir gitu aja ceritanya ... hehe ...

Aku juga mau ucapkan terimakasih yang sudah menambahkan Bersanding Denganmu ke dalam reading list ^_^ tetap stay dikisah Rahma dan Ramdan hingga ending, ya :)

Jaga kesehatan, tetap dirumah aja. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan ... minal aidin wal faidzin 🙏 semoga amal ibadah kita selama di bulan puasa diterima oleh Allah SWT., dan semoga kita selalu di dalam lindungan-Nya. Aamiin ...

Salam sayang dari Rahma dan Ramdan ❤

Bersanding DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang