21

1.4K 134 0
                                    

"Bunda, aku pulang!" Seorang gadis kecil berseragam putih abu-abu masuk ke dalam rumah dengan riangnya sambil menggandeng seorang bocah lelaki yang usianya tak beda jauh. Ia segera bergerak ke arah belakang rumah di mana-tempat di mana sang bunda sedang menyuci.

Seorang wanita berusia sekitar tiga puluhan menghentikan aktivitasnya saat mendengar langkah kecil yang mendatanginya terburu-buru. Ia tersenyum saat malaikat-malaikat kecilnya tampak oleh matanya.

"Udah pulang? Bunda udah masakin makanan kesukaan kalian tuh. Makan dulu sana!" ucapnya hangat pada dua malaikat kecilnya.

Gadis kecil itu menatap sang bunda dengan riang. "Makasih, Bunda. Aku sayang Bunda. Ayo kita ganti baju terus makan!"

Kedua bocah itu segera masuk ke dalam bilik yang berbeda. Dan keluar beberapa saat kemudian dengan penampilan yang berbeda. Seragam putih merah mereka sudah berubah menjadi kaus rumahan yang terlihat nyaman. Dengan akur keduanya kembali ke ruang makan yang menyatu dengan dapur. Gadis kecil itu menyiapkan alat makan, sedangkan si bocah lelaki menyendokkan nasi ke dalam piring dan meletakkannya ke atas meja.

"Selamat makan!" ucap keduanya kompak dan riang. Keduanya makan dengan lahap dan senang walau lauk yang ada hanyalah ayam goreng masing-masing orang satu potong.

Di tengah makannya, bocah lelaki itu termenung sejenak. Kemudian bertanya pada sang bunda, "Bunda udah makan?"

Sang bunda yang baru saja selesai menyuci dan hendak keluar untuk menjemur berhenti sejenak dan menghadiahi kedua malaikatnya senyum hangat. "Kalian makan aja," ucapnya lembut.

Gadis kecil itu berhenti makan dan menatap sang bunda penuh pertimbangan. "Ayo makan bersama, Bunda! Kita bisa bagi lauknya, kok."

Walau sang bunda menggeleng, bocah lelaki itu tetap mengambil nasi untuk sang bunda sementara gadis kecil itu menariknya menuju meja makan.

"Ayo makan sama-sama, Bunda. Lebih enak kalau makan sama bunda," ucap bocah lelaki itu tenang.

Gadis kecil itu mengoyak daging ayamnya sebagian dan menaruhnya di dalam piring bundanya, begitu juga bocah lelaki itu. Mereka sontak panik saat melihat sang bunda menangis haru.

"Bunda kenapa nangis? Apa tadi ayah pulang ke rumah dan memukul Bunda lagi?" tanya bocah lelaki itu khawatir.

Sang bunda hanya bisa menggeleng sembari menyusut air matanya yang mengalir. "Bunda sayang banget sama kalian. Sampai kapan pun. Dan semakin hari, Bunda semakin sayang sama kalian," ucapnya lembut sembari menarik keduanya ke dalam pelukan. Ia juga mencium puncak kepala keduanya bergantian. Ia sangat bersyukur bahwa anak-anaknya sangatlah pintar dan juga pengertian walau mereka masih kecil-kecil.

Ketiganya makan dengan riang. Walau makanan yang mereka makan bukanlah makanan yang sangat mewah, tetapi karena kebersamaan itu makan siang hari itu terasa sangat mewah dan menyenangkan.

"Biar kami saja yang membereskannya, Bunda. Bunda sudah terlambat untuk kerja kan? Itu cuciannya juga biar kami yang jemur aja," ucap gadis kecil itu sambil tersenyum manis. Bocah lelaki itu juga mengangguk tanda setuju.

Sekali lagi sang bunda merasa sangat amat bangga akan kedua malaikatnya. "Baiklah. Bunda pergi, ya? Kalian jangan ke mana-mana. Jangan lupa kunci pintu ...."

"Jangan lupa kerjain PR juga. Kalau ada orang gak dikenal yang ketuk pintu, jangan dibuka!" sambung gadis kecil itu dengan nada yang sama dengan yang biasa diucapkan oleh sang bunda.

"Kami ingat, Bunda. Bunda tenang saja. Kami akan baik-baik saja sampai bunda kembali nantinya." Seperti biasa bocah lelaki itu membalas dengan tenang untuk menenangkan hati sang bunda.

Wanita itu tersenyum dan mengusap puncak kepala kedua anaknya lembut. Lalu menariknya ke dalam pelukan. "Bunda akan cepat kembali. Hati-hati di rumah. Bunda sayang kalian."

"Kami juga sayang bunda." Gadis kecil itu mengecup pipi kiri sang bunda, sementara bocah lelaki itu mengecup pipi kanan sang bunda-secara bersamaan.

Setelah sang bunda pergi, keduanya membagi tugas. "Aku aja yang jemur. Kamu nyuci piring aja," ucap bocah lelaki itu membagi tugas. Ia pun menarik ember berisi cucian yang perlu dijemur, lalu menarik kursi kayu untuk menjadi pijakannya.

Gadis itu pun tak mau kalah, ia mulai membasahi piring itu dan mencuci piring bekas makan mereka. Setelah selesai, ia berjalan ke arah depan dan membantu abangnya menjemur pakaian. Ia mengoper baju yang ingin di jemur satu per satu pada abangnya. Dan bocah lelaki itu hanya menggantung baju tersebut pada jemuran.

"Hah ... selesai juga," desah gadis kecil itu lega.

Keduanya berbaring di atas lantai sambil menatap langit-langit. Sepuluh menit berlalu, bocah lelaki itu bangkit dari posisi rebahannya. "Sa, kita nyapu ngepel dulu aja. Habis itu baru belajar."

"Oke, karna semalam aku yang nyapu dan kamu yang ngepel. Hari ini gantian ya, Win?" tanya gadis itu meminta persetujuan.

"Oke. Kamu duduk dulu di sana." Bocah lelaki itu menunjuk sebuah kursi yang tak jauh darinya dan segera dituruti oleh gadis itu.

Saat dilihatnya abangnya sudah selesai menyapu bagian dalam rumah, gadis kecil itu pun beranjak ke belakang dan mengambil air serta ember dan alat pel. Ia mulai mengepel dari bagian belakang rumah hingga ke depan. Kini keduanya sudah bergabung kembali ke ruang depan dengan beberapa buku pelajaran di depan mereka.

Keduanya mengerjakan tugas dalam diam. Masing-masing fokus pada tugas dan buku catatan.

"Eca! Elwin!"

Bruk!

Giana terjatuh dari ranjangnya. Ia membuka matanya dan menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang. Giana menghela napas panjang dan meletakkan lengannya menutupi matanya.

"Hah! Udah lama banget aku gak mimpi," desahnya sebelum menurunkan tangannya dari mata. Giana bangkit dari posisinya dan menatap jam dinding dengan jarum panjang menunjuk angka dua belas tepat dan jarum pendek menunjuk angka tiga tepat.

Merasa terlalu tanggung untuk tidur kembali, Giana pun memutuskan untuk membongkar seprai miliknya dan menggantinya dengan yang baru. Setelahnya ia bergerak ke kamar mandi dan mulai mencuci seprai tersebut beserta baju-bajunya. Selesai mencuci baju dan menjemur, jam sudah menujukkan pukul setengah lima pagi. Ia pun mengambil sapu dan menyapu rumahnya, lalu mengepel seluruh rumah. Tepat pukul setengah enam pagi, rumah Giana sudah rapi dan bersih-bahkan lebih kinclong daripada biasanya.

"Selesai!" desahnya puas sambil tiduran di atas lantai. Ia menatap langit-langit rumahnya dengan pandangan rindu.

Setetes air matanya jatuh lantaran ia kembali teringat mimpi indahnya tadi. "Aku kangen," lirihnya sendu.

Setelah puas bernostalgia, Giana segera bangkit dan bergerak menuju dapur. Hari ini, ia memutuskan untuk sarapan sederhana di rumah saja. Membuka kulkas dan mengambil sebutir telur, lalu mengambil sebungkus mie instan dari dalam lemari. Giana mulai memasak airnya, sambil mengiris bawang. Setelah air mendidih ia memasukkan mie instan tersebut. Sambil menunggu mie instannya matang, ia mengocok telurnya beserta bawang. Lalu mencampurkan mie instan yang sudah matang dan selesai ditiriskan. Sesudahnya, ia menghidupkan kompor dan mulai menggoreng adonan martabak mie itu.

------------------
1058.20062020
Gimana? Sebenarnya aku mulai bingung mau lanjut gimana 😅😅😅
Semoga kalian suka, ya.
Btw, makasih banyak buat yang udah baca sama vote.
Benar-benar makasih loh..
Aku senang banget.

Can I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang