Aku terbangun pagi itu aku menarik dan meregangkan otot-ototku, kudapati sedang meringkuk pulas di sampingku. Rupanya tadi malam kami berdua tertidur.
Sambil mandi dan bersiap-siap, kupikirkan pembicaraanku semalam dengan veranda Seperti itukah yang diinginkan kebanyakan perempuan? Bisa jadi iya. Tidak hanya mereka, pasti semua orang di dunia menginginkan perasaannya terlindungi dan merasa aman. Apalagi jika perasaan itu datang dari orang terdekat. Orang tua. Suami. Istri. Anak. Pacar. Semua itu membuatku makin bersemangat untuk memperbaiki hubunganku dengan Shani memang tidak ada yang rusak, tapi tampaknya kami berdua harus memperbaiki jadwal dan memperbaiki keintiman kami berdua.
Dan solusi itu terbayang jelas di kepalaku.
Aku sudah di taksi dari bandara, menuju rumah shani katanya akan menghampiriku di apartemen , veranda?? Tenang saja devan jadi menghampirinya di Singapura. Kudoakan yang terbaik untuk mereka, bagaimanapun kedepannya nanti.
Perlahan tapi pasti, taksi merayap di jalanan selatan Jakarta. Pemandangan malam yang ramai, serta debu debu kota dan para penghuninya memang selalu menjadi hal yang menarik dari Jakarta. Semua dinamika hidup dan mati, tangis dan tawa, semua ada di Jakarta. Durian besar. The big Durian. Bau, menyengat, dan tajam, tapi mengundang kita semua untuk datang dan menyantap dagingnya.
Dengan tak sabar aku melihat gedung apartemenku dari kejauhan shani sudah disana katanya, sedang menungguku bersama boby Ini hal yang jarang.
Sejujurnya, aku sangat kangen pada suasana aku dan shani saling bergumul di kasur, menunggu pagi dan saling mencintai. Hal yang kini sudah pudar oleh kesibukannya dan hal hal lainnya.
Aku membuka pintu dengan tidak sabar, dan menemukan Karen sedang merokok dengan muka berseri-seri di meja makan boby sedang sibuk di depan laptop seperti biasa , shani melambai senang ke arahku. Aku menghampirinya dan mencium rambutnya lalu shani bergelayutan di tanganku.
"Bikin iri aja..." bisik boby pura-pura tidak peduli melihatku dan shani
"Lo dah makan?" tanya shani
"Udah, di pesawat"
"Makan lagi gih... Kurang kali gitu doang"
"Ntar aja kalo laper"Aku mulai merapihkan koper dan sedikit barang bawaanku , aku memberikan sebungkus coklat untuknya
"Asik..." sahutnya dan dia langsung berkutat membukanya.
"Terus gue dapet apa?" tanya boby.
"Coklat juga mau?" aku memberikan satu bungkusan kecil lainnya ke bobyEntah kenapa boby seperti khawatir melihatku. Tapi aku masa bodoh, mungkin bukan apa-apa.
"Eh nginep kan?" bisikku ke shani
Shani hanya mengangguk sambil cuek memakan coklat dan memainkan handphonenya.
"Gue pengen ngobrol..."
"Ngobrol apaan?" tanya shani yang ada dalam pelukanku di dalam selimut.
"Soal jadwal kita...." bisikku
"Ntar aja kan lo baru sampe.... Mending tidur" jawab shani sambil menutup matanya.
"Mau ngobrolin yang penting juga...."
"Ntar kalo gitu, istirahat dulu ya" jawabnya pelan.Aku diam saja, dan memeluknya erat-erat. Mencoba merasakan badannya yang lembut, menghirup aroma rambutnya yang bercampur bau rokok.
------------
Setelah weekend kemarin di apartemenku, aku belum bertemu dengannya lagi. Memang ini baru hari Kamis. Tapi rasanya sudah sangat lama dan sangat membosankan hari-hari ini tanpanya. Memang perbedaan lapangan pekerjaanku dengan dirinya cukup ekstrim. Walau sama-sama di industri kreatif, tetapi rasanya aku hidup lebih teratur. Jam kerja jelas, jam istirahat jelas. Sedangkan dunianya cukup gila. Sesaat bisa teratur seperti layaknya pekerja kantoran, tetapi kadang pekerjaan baru ada malam, atau malah subuh sekalian. Hari ini sangat sibuk, seminggu kemudian cuma tidur-tiduran di rumah. Aku sepertinya tidak akan sanggup hidup seperti itu. Oleh karena itulah bisa dibilang waktuku jadi ikut amburadul juga kalau aku memaksakan untuk bisa tidur bersamanya di weekdays.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard
RomantiekTentang aku bajingan yang beruntung Mengambil cerita dari sudut pandang orang pertama "aku" adalah vino pria patah hati yang selalu teringat akan kisah lalu nya . Vino X Shania Vino X Veranda Vino X Anin Vino X Shani Vino X gracia