Part 36

1.1K 34 37
                                    


*Harap sambil mendengarkan lagu di atas ini hehehehe sayang bung Glenn

Aku memasuki coffee shop itu dengan hati berdebar Jam 11 di hari minggu, Aku mendekat ke arah tumpukan display kue dan memilih sesuatu untuk dimakan dan memesan kopi.

"Makanannya sekarang Pak?"
"Ntar aja pas bareng sama kopi" jawabku.
"Mau dipanasin dulu?"
"Gak usah"

Setelah membayar lantas aku duduk di smoking area, mulai membakar rokok pertamaku. Berulang kali aku memeriksa handphoneku dengan jantung berdegup kencang dan gerak gerik yang gelisah aku berulang kali melirik ke pintu masuk, menunggu kedatangannya.

Waktu semenit berasa sejam waktu  sepuluh menit berasa selamanya. Siang yang cerah itu berasa mendung Dan penantianku kurasa akan panjang ,akankah dia datang? Ataukah dia memang tidak ingin bertemu? Aku mencoba memasrahkan perasaanku, tapi rasanya sulit.

Waktu baru berjalan 15 menit, tapi penantianku terasa selamanya. Bisa gila rasanya menunggu semuanya. Aku menyalakan batang rokok kedua, dan akhirnya. Sosok itu datang, masuk lewat pintu. Dia tersenyum membalas sapaan waiter, berjalan pelan ke arah kasir, memesan dan lantas berjalan ke arahku.

Suara sepatunya terdengar jelas mendekatiku. Dia duduk di depanku, menatapku perlahan.

Kami saling berpandangan dengan ekspresi muka yang super canggung. Bisa kurasakan keringat dingin membasahi tanganku. Sedangkan ekspresinya seperti antara campuran takut, senang dan bingung. Tatapan kami berdua sangat aneh. Asap rokok sesekali melewati mata kami berdua. Aku tak tahu dan tak mengerti ekspresi seperti apa yang sedang kulihat sekarang. Sedangkan di sisi lain jantungku berdetak kencang seperti mau copot. Bagaimana caranya aku bisa bicara dalam situasi seperti ini. 

Aku berusaha mengajaknya bicara dengan wajar tapi semua kata tampak susah kuucapkan. 

"Ah... tadi macet?"
"Enggak" matanya tampak gak fokus
"Oh..."

Jari-jariku seperti ingin rontok dari tanganku , nafasku tidak beraturan dan tampaknya ia pun begitu. Ada sedikit rasa ingin meneteskan air mata. Entah air mata sedih atau bahagia. Bagaimana percakapan ini akan terjadi kalau semua kata tertahan.

"Aneh rasanya" bisiknya pelan
"Gak salah..." jawabku aneh.

Canggung

Tapi kecanggungan ini harus pergi Entah siapa yang ingin mengusirnya.

"Sebenernya ada yang mesti kita obrolin..." mulaiku
"Soal?" tanyanya pelan dan takut.
"Soal kita" jawabku.
"Itu memang harus diomongin.. Gak bisa kaya gini terus kan?"
"Iya"

"Udah telat tapi pasti" lanjutku pelan

"Lebih baik telat daripada enggak" balasnya sambil berusaha tersenyum dengan kakunya. Dia tidak menatap wajahku, dia menatap ke arah lantai, begitu juga aku, aku seperti melihat menembus dirinya. Rasanya seperti bertemu dengan hantu.

"Tapi ini emang udah keterlaluan.." lanjutnya.
"Sejak saat itu emang semuanya berubah banget... "

Aku mengangguk. Perasaan berdebar tapi lega merayap menghantui diriku.

"Pesanannya silahkan..." kopi dan sandwichku datang.

Mendadak ia menyentuh sandwichku, yang masih terbungkus plastik,Plastik yang aneh. Itu biasa ditemukan di sandwich dingin, dan aku memang sangat menyukai sandwich yang bersuhu dingin dan sandwich itu menarik perhatiannya menarik memorinya.

"Dingin, gak berubah" senyum tipisnya terlihat terluka.

Kami terdiam sampai pesanannya datang. Kami berdua meminum sedikit kopi dengan malu-malu aku membakar rokok ketigaku.

BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang