Jessyca menolehkan kepalanya ketika mendengar pintu aula dibuka, sebuah senyum manis terbit di bibirnya kala seorang gadis yang sangat dikenalnya tengah berjalan menghampirinya.
"Kenapa? Lo butuh bantuan gue lagi?" tanya gadis tersebut tanpa basa-basi.
"Nggak kok, lagian gue udah nyerah," ujar Jessyca yang dibalas pandangan bertanya oleh si lawan bicara.
"Gue sekarang tinggal di rumah Marsha," lanjut Jessyca.
"Oh ya? Bagus dong kalau gitu," kata gadis tersebut sembari mengacak pelan rambut Jessyca, membuat sang empu mengerang pelan namun tetap tak melunturkan senyum manis di bibirnya.
"Akhirnya senyum lo balik juga."
Jessyca mengangguk pelan mendengarnya, ia membenarkan perkataan gadis di sampingnya. Rasanya memang sudah lama sekali ia tidak tersenyum selebar ini.
"Harusnya dari dulu gue dengerin perkataan lo, jadi gue bisa ngerasain kebahagiaan ini lebih cepat." Jessyca memeluk pinggang gadis di sampingnya yang dibalas oleh dengusan kecil oleh si lawan bicara.
"Gue bilang juga apa, lo nya aja yang susah dibilangin."
Gadis tersebut mendorong pelan kepala Jessyca, namun bukanya marah Jessyca malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Stella," panggil Jessyca membuat si pemilik nama menatap dengan pandangan bertanya kearahnya.
"Iya?"
"Sorry ya, karena udah bawa lo masuk ke dalam masalah gue. Dan juga, makasih karena udah bantu gue selama ini," tutur Jessyca.
Walaupun sedikit mengejutkan, faktanya Jessyca dan Stella adalah teman kecil. Stella dulu adalah tetangga depan rumahnya sekaligus teman bermainnya, dia adalah satu-satunya orang yang menjadi tempatnya untuk bercerita, dia selalu mendukung Jessyca entah dalam hal baik atau buruk sekalipun, dia selalu membantunya. Bisa dikatakan jika Stella adalah satu-satunya orang yang mengerti Jessyca dengan baik.
Stella menggelengkan kepalanya pelan lalu merangkul pundak teman kecilnya tersebut, "it's okay, gue senang kok bisa bantu lo. Gue kan udah pernah bilang, kebahagian lo adalah salah satu sumber kebahagian gue juga."
Seulas senyum tulus terbit di bibir Jessyca, rasanya sangat melegakan memiliki orang seperti Stella disampingnya.
"Ngomong-ngomong, apa yang mau lo bicarain? Nggak mungkin kan, lo ngajak gue kesini cuma buat ngomongin itu?"
Jessyca tersenyum mendengarnya, memang benar hanya Stella lah yang paling mengerti dirinya.
"Lo benar, ada hal lain yang mau gue kasih tahu sama lo."
***
Hendry melangkahkan kakinya dengan santai menuju ruang kelasnya, mata tajamnya tanpa sengaja menangkap seorang gadis yang tak asing dimatanya baru saja keluar dari ruangan aula.
"Tunggu," ujar Hendry dengan suara sedikit keras, membuat gadis didepannya menoleh.
"Lo kan?" Telunjuk Hendry terangkat di udara, membuat sebuah senyum cerah terbit di bibir Jessyca.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST D [Who Are You?] [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Davian Algio adalah sosok pemimpin geng Pancor yang menyamar menjadi nerd sebagai sarana penebusan dosa...