"Woi! Gi, lo gak tau, ya, peraturan kantor yang gak bolehin bawa masuk orang luar?" tanya Siska sinis.
Giana menggertakkan giginya geram. Tangannya mengepal kuat. Ia memejamkan mata sejenak dan menarik napas dalam, berusaha menekan emosinya. Ketika membuka mata, dilihatnya Bayu telah berdiri di hadapan Siska.
"Bayu! Stop! Jangan membuat masalah sebelum hari pertamamu dimulai!" cegah Giana sebelum pemuda itu meluncurkan kalimat-kalimat aneh yang akan merugikan dirinya maupun pemuda itu sendiri.
Kemudian, Giana mengalihkan pandangannya pada Siska. "Maaf, Kak. Tapi dia bukan orang luar. Perkenalkan dia adalah ...."
"Jangan ada yang tahu kalau anaknya Pak Hendrawan magang di divisi kita." Ucapan Calvint beberapa hari yang lalu terngiang kembali sebelum Giana sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Perkenalkan, saya Bayu. Senin depan saya akan masuk ke divisi ini sebagai karyawan magang. Mohon bantuannya, Kak Siska." Bayu tersenyum manis.
Siska menatap Bayu dengan intens. Tentu saja, wajah tampan Bayu bukanlah sesuatu yang bisa ditolak oleh kaum hawa begitu saja. Sebuah senyum manis dilengkungkan wanita bersurai coklat terang itu. "Ah, iya. Halo, Bayu. Kalau nanti pas magang ada masalah, cari aku aja, ya," pintanya sembari mengedipkan sebelah matanya genit.
"Jangan sama Siska, sama aku aja," timpal Desi sembari menyodorkan tangannya. Senyum menggoda kedua wanita yang berusia akhir duapuluhan itu hanya dibalas dengan senyum sopan dan anggukan kepala.
Giana menatap kedua wanita itu heran. Setitik rasa dongkol terselip di hatinya. Kedua wanita itu bisa langsung akrab dengan Bayu yang bahkan belum mereka temui selama setengah jam, tetapi pada dirinya yang sudah kedua wanita itu temui selama lima tahun malah bersikap sinis.
"Dasar genit!"
Tubuh Giana sekaku batu saat mendengar umpatan tersebut. Tidak! Ia tak bermaksud mengucapkannya dengan keras. Namun saat sebuah suara tawa menggelitik indra pendengarannya, ia sadar bahwa suara itu bukanlah miliknya.
"Kaku banget mukanya! Haha. Pasti bener, 'kan? Kamu ngumpatin mereka 'dasar genit' dalam hatimu?"
Giana menoleh, menatap Bayu datar. Ia membuka mulutnya dan menutupnya kembali. Mau disangkal juga percuma karena apa yang dikatakan pemuda itu benar adanya. Pada akhirnya ia hanya bertanya, "Sejelas itukah?"
Bayu tertawa lepas, lalu menggeleng pelan. "Tidak. Tidak juga. Bisa dibilang, kamu menyembunyikannya dengan baik. Tapi ...."
Giana berhenti melangkah dan menatap Bayu dengan alis terangkat. "Tapi apa?"
"Bukan apa-apa." Bayu menggeleng pelan.
Keduanya berhenti di persimpangan lorong. "Kalau ke jalan ke kiri kamu bakal nemuin kantor direksi, lalu ada lift khusus untuk menuju ke ruangan Pak Hendrawan. Karyawan biasa seperti saya tidak boleh masuk ke sana. Lalu kalau ke arah kanan ada lift buat menuju ke bawah," jelas Giana mengakhiri tour singkat mereka di pagi itu.
"Apakah kamu ada pertanyaan?" Giana menatap Bayu dan menunggu dengan sabar.
"Jika tidak ada, maka tour singkat hari ini sudah selesai. Kalau begitu, saya permisi," pamit gadis itu.
Baru saja ia hendak melangkah, lengannya ditahan oleh Bayu. Giana berbalik dan menatap Bayu dengan alis terangkat, "Ya?"
Bayu diam. Ia menatap Giana dengan tatapan yang tak dimengerti oleh gadis itu. Bayu membuka mulutnya untuk kemudian ditutup kembali.
"Jika tidak ada yang ingin kamu sampaikan, saya akan pergi. Maaf, pekerjaan saya masih banyak." Giana melepaskan pegangan Bayu pada lengannya.
"Maaf. Silakan," ucap Bayu seolah baru kembali dari belahan dunia lainnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Can I? [COMPLETED]
ChickLitElsa Giana Saraswati atau yang kerap kali disapa Giana diutus oleh sang atasan menjadi tutor bagi salah seorang karyawan magang. Namun, karyawan magang ini bukanlah karyawan biasa. Melainkan putra tunggal dari bos besar tempat dirinya bekerja. Wala...