38. Magenta Lake

53 17 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SESUAI janjinya, pagi itu Jaden kembali. Louis sudah tampak lebih sehat lagi, wajahnya tampak segar dengan rona merah di kedua pipinya. Ia tersenyum saat melihat Jaden memasuki ruangannya.

"Bagaimana semalam?" tanya Louis ketika Jaden sudah duduk di tepi ranjangnya.

"Misi semalam sukses, kami berhasil menangkap Jared. Ibu kemana?" Jaden bertanya ketika tak melihat sosok ibu Louis di dalam kamar.

"Ibu pulang untuk mengambil baju ganti dan membersihkan rumah. Tadi dokter visit bilang, besok aku sudah boleh pulang. Mereka heran, katanya luka dalamku kenapa bisa sembuh secepat ini?"

Jaden tersenyum ketika mendengar cerita Louis, binar kedua mata bulatnya begitu indah.

Yah, tentu saja luka dalam Louis cepat sembuh karena Jaden selalu memberikan energi penyembuh padanya.

"Syukurlah sayang, aku senang mendengarnya. Kau bosan tidak di dalam kamar terus?"

"Tentu saja, apa boleh kita keluar. Aku ingin menghirup udara segar di luar," pinta Louis.

Jaden mengangguk, "Baiklah, ayo kita keluar."

Lalu dia mengambil sebuah kursi roda yang berada di sudut ruangan. Membantu Louis untuk turun dari ranjang dan mendudukkannya di kursi roda tersebut.

Jaden kemudian mendorong kursi roda itu keluar dari ruangan Louis menuju taman yang ada di samping gedung rumah sakit. Keduanya berada di bawah pohon yang cukup rindang. Jaden duduk di bangku yang ada di bawahnya, sementara Louis tetap di kursi rodanya. Keduanya diam untuk beberapa saat, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Jadi bagaimana kelanjutannya?" akhirnya Louis buka suara lebih dulu.

"Pesawat kami akan berangkat ketika langit gelap nanti sore."

Jawaban Jaden singkat, tapi sudah cukup menjelaskan bahwa sore ini keduanya harus berpisah.

Jaden menghela napas, entah kenapa tarikan napasnya terasa begitu menyakitkan.

"Jadi, waktu kita tinggal sampai sore ini. Begitu?" suara Louis bergetar.

Louis tak tahu harus bersikap bagaimana, hati kecilnya berkata untuk melarang pria yang sangat ia cintai itu pergi. Sungguh ia ingin bersikap egois, memiliki Jaden hanya untuk dirinya. Tapi Jaden adalah seorang pimpinan, tentunya banyak hal yang harus ia pertanggungjawabkan.

"Ya..." jawab Jaden lirih.

Louis rasanya tak sanggup memandang wajah Jaden sekarang, nanti yang ada malah ia tak akan berhenti menangis. Ini terlalu menyakitkan. Bagaimana ia mengawali hubungan yang tidak mudah dengan pria yang sulit membuka hatinya. Ketika kini mereka sudah bersama dan perasaannya sudah jatuh sangat dalam, mereka dihadapkan pada sebuah perpisahan yang mutlak. Louis meremas ujung piyamanya, menahan sebuah rasa yang terasa menyesak di tenggorokannya. 

I'M NOT A MONSTER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang