LANGIT siang kota Metroland yang tadinya cerah berubah mendung, angin berembus cukup kencang di sekitar pusat kota. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Thunder dan Natalie tengah menikmati makan siangnya di sebuah restoran ayam cepat saji. Mereka berdua duduk di sudut yang tak tampak oleh lalu lalang pelanggan di situ, memesan tiga porsi ayam dan dua gelas besar bir dingin.
"Kamu makan seperti orang yang dua hari tidak makan," Natalie menyaksikan bagaimana pemuda tampan di depannya itu makan dengan lahap.
"Dari mana kamu tahu?" Thunder berkata dengan mulut masih penuh makanan.
"Jadi benar kamu belum makan selama dua hari?" Natalie tampak terkejut.
Thunder memperlihatkan senyum lebarnya, "Aku bohong, hehe..."
"Tsk, kau ini..." tak urung Natalie tertawa dengan candaan Thunder.
"Nah, gitu dong. Senyum, jangan manyun saja dari tadi. Kamu cantik kalau tersenyum."
Setelah menghabiskan makanan masing-masing, mereka baru bisa bicara dengan leluasa sekarang.
"Thunder, umm... aku rasa sekarang kita tidak usah sering-sering ketemu ya?" Natalie memulai perbincangan yang agak serius.
"Kenapa? Apa karena suamimu?"
Natalie mengangguk.
"Apa dia mengancammu?"
"Bukan begitu, malam itu—waktu di pasar malam, dia melihat kita. Dan aku rasa dia juga yang sudah membaca dan menghapus pesanmu pagi itu."
"Ah, jadi dia yang membacanya? Bukan kamu yang sengaja melewatkan pesanku?" Thunder menyelidik.
Natalie mengangguk.
"Nat, apa kamu masih mencintainya?"
"Dia suamiku, tentulah aku mencintainya," jawab Natalie.
"Tapi kamu tidak bahagia kan bersamanya? Dia sudah menyia-nyiakan wanita baik sepertimu. Kamu layak bahagia, Nat." Thunder memberanikan diri menyentuh jemari Natalie yang lentik dan lembut.
Natalie tak menampik tangan Thunder, hatinya merasa teriris mendengar begitu pedulinya pemuda ini padanya. Padahal mereka baru kenal. Tanpa sadar matanya sudah terasa panas, ia mendongak untuk mencegah air matanya jatuh.
"Hei, jangan menangis..." Thunder lalu pindah duduk di sebelah wanita yang tampak sangat rapuh itu. Naluri untuk melindunginya amat kuat, ia tak pernah tega melihat wanita yang menangis di hadapannya.
Natalie menyandarkan kepalanya di pundak pemuda yang sering membuatnya nyaman itu.
"Kamu benar, antara mencintai dan bahagia itu kadang jadi dua hal yang berbeda. Aku mencintai suamiku, tapi entah kenapa sekarang jadinya seperti ini, banyak hal yang membuat aku kecewa sekarang." Natalie meneguk lagi minumannya yang sudah tinggal setengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT A MONSTER [END]
Romance"Cinta itu universal, tak mengenal batas dan perbedaan" Louis seorang gadis biasa yang kebetulan berprofesi sebagai penyanyi di sebuah club malam secara tak sengaja bertemu dengan sesosok pria misterius yang menyelamatkannya dari gangguan preman jal...