Part 30

620 22 22
                                    

Air mata telah kering di mataku aku diam di dalam kamarku, menelaah perasaan aneh sore tadi. Berulang kali aku berusaha menutup mataku, tapi tak bisa. Aku sendiri malam ini. boby entah kemana, entah pekerjaan, entah kesibukan, atau entah permainan. Susunan kata-kata di otakku jungkir balik diriku jungkir balik. Rokok terasa sangat pahit, sangat menyakitkan di tenggorokanku.

Tidak ada pesan atau telpon dari shani ,Apakah dia telah melihat kelemahanku? Apakah dia akan meninggalkanku juga seperti dia meninggalkan sammy, karena aku tidak kuat dengan Resiko? Kalau sammy telah menjadi penyebab resiko, maka aku yang terkena imbasnya. Tidak adil. Kenapa harus aku yang tertekan seperti ini karena perbuatan mereka berdua di masa lalu? Kenapa harus aku? Kenapa aku harus kebetulan lewat di depan shani dan terjebak dalam masa lalunya yang pekat?

Kukira ini bakal jadi malam yang paling berat dalam tahun-tahun belakangan ini. Sesaat berada dalam kebahagiaan, sesaat berada dalam kegilaan. Bolak-balik. Apakah ini resiko yang haris aku jalani bersama shani? Membayangkan resiko yang lebih besar dari inipun aku tidak berani. Bahkan aku tidak berani membayangkan esok hari. Esok hari yang kuinginkan. Yang selalu kubayangkan akan terang dan cerah kini telah berubah menjadi bayangan kengerian di mataku.

Besok, tolong jangan datang.

Tanpa tidur yang cukup, aku menyetir mobilku menuju Mall itu. Aku berjalan gontai di dalamnya, berusaha mengusir sepi sendirian. Aku menuju ke gerai kopi kemahalan itu pelacur hijau , dengan kopi artifisial yang rasanya pun tidak lebih enak daripada kopi yang bisa kudapatkan kapan saja di minimarket tapi hanya tempat itu yang kupikirkan dari tadi.

Aku menatap orang lalu lalang dengan senang di mall itu, dengan atau tanpa beban pikiran sepertiku, rasanya melihat mereka pun cukup sesak. Sesak karena langkah mereka terlihat ringan dan biasa saja. apa yang sudah kulakukan sehingga aku harus mendapatkan tekanan seperti ini?

Aku tidak menyalakan handphoneku lagi aku terlalu takut shani akan menghubungiku dan lalu banyak pertanyaan dan keluhan datang darinya. Aku masih merasa menyayanginya. Tapi ada perasaan takut yang tak bisa kujabarkan saat mengingat kejadian yang terjadi pada dirinya di masa lalu. Sudah sekian lama aku tidak merasakan seperti ini.

Bahkan rasa sakitnya lebih dalam dibanding dengan yang terjadi padaku dua tahun lalu. Yang terjadi dengan gracia Rasa sakitnya bahkan melupakanku pada pertengkaran-pertengkaran di mobil dengan anin.

Dulu, ketika bertengkar dengan mantan-mantanku, aku selalu menyendiri seperti ini.

Aku menyalakan rokok, berbatang-batang, sambil membaca seadanya majalah yang disediakan disana.

Kenapa aku begini tertekan, sampai ketakutan? Apakah aku selemah itu? Apakah aku tidak bisa menghadapi masa lalu Karen sampai sebegitunya? Aku ingat tadi ketika di lift turun, berpapasan dengan Mbak shania Dia sangat antusias menanyakan kabar shani, aku bahkan tidak sanggup menatap matanya. Tidak sanggup membahasnya. GIla. Perasaan macam apa ini. Kenapa selalu ada perasaan tidak enak seperti ini?

Dan aku pun bosan. Setengah mati. Hingga akhirnya aku meninggalkan gelas plastik tersebut dan memutuskan untuk pulang.

Aku keluar dari mobil. Membanting pintu dengan lemah dan tolol. Merayap menuju lift, berharap mendadak lift putus di tengah jalan atau aku terjepit pintu dan anggota tubuhku tercerai berai sampai sulit untuk dikenali lagi.

Perjalanan menuju lantaiku serasa perjalanan ke neraka. Handphoneku telah kumatikan. Aku tak peduli lagi dunia luar. Bagaimana kita bisa berhubungan dengan dunia luar apabila dunia dalam hati kita mendadak rapuh?

Mataku menyelidik setiap sudut gelap dan terang dalam kekecewaan dan akhirnya kutemukan sosok perempuan yang teronggok di depan unit apartemenku. Perempuan tinggi semampai berkulit putih, dengan lemahnya teronggok disana.

BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang