Giana hanya mengekori Bayu yang menariknya ke sana ke mari-mencoba semua wahana yang bisa membuat keduanya berteriak lepas atau dengan kata lain ekstrem. Giana menggelengkan kepalanya sembari melambaikan kedua tangannya pada Bayu seolah ia mengatakan bahwa ia sudah menyerah.
"Tunggu!" ucap Giana ngeri saat melihat antrean panjang di depannya. Matanya menelusuri kepala dari antrean yang mengular itu. Matanya membelalak lebar saat melihat kepala antrean itu berhenti di wahana yang paling mengerikan menurutnya. Ular besi panjang yang mengerikan-roller coaster.
"Kamu gila, ya?" sembur Giana kesal. Matanya menatap ngeri saat Bayu mendorongnya masuk ke dalam antrean.
"Bayu!" rengek Giana panik.
Bayu masih tak mau mendengarkan. Senyum jail terpasang di wajahnya sembari kakinya yang aktif berjalan maju.
"Stop! Stop! Bayu! Bayu! Stop!" rengek Giana hampir menangis. Cukup sudah ia ditarik ke sana kemari sedari tadi untuk menaiki wahana yang memacu adrenalin, tetapi ia tak mau wahana yang ini. Tidak bisa! Ia masih belum mau mati seperti adegan mengerikan di salah satu seri film Final Destination. Membayangkannya saja, bulu kuduknya sudah berdiri tegak sempurna. Jadi ia tak akan mau menaikinya.
"Ayo! Gak akan ada apa-apa, kok. Cepetan, nanti keburu diselip sama orang antreannya," paksa Bayu persis seperti seorang anak kecil.
Giana segera menepis tangan Bayu dan keluar dari barisan saat melihat antrean di depannya hampir habis. Tanpa mengatakan apapun lagi, Giana segera berlari dari barisan meninggalkan Bayu yang termenung.
Akhirnya Bayu memilih untuk meninggalkan antrean dan menyusul Giana. Bayu menarik lengan Giana hingga membuat gadis itu berhenti. Giana berbalik dan menatap Bayu tak suka.
"Lo kenapa, sih, Gi? Padahal sebelum-sebelumnya naik wahana yang lebih mengerikan lo mau, terus kenapa pas roller coaster gak mau?" tanya Bayu heran.
Telinga Giana memerah, ia segera membuang muka-tak mau membalas tatapan menuntut dari Bayu. Mau tak mau, Giana harus mendongak saat Bayu mendongakkan kepalanya. Walau begitu, mata Giana masih tetap menolak menatap Bayu. Berusaha sekuat tenaga agar matanya tak menatap lurus netra coklat Bayu.
"Gia?" panggil Bayu lembut. Dalam seper sekian detik, netra keduanya bertatapan. Kedua insan itu tenggelam dalam netra jernih lawannya. Hening terjadi selama beberapa menit sebelum akhirnya Bayu menempelkan jidatnya di jidat Giana.
Sontak wajah Giana memerah dan segera ia mendorong Bayu agar menjauh. Giana berjalan tak tentu arah meninggalkan Bayu dengan perasaan tak karuan. Seumur hidupnya, ia tak pernah dekat dengan lelaki manapun hingga melakukan kontak fisik seintim itu.
"Gia! Stop!"
Tubuh Giana mematung dengan cepat. Ia berkedip beberapa kali sebelum akhirnya tersadar bahwa di hadapannya merupakan jalan buntu. Selang tiga langkah saja, kepalanya akan mencium pilar beton bergambar corak naga yang indah.
"Lo gak papa?" Nada suara Bayu menyiratkan kekhawatiran. Giana hanya bisa menggeleng. Ia tak tahu bahwa Bayu mengikutinya dalam diam sedari tadi. Dan diam-diam ia merasa beruntung karenanya.
Lima menit berlalu, tetapi tak ada percakapan di antara mereka. Suasanya di antara keduanya pun sangat canggung. Terbukti dari gerak tubuh Giana yang gelisah dan Bayu yang sedari tadi membuka mulutnya lalu menutupnya kembali lantaran takut topik yang dilemparkannya akan membuat keadaan canggung itu semakin canggung.
"Gimana kalian mainnya?" Clara datang entah dari mana menyelamatkan keduanya dari keadaan.
Giana mengangguk kecil dan bergumam, "Menyenangkan dan tidak menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I? [COMPLETED]
ChickLitElsa Giana Saraswati atau yang kerap kali disapa Giana diutus oleh sang atasan menjadi tutor bagi salah seorang karyawan magang. Namun, karyawan magang ini bukanlah karyawan biasa. Melainkan putra tunggal dari bos besar tempat dirinya bekerja. Wala...