PUKUL dua dini hari, ketika pertempuran itu usai dengan meninggalkan puing-puing reruntuhan gedung tua dan bau bubuk mesiu dimana-mana. Pertempuran yang berlangsung hampir dua jam itu merenggut hampir separuh korban dari tim SRA. Korban dengan luka paling parah adalah ketika serangan terakhir tak terduga dari intruder beraura hijau. Delapan orang diantaranya bahkan tewas dengan kondisi luka bakar parah di sekujur tubuhnya.
Dini hari itu juga, Mr. Barnet mendatangi markas besar SRA untuk mengadakan pertemuan darurat. Ia tampak sangat marah dengan banyaknya korban yang jatuh dari pihaknya.
"Maafkan saya Sir, ini semua di luar dugaan saya. Kami hampir bisa menaklukkan mereka, ketika tiba-tiba datang satu intruder lagi dari luar medan magnetic yang kami buat. Serangannya cukup kuat, anggota saya tidak bisa mengantisipasinya." Reno tampak sangat kecewa, tergurat juga kemarahan yang berusaha ia tahan di depan pimpinannya itu.
"Dengar, ini adalah kejadian terburuk untuk pasukan kita! Apa sebelumnya kalian sudah menghitung, berapa sebenarnya jumlah mereka?? Huh!! Aku sangat menyayangkan peristiwa ini, anggota kita banyak banyak yang jadi korban. Apa aku harus turun tangan sendiri menangani mereka?"
"Tidak Sir, berikan kami kesempatan untuk bergerak lagi lain waktu. Kami akan merencanakan dengan lebih matang."
"Hal ini sudah jadi sorotan kalangan pemerintahan. Menteri Pertahanan memintaku untuk menghadapnya pagi ini. Aku tidak mau tim kita dibubarkan hanya karena keteledoran kalian menangani hal ini. Kalian dengar itu?"
"Siap Sir, kami dengar!" jawab Reno dan timnya serentak.
---
Kejadian itu terjadi begitu cepat, suara desingan peluru menyambar dada kiri Jaden dan membuatnya seketika tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya. Ia jatuh melayang bebas menghantam beton atap tempat tinggalnya. Sekujur tubuhnya telah terluka sebelumnya ketika memaksakan untuk membuat lubang pada selubung magnetic yang dibuat oleh Tim SRA.
Beberapa saat sebelum segalanya menjadi gelap, Jaden sempat melihat senyum manis Louis di pelupuk matanya, lalu sekelebat cahaya hijau terang menembus selubung magnetic yang telah rapuh di satu titiknya.
Xeon yang membawa tubuh Jaden dari area pertempuran itu melesat secepat mungkin meninggalkan gedung tua tempat tinggal mereka yang telah hancur karena ledakan granat yang dilemparkan pimpinan pasukan SRA.
Ketiga temannya mengikutinya dari belakang. Mereka tampak sangat mengkhawatirkan kondisi Jaden yang sama sekali tak bergerak.
Di sebuah bukit jauh dari perkotaan, Xeon berhenti dan meletakkan tubuh Jaden di rerumputan yang cukup tebal.
"Jaden, bangun! Hei dengar...kau harus bangun sekarang!" Xeon mengguncangkan tubuh Jaden beberapa kali, mencoba menyadarkannya.
Ketiga temannya yang lain ikut duduk melingkar mengelilingi tubuh Jaden yang diam saja di atas rerumputan.
"Lukanya cukup parah, dia mencoba menembus medan magnet sialan itu sendirian." Suara Thorn bergetar menahan emosi yang telah ia tahan sedari tadi. Tangannya mengepal erat dan memukul tanah di dekatnya. Air matanya menitik tak terbendung lagi.
Xeon mengamati seluruh tubuh Jaden, luka sayatan hampir menutup seluruh permukaan tubuhnya. Dan yang lebih parah adalah luka tembak di dada kirinya, dekat jantung. Dengan luka sebanyak itu, ia bahkan ragu Jaden bisa bertahan. Xeon mengatupkan rahangnya rapat-rapat menahan rasa sesal yang mendalam.
"Maafkan aku, brother...aku sangat terlambat datang. I'm so sorry..." ia meraih tubuh Jaden dalam pelukannya.
Thunder dan RD ikut terharu menyaksikan pemandangan yang ada di hadapannya. Betapa Xeon terlihat sangat menyayangi Jaden sebenarnya, beberapa waktu belakangan mereka memang berselisih paham karena urusan cinta. Tapi ketika hal buruk terjadi pada saudaranya itu, ia kembali menunjukkan rasa memiliki yang sangat dalam. Baru kali ini mereka melihat seorang Xeon menangis.
"Coba sekarang kita lihat kondisi vital Jaden dulu, kita harus mengobatinya" RD kali ini memberikan saran yang sangat masuk akal.
Xeon kemudian meletakkan tubuh Jaden perlahan di atas rerumputan lagi. Ia merasakan tubuh itu masih hangat. Kemudian ia menempelkan telinga kanannya pada dada Jaden.
"Detak jantungnya ada, tapi lemah sekali..."
Thorn kemudian memegang pergelangan tangan Jaden untuk memeriksa nadinya. Ia membenarkan ucapan Xeon, Jaden masih hidup walau harapan untuk bertahan mungkin tipis sekali.
"Aku rasa kita harus mengambil peluru di dadanya, kalian punya pisau atau sesuatu untuk mengambil pelurunya?" tanya Xeon sambil menatap teman-temannya satu persatu.
Ketiganya menggeleng. Ya, mereka tidak sempat membawa apapun dari kediaman mereka yang sekarang hancur itu.
Xeon mengedarkan pandangannya ke sekitar bukit itu. Ia merasa tidak asing dengan tempat itu.
Ah ya, ini kan bukit belakang rumah Louis! Batinnya.
"Tunggu sebentar, aku segera kembali." Setelah berpesan pada ketiga temannya, Xeon melesat pergi.
---
Ketukan di jendela kamarnya yang pelan namum intens akhirnya membangunkan Louis dari tidurnya. Gadis itu sempat melihat jam dinding, siapa yang dini hari begini mengetuk jendela kamarnya?
"Siapa?" tanya Louis lirih.
"Louis, ini aku. Xeon."
Mendengar suara yang sangat ia kenal itu, akhirnya Louis membukakan jendela kamarnya.
"Xeon ada apa kamu jam segini—"
"Aku butuh bantuanmu..." potong Xeon yang masih tetap berada di luar kamar Louis.
"Ya? Bantuan apa, tolong bicara lebih jelas.."
"Tolong kamu siapkan peralatan first aid, kamu punya kan?" perintah Xeon dengan buru-buru.
"Ya aku punya, tapi ada apa?" Louis masih belum paham dengan apa yang terjadi. Tapi entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
"Jangan banyak tanya dulu, tolong siapkan juga air hangat dan obat-obatan yang ada. Aku segera kembali."
Lalu Xeon pergi dari depan jendela kamar Louis segera setelah gadis itu beranjak dari depannya dan pergi menyiapkan apa yang Xeon minta.
"Kau yakin akan membawa Jaden ke rumahnya?" Thunder bertanya ketika Xeon mengangkat tubuh Jaden.
"Kita tak punya banyak waktu, kalau kita ke kota dan mencari obat di sana pasti akan ketahuan oleh orang-orang SRA lagi."
"Tapi Louis kan belum tahu tentang kita" Thorn kali ini tampak cemas.
"Aku percaya Louis, dia sangat mencintai Jaden. Ayo!" ajak Xeon pada ketiga sahabatnya. Akhirnya mereka mengikuti Xeon melesat ke sebuah rumah sederhana tak jauh dari bukit itu.
-to be continued-
"Terkadang menjadi saudara lebih baik dari menjadi superhero." (Mark Brown)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT A MONSTER [END]
Romansa"Cinta itu universal, tak mengenal batas dan perbedaan" Louis seorang gadis biasa yang kebetulan berprofesi sebagai penyanyi di sebuah club malam secara tak sengaja bertemu dengan sesosok pria misterius yang menyelamatkannya dari gangguan preman jal...