"Tadi kamu bilang namaku Bayudirja Respati dan nama kamu Elsa Giana Saraswati, 'kan?" tanya Bayu memastikan dan diangguki setuju oleh Giana.
Bayu berdeham sejenak sebelum mengajukan pertanyaan baru, "Nama ayah kamu siapa?"
"Handoko Gianto," jawab Giana enggan. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia ingin melupakan nama tersebut. Akan tetapi, ia tak akan pernah bisa melupakan nama itu hingga akhir hayatnya nanti.
Sekali lagi Bayu mengangguk puas mendengar jawaban yang dilontarkan Giana. Ia menarik napas panjang sebelum mengajukan pertanyaan lainnya lagi, "Lalu, nama ibu kamu siapa?"
"Evelyn Agustina," jawab Giana sendu. Rasa rindu yang biasanya ditahan olehnya tumpah begitu bibirnya meluncurkan nama lengkap sang bunda dengan lancar. Setetes bening meluncur dari sudut matanya segera ia seka. Bayu meremas tangannya lembut dan tersenyum menenangkan.
"Kamu bisa lihat kan perbedaannya di mana?" tanya Bayu lembut sembari mengusap pipi Giana pelan.
Giana mengerutkan keningnya tanda tak paham. Sebenarnya apa maksud dari pertanyaan Bayu mengenai nama mereka berdua dan juga nama kedua orang tuanya? Ia benar-benar tak paham sama sekali. Akhirnya ia menggeleng menjawab pertanyaan Bayu.
Bayu terkekeh pelan sebelum menjawab dengan lembut. "Kamu lihat. Nama kamu Elsa Giana Saraswati,"—Bayu menekan bahu Giana lembut—"namaku Bayudirja Respati,"—Bayu menepuk dadanya pelan. "Ini kisah Bayu dan Giana, bukan kisah Handoko dan Evelyn. Tentu saja akhirnya akan berbeda dengan akhir dari kisah Handoko dan Evelyn," jelas Bayu tenang.
Saat sebuah pemahaman masuk ke dalam otak Giana, ia tercekat. Ia mengerti apa yang hendak disampaikan oleh Bayu. Ini bukanlah kisah orang tuanya—bukan kisah mengenai Handoko dan Evelyn. Akan tetapi, ini kisahnya—kisah milik Bayu dan Giana. Tentu saja akhir yang akan mereka capai bukanlah akhir menyedihkan seperti akhir kisah Handoko dan Evelyn. Ia mengangguk paham. Walau begitu, sebuah ketakutan lain muncul bersamaan dengan pehamaman itu.
"Jangan takut untuk hal-hal yang belum terjadi, Ca!" ucap Bayu seolah mengerti ketakukan Giana. Ia menarik Giana masuk ke dalam pelukannya. Bayu mengelus rambut hitam dengan gerakan teratur.
"Tapi ...." Giana tak dapat mengenyahkan ketakutan tersebut. Ia benar-benar tak mengerti kenapa Bayu begitu berani mengambil risiko mengenai hal yang sama sekali tidak bisa diprediksi ini.
Bayu terkekeh pelan. "Ca, semua keputusan ada konsekuensinya. Baik itu hal yang baik, maupun hal yang buruk. Kita harus bisa berani mengambil risiko kalau kita ingin berhasil. Begitu pula dengan hubungan. Kita memang tidak tahu ke depannya kita akan seperti apa. Mungkin menurut kamu, risiko yang akan kita hadapi besar. Tapi, percayalah. Aku tak akan membiarkan kamu menghadapi hal itu sendirian. Aku akan terus berada di samping kamu. Bersama-sama kita akan menghadapi semua hal yang akan terjadi. Jadi, tidak akan terasa berat. Karena kita berdua bisa saling menguatkan."
Genggaman Giana mengerat pada kedua sisi baju Bayu. Ia tidak tahu harus bagaimana. Ia percaya, Bayu tak akan meninggalkannya. Ia juga percaya, Bayu akan terus bersamanya. Akan tetapi, sampai kapan? Bagaimana jika karena dirinya Bayu celaka dan meninggalkannya—bukan hanya dirinya, tetapi kedua orang tua Bayu juga—selamanya? Apa yang harus ia perbuat di saat itu nanti?
"Maaf, Lang. Aku ...." Giana mendorong tubuh Bayu menjauh. Matanya berkaca-kaca menatap Bayu bimbang. Ia tak ingin menyakiti Bayu, tetapi dengan melakukan hal ini ia sudah menyakiti pemuda itu. Terlihat jelas bahwa pemuda itu kecewa pada keputusannya. Akan tetapi, sepertinya pemuda itu tak mau menyerah begitu saja.
Terbukti dengan senyum manis yang terlukis di wajahnya. Senyum yang mengatakan bahwa ia paham dan maklum. Senyum yang mengatakan bahwa tak ada yang berubah dan semua akan baik-baik saja.
"Take your time, Ca. Aku gak maksa kamu jawab sekarang. Aku bisa nunggu kamu lagi. Bahkan untuk sepuluh tahun ke depan lagi pun, aku sanggup. Jadi jangan merasa terbebani. Kamu boleh ambil waktu sebanyak yang kamu mau untuk meyakinkan hatimu," ucap Bayu tenang. Kemudian, ia menarik Giana kembali ke dalam pelukannya. Dikecupnya puncak kepala gadis itu lama. Ia memejamkan matanya dan menghirup aroma Giana dalam-dalam.
"Lang?" panggil Giana pelan. Rasa malu menguasai dirinya saat ia tak sengaja melihat ada sebuah mobil yang berhenti.
"Hmm?" gumam Gilang tanpa mengurai pelukan tersebut.
"Lepas, Lang. Ada orang lewat. Malu," lirih Giana pelan—amat sangat pelan. Bayu mengurai pelukannya dan menatap ke belakangnya. Benar saja, ada sebuah mobil yang berhenti tak jauh dari tempat mereka duduk. Sepertinya mobil tersebut mengalami kerusakan.
"Ayo, pulang," ajak Giana langsung turun dari kap. Bayu mengangguk patuh dan ikut turun dari kap.
Bayu melajukan mobilnya mendekati mobil yang mogok itu—hendak menawarkan bantuan. Baru saja jendela ia turunkan, mobil tersebut sudah menyala kembali.
"Oh, udah nyala? Kalau begitu kami duluan, ya, Kak," ucap Bayu sambil tersenyum ramah.
Pria itu pun ikut tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya, Kak. Silakan. Terima kasih, ya."
Giana tertidur sepanjang perjalanan. Walau ia sudah berusaha menahannya, tetapi ia tetap jatuh tertidur juga. Begitu sampai di rumah Giana, Bayu membangunkannya.
"Hei! Putri tidur, ayo bangun. Udah sampe." Bayu menepuk-nepuk pipi Giana pelan. Saat Giana menepis tangannya dan memilih untuk tidur kembali, terlintas sebuah ide iseng di kepala Bayu. Ia menjepit hidung Giana dengan jarinya hingga gadis itu terbangun akibat kehabisan napas.
"Iseng banget sih?" tanya Giana kesal sembari menepuk perut Bayu dengan sekali pukulan keras. Bayu mengaduh sekaligus tertawa puas karena berhasil mengerjai Giana.
Bayu menekan perutnya yang kram akibat terlalu banyak tertawa. Sebelah tangannya ia gunakan untuk mengacak rambut Giana. Senyum manis ia lukiskan hanya untuk Giana seorang. "Masuk sana! Besok harus kerja, 'kan?"
Giana mengangguk pelan. Ia menyambar tas tangannya dan menatap Bayu sayu. "Aku masuk, ya? Malam. Nanti kalau sampai rumah telepon, ya. Aku tunggu. Makasih untuk malam ini, Lang."
Giana terlihat ragu sesaat. Kedua tangannya saling meremas. Ia menggigit bibir bawahnya cemas. Kemudian menarik napas panjang dan mengecup pipi Bayu secepat kilat. Lalu berlari menuju rumah dan membanting pintunya tanpa memberikan Bayu kesempatan untuk mengucapkan sepatah katapun.
Bayu terkekeh pelan mengingat kelucuan tingkah Giana. Sebuah senyum manis terukir di bibirnya. Ia yakin, jalan menuju keinginannya sekarang sudah terbuka semakin lebar. Ia hanya perlu bersabar selagi mencari dia yang telah melukai Giana sedemikian rupa agar Giana bisa mendengar permintaan maaf dan melanjutkan hidupnya kembali seperti sedia kala.
Bayu men-starter mobilnya dan meninggalkan rumah Giana. Ia mengemudikan mobilnya dengan perasaan senang dan tenang. Saat hampir sampai di rumahnya. Ia mendapatkan telepon. Bayu mengangkatnya dengan wajah sedikit tegang. Tanpa sadar, ia meremas setir dengan kuat hingga buku jarinya memutih.
"Sudah ketemu?" tanyanya tak yakin.
"Kamu yakin benar, 'kan?" ulang Bayu memastikan. Setelah mendengar penjelasan dari ujung sana, Bayu mengangguk mantap. Senyum puas mengembang dari kedua sudut bibirnya. Tugasnya hampir selesai dan dia pun akan segera mendapatkan hasilnya.
-----------------------
Yo! Pa kabar kalian?
Maafkan Bayu dan Giana yang lama tak muncul. Tapi sungguh, aku lagu berusaha buat nyelesaiin ini. Doain beberapa part lagi kelar yak.
Makasih :)
Love you all
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I? [COMPLETED]
ChickLitElsa Giana Saraswati atau yang kerap kali disapa Giana diutus oleh sang atasan menjadi tutor bagi salah seorang karyawan magang. Namun, karyawan magang ini bukanlah karyawan biasa. Melainkan putra tunggal dari bos besar tempat dirinya bekerja. Wala...