12

1.8K 182 6
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak percakapan Giana dengan Awan dan Calvint berlalu, bahkan Awan juga sudah mengakui identitasnya yang merupakan pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Akan tetapi, Giana masih bias tetap bekerja dengan nyaman di sana. Ia bahkan belum pernah mendengar rumor bahwa akan ada karyawan yang dipecat. Sikap Calvint padanya juga masih baik dan seperti biasa, maka Giana pun memutuskan untuk melupakan hal tersebut.

"Gia, makan bareng, yuk!" Seperti biasa, Bayu masih saja berusaha mengajaknya makan bersama. Walau sebenarnya tak ada salahnya menerima ajakan Bayu, tapi ia hanya tak suka makan bersama orang lain. Ia lebih suka makan sendiri dan ditemani dengan lagu-lagu kesukaannya.

"Bayu! Ayo!" Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja Siska sudah berada di samping Bayu dan menarik lengannya.

Bayu menyergit, "Ke mana, Kak?"

Siska terkekeh centil. "Tentu saja makan siang bareng. Memangnya mau ke mana lagi?"

Sekali lagi Bayu menampilkan kerutan di dahinya. "Kita kan gak ada janji makan siang bareng."

"Memangnya harus janjian dulu?" Tanya Siska dengan raut sedih yang dibuat-buat hingga membuat Bayu panik bukan kepalang. Sepertinya gadis itu sudah mengetahui kelemahan Bayu-tidak bisa melihat orang bersedih karena sikapnya.

"Kak Siska, tolong jangan mempersulit Bayu."

Seluruh kepala yang ada di ruangan itu kompak menoleh ke arah Giana yang tiba-tiba saja angkat bicara dengan pandangan yang berbeda-beda-Siska yang marah serta Bayu dan yang lainnya yang menatap takjub. Mereka tak menyangka-apalagi Bayu-kalau Giana akan membuka suara hari itu. Padahal hari-hari sebelumnya, Giana hanya diam dan bahkan tak terlihat tertarik sama sekali dengan obrolan orang lain.

"Diam lo! Yang gue ajak ngomong 'kan bukan lo," sergah Siska marah.

"Kak Siska, jangan marah! Sudahlah. Tidak enak 'kan kalau sesama rekan kerja berantem? Nanti suasananya jadi canggung," sela Bayu sembari menahan lengan Siska.

"Kalau memang gak mau, tolak dengan tegas. Kamu manusia, bukan boneka yang harus selamanya mengikuti arahan orang. Kamu harus bisa menentukan pilihan kamu sendiri. Jika pilihan kamu bertentangan dengan orang lain, orang lain akan kecewa. Itu bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan. Selama keputusan kamu gak merugikan orang lain ataupun diri kamu sendiri, maka itu adalah keputusan yang baik walau tidak bisa menyenangkan semua orang," ucap Giana tak acuh, ia bahkan tak menatap lawan bicaranya dan hanya menatap layar komputer.

Bayu terdiam. Ia menatap Giana dalam. Bukan sekali dua kali gadis itu mengatakan hal seperti itu. Apa yang Giana katakan memang benar adanya. Akan tetapi, jika saja ia bersikap sesuka dirinya. Apakah orang tuanya akan bahagia dengan keputusannya? Apakah benar tidak apa-apa baginya jika ia mengambil keputusan sesuai kata hatinya?

"Apa kamu tidak lelah? Jika hanya hidup dengan menuruti kemauan orang yang bertolak belakang dengan kemauanmu?"-Giana masih sibuk memindahkan angka-angka yang terdapat di faktur ke dalam komputernya.-"Kalau lelah, sesekali ambillah keputusan yang sesuai dengan kemauanmu."

"Bayu? Ayo!" Siska menarik lengan Bayu manja.

Bayu mematung. Otaknya macet, tak bisa mencerna kata-kata Giana dengan cepat.

"Bayu! Mau sampai kapan lo membatu kayak gitu? Jam makan siang udah lewat 15 menit," tegur Haykal yang sedari tadi hanya diam-menonton drama yang terjadi di antara Bayu-Siska-Giana.

Bayu mengerjap dan menatap Siska tenang. "Maaf, Kak. Hari ini gue gak mau makan sama lo. Gue makan sama Giana aja."

"Aku tidak mau. Makan saja sendiri sana," tolak Giana tegas.

Can I? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang