3

3.7K 348 7
                                    

Giana bangun pagi-pagi agar ia dapat menjadi orang pertama yang sampai di kantornya. Walau sebenarnya ia sangat malas. Akan tetapi, ia pikir begitu lebih baik daripada harus menjadi tontonan orang-orang sekantor akibat wajah yang memar serta bengkak. Jadi, rencananya hari ini adalah ia akan menjadi orang pertama yang sampai di kantor dan juga menjadi orang terakhir yang meninggalkan kantor. Tentunya, ia juga berencana tak akan meninggalkan kubikelnya seinci pun saat sedang ramai.

Giana kesal bukan main saat rencananya bubar jalan. Saat ia sampai di kantor, pukul 06.45 WIB, ternyata Haykal sudah ada di sana sembari menyesap kopi dengan santai. Rasanya ia ingin menghilang ditelan Bumi saat Haykal dengan histerisnya berteriak begitu melihatnya.

"Gia! Muka lo kenapa? Kok bisa lebam gitu?" Haykal tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapannya dan menyentuh lembut pipi kanannya sebelum Giana sempat bereaksi.

Giana menahan tangan itu dan mendorong pelan. "Aku gak apa, Kak. Tolong kecilin suara kakak," pintanya kalem. Walau dalam hati ingin sekali ia mendamprat pria tersebut dengan kata-kata kasar.

Giana melangkahkan kakinya ke kiri untuk menghindari Haykal, tetapi pria itu mengikutinya bergerak ke arah kiri. Giana mendongak menatap Haykal datar. "Kak, aku mau lewat," tegasnya membuat Haykal salah tingkah.

"Jawab dulu pertanyaan aku, Gi. Kamu kenapa? Dipukul? Dipukul sama siapa? Rampok? Maling? Jambret? Atau ada yang gak suka sama kamu?" cecar Haykal keras kepala membuat Giana dongkol setengah mati.

Giana menghela napas panjang dan menjawab, "Cuma kecelakaan kecil. Dan banyak yang gak suka sama aku, tapi ini bukan perbuatan orang yang gak suka sama aku." Kalimat terakhir yang Giana ucapkan bukanlah kebohongan semata, ia tahu dengan jelas banyak yang tak menyukai dirinya. Tentu saja itu bukan sesuatu yang mengherankan. Banyak alasannya mengapa orang-orang tak menyukai gadis tersebut.

Giana tak pandai berbasa basi. Ia juga tak pandai merangkai kata-kata sehingga banyak yang salah paham akan maksudnya. Kata-kata yang sering ia keluarkan, menurut orang-orang, terlalu frontal. Ia juga bukan tipe yang suka ber-haha-hihi ria dengan teman apapun-baik sekolah, kuliah,ataupun teman kerja. Selain tak murah senyum, ia juga bukan tipe yang akan menyenangkan hati orang lain hanya dengan kata-kata manis namun bohong belaka.

Itu hanya sedikit dari alasan masuk akal mengapa ia tak disukai banyak orang. Walau tahu, Giana tak bisa melakukan apapun. Ia hanya diam karena ia merasa itu hak mereka mau suka atau tidak padanya. Ia tak berhak memaksa orang-orang agar menyukai dirinya. Jika memang ada yang menyukai dirinya yang begitu, maka ia akan sangat bersyukur dan berterima kasih. Namun, jika tak ada yang menyukai dirinya, maka ia pun hanya akan diam dan menutup mata serta telinganya.

"Ah, itu ... maaf. Eh? Bukan. Maksudnya ... banyak kok yang suka sama kamu," balas Haykal tak enak. Ia sadar ia telah mengucapkan hal yang salah.

Giana menatap Haykal tepat di matanya. "Kakak gak usah merasa gak enak. Kakak juga gak perlu bohong. Aku tidak buta dan walau aku gak pintar-pintar amat, aku juga tidak bodoh, Kak," tegas Giana santai. Ia pun berjalan melewati kanan Haykal saat pria tersebut tengah mematung akibat ucapannya.

Sebelum Giana sampai di kubikelnya, ia berbalik. "Kak, jangan kasih tahu siapa-siapa, ya?"

Melihat Giana yang menatapnya penuh harap, Haykal pun tak sanggup menolak. Ia mengangguk tanpa kata dan menarik Giana ke kubikelnya. Dirogohnya tasnya, lalu menyerahkan masker bedah pada gadis itu.

"Terima kasih," ucap Giana tulus dan kembali ke kubikelnya menggunakan masker pemberian Haykal. Ia yakin hari ini bisa ia lewati dengan baik menggunakan bantuan masker tersebut.

Lagi-lagi, ia harus menahan kesalnya saat hampir jam masuk. Ia dipanggil ke ruangan Calvint. Ia baru saja akan mengetuk pintu Calvint, tetapi pintu itu terbuka lebar dan hampir saja mengenainya. Dalam hati, ia menggerutu kesal karena sudah dua hari berturut-turut ia dicium pintu.

"Maaf, saya tidak melihat Anda," ucap sebuah suara bass membuat Giana mendongak karena mendapati suara yang tak dikenalinya. Pria yang baru saja keluar dari ruangan Calvint bukanlah Calvint melainkan sosok tak dikenal.

Pria tersebut cukup tampan dengan alis hitam rapi nan tajam menghiasi kedua mata elangnya yang berwarna hitam gelap. Bibirnya tipis berwarna merah mengukir senyum ramah yang pastinya menular pada siapa saja yang melihatnya. Juga satu buah lesung pipi di masing-masing sisi wajahnya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya kembali saat Giana tak memberikan respon.

Giana menggeleng pelan, "Tidak. Maaf. Saya harus masuk. Permisi." Sebelum masuk, Giana mengetuk terlebih dahulu pintu yang tertutup itu. Beberapa saat kemudian, pintu tersebut terbuka lebar menampilkan Calvint.

"Bapak memanggil saya?" tanya Giana sopan.

"Kamu kenapa? Gak flu kok pakai masker?" Bukannya menjawab pertanyaan Giana, Calvint malah melontarkan pertanyaan yang tak terduga.

Sekali lagi Giana menggeleng pelan. "Bapak memanggil saya?" Diulanginya lagi pertanyaan yang diabaikan oleh Calvint.

"Oh, iya! Ini," Calvint menatap pria yang hampir saja menghantamkan pintu ke wajah Giana, "perkenalkan namanya Bayudirja Respati, karyawan magang baru kita. Mulai hari ini, dia akan menjadi junior kamu," lanjut Calvint dengan wajah semringah yang sangat berbanding terbalik dengan wajah penuh antisipasi dari Giana.

"Pak, bukannya anak magang masuk hari Senin? Ini kan baru hari Jumat," balas Giana heran.

"Benar. Jangan khawatir! Hari ini Bayu hanya ingin melihat lingkungan kerjanya saja, kok. Tapi kalau kamu mau mulai hari ini ngajarin Bayu, boleh-boleh saja," balas Calvint santai-bahkan kelewat santai menurut Giana.

"Saya mengerti. Jadi apakah saya harus menjadi pemandu untuk tour kantor?" tanya Giana kalem walau sebenarnya ia ingin mengamuk pada keadaannya saat ini. Ia merasa keadaan benar-benar mengkhianati dirinya.

"Kalau kamu tidak keberatan saja," sela Bayu sebelum Calvint menjawab. "Tapi kalau kamu keberatan, tidak apa-apa, kok. Biar saya sendiri saja. Sebenarnya, sih, saya berharap kamu mau nganterin saya. Mau, ya, Giana?" lanjutnya lagi penuh harap.

Giana mendelik kesal. Demi apa Bayu baru saja memanggil namanya dengan akrab? Ia tahu bahwa pemuda itu lebih muda darinya 2 tahun, tetapi bisa-bisanya pemuda itu memanggilnya seolah mereka teman akrab. Walau sebenarnya tak masalah juga jika pemuda itu memanggil namanya, hanya saja kalimat yang diucapkan pemuda tersebut itu yang sangat mengesalkan. Ucapan tersebut bisa diartikan 'jadi tour guide aku di kantor hari ini, ya!' hingga membuat Giana dongkol setengah mati.

Helaan napas pasrah ia hembuskan sebelum dianggukkan kepalanya pelan. "Baik, Pak. Saya mengerti. Kalau begitu, bagaimana jika kita memulai perkenalan dengan divisi pembukuan terlebih dahulu?" tanya Giana meminta persetujuan.

"Dari mana saja boleh." Ia bisa melihat dengan jelas netra gelap itu menari-nari senang atas kemenangannya.

"Ya, sudah. Silakan mulai tour singkat kalian. Jika ada yang tidak kamu mengerti, bisa tanya saya di ruangan saya." Calvint menghilang di balik pintu, meninggalkan Giana yang menatapnya nanar.

"Ayo!" Bayu menatap Giana gembira seolah baru saja diajak jalan-jalan oleh gadis itu.

"Di sini merupakan divisi akuntan. Kita semua terdiri dari 6 orang sudah termaksud Pak Calvint dan kalau ditambah kamu jadi 7 orang. Di ujung sana ada Kak Desi, lalu sebelahnya ada Kak Siska. Di belakangnya Kak Desi ada Kak Haykal, lalu di sebelah Kak Haykal ada Kak Sierra. Meja di sebelah meja Kak Sierra itu meja saya, lalu meja kamu ada di belakang meja saya yang berarti di sebelah meja Kak Siska," jelas Giana pelan. Walau suaranya pelan, perhatian seluruh pasang mata di sana langsung tertuju padanya.

"Woi! Gi, lo gak tau, ya, peraturan kantor yang gak bolehin bawa masuk orang luar?" tanya Siska sinis.

-----------------------------
1201.08042020
Ihiy, balik lagi dengan part baru. Moga suka :)
Jangan lupa mampir ke series yang lain yak..
Makasih
Kalau boleh krisarnya ya.
Makasih

Can I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang