23. Bantuan dari Ergi.

3.7K 599 48
                                    

"Tunggu aku Marsha, permainan yang sebenarnya akan segera di mulai. Aku akan menunjukkan padamu, arti sebenarnya dari sebuah permainan."

_10519192531_

Malam ini Marsha berdiri di balkon kamarnya. Membiarkan hembusan angin malam menyapu wajahnya, menerbangkan helaian surai arangnya. Kedua onyx tersebut menatap 2 post it di tangannya secara bergantian, memaksa otaknya berpikir siapakah dalang dibalik kejadian ini. Namun hasilnya nihil, Marsha tidak bisa menebak dengan pasti siapa orang tersebut.

Haruskah Marsha menemui dia untuk membantunya menemukan orang ini?

Baiklah, lagipula Marsha sudah membulatkan tekatnya. Ia lantas menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja belajar lalu dengan mantap melangkahkan kakinya keluar, berjalan dengan tergesa menuju kamar sebelah. Tangan kanannya terangkat mengetuk pintu jati di depannya dengan brutal, membuat orang yang ada di dalamnya terganggu karena suara bising yang ia sebabkan.

Dengan kasar pintu jati tersebut terbuka, dan terlihatlah sosok si pemilik kamar yang tengah menatap kesal ke arah Marsha.

"Apa sih lo dek? Malam-malam bikin ribut aja, ganggu banget tahu nggak?"

Ergi.

Satu-satunya orang yang Marsha butuhkan untuk membantunya menemukan si peneror adalah Ergi, kakaknya.

"Gue butuh bantuan lo, kak."

Melihat raut sendu yang terpantri di wajah adiknya membuat Ergi mengerutkan dahinya samar. Tanpa berkata apapun ia memiringkan tubuhnya, memberikan sedikit cela agar sang adik bisa masuk ke dalam kamarnya.

Ergi mendudukkan diri dengan nyaman di atas kasur, sedangkan Marsha masih setia berdiri di samping meja belajarnya dengan kepala yang menunduk, membuat Ergi kebingungan melihat tingkah aneh adiknya.

"Mau minta bantuan apa?"

Marsha mendongakkan wajahnya, dengan ragu ia melangkah kaki menghampiri kakaknya lalu menyerahkan 2 buah post it dan ponsel di tangannya pada Ergi.

"Maksudnya apa?" tanya Ergi dengan raut wajah bingung.

"Gue... Dapat teror."

Seolah petir menyambar tepat diatas kepalanya, Ergi segera mengambil kedua barang yang Marsha sodorkan padanya. Membaca sejenak, lalu kembali menatap ke arah adiknya yang entah sejak kapan telah duduk di sampingnya.

"Lo serius?" tanya Ergi yang dibalas anggukan kecil oleh Marsha.

"Udah berapa lama lo dapatin ini semua?" tanya Ergi sambil meletakkan post it dan ponsel adiknya di atas kasur. Marsha terlihat mengingat-ingat kapan tepatnya ia mendapatkan teror untuk pertama kalinya.

"Seminggu yang lalu?"

Ergi lantas menatap tajam sang adik mendengarnya, sedangkan Marsha langsung menundukkan kepalanya dalam seolah-olah menghindari tatapan tajam yang Ergi berikan.

"Dan lo baru kasih tau gue sekarang?!"

Marsha memejamkan matanya erat-erat saat Ergi menaikkan satu oktaf suaranya.

"Maaf," cicit Marsha, bahkan sekarang ia merasa seperti kelinci kecil yang hendak dimangsa oleh singa. Dia ketakutan, siapapun tolong Marsha sekarang!

"Tadinya gue kira cuma orang iseng," lanjut Marsha.

Ergi membuang napasnya kasar, tentu saja ia berusaha menahan emosinya, ia tidak mau meledak di depan Marsha hingga membuat sang adik ketakutan karenanya. Ergi benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran adiknya, bagaimana bisa ia menyembunyikan hal seperti ini darinya selama satu minggu.

JUST D [Who Are You?] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang