Bayu menatap Giana yang terbaring lemah dengan sedih. Ia tak mengerti apa yang membuat gadis itu melakukan hal tersebut. Tangannya membungkus tangan Giana yang lebih kecil darinya dan jempolnya mengusap punggung tangan itu dengan lembut.
"Gi, lo tuh sebenarnya kenapa? Kalau ada masalah, cerita aja. Gak usah nyakitin diri sendiri kayak gini." Kedua netra Bayu kembali menyusuri kedua lengan Giana yang sudah diperban sempurna.
Suara pintu terbuka membuat Bayu menoleh. Seorang lelaki masuk ke dalam dengan wajah khawatirnya. Bayu mengenali wajah tersebut, ia lelaki yang tadi siang menuntut penjelasan dari Giana-lelaki bernama Noah yang diakui pacar oleh Giana.
Mata Noah langsung jatuh pada kedua lengan Giana yang sudah diperban. "Bagaimana keadaannya sekarang?"
Bayu menggeleng pelan. "Kata dokter, darahnya banyak yang kurang. Dan menurutnya, masalahnya bukan di fisik Giana, tapi psikisnya. Dia tertekan, tapi dia tak pernah mengatakan atau pun menunjukkannya."
Noah mengangguk tanda mengerti. Ia paham betul Giana memang orang yang seperti itu. Tembok yang dibangun gadis itu terlalu tinggi dan tebal hingga tak ada seorang pun yang bisa melompatinya.
"Apa kamu tahu apa yang terjadi sebelum dia seperti ini? Karena setahu saya, dia baik-baik saja setelah berpisah dengan saya tadi siang. Dia bahkan bisa tersenyum tulus," ucap Noah berusaha mengorek informasi.
Bayu menghela napas berat. Matanya masih terpancang pada wajah pucat Giana. Gelengan pelan ia berikan pada Noah.
"Apa saja bisa membantu. Saya ini dokter Giana. Saya harus tahu apa yang dialami oleh Giana agar saya bisa mengambil langkah yang tepat," jelas Noah membuat Bayu memandangnya dengan ekspresi lega.
Noah terkekeh. "Apa dia mengatakan pada Anda bahwa saya pacarnya?"
Bayu mengangguk, lalu menggeleng. Ia lantas mengusap tengkuknya salah tingkah. "Itu .... Apakah itu benar?"
Gelak tawa meluncur dari bibir Noah. Ia tertawa begitu puas hingga bahunya ikut terguncang karenanya. Ia sampai harus memegangi perutnya yang mulai terasa keram.
"Sepertinya Anda begitu menyukainya, ya?" tanya Noah setelah berhasil berhenti tertawa.
Bayu berdeham keras untuk menutupi rasa malunya. Ia lantas memilih untuk diam karena tanpa ia jawab pun sepertinya pria itu tahu jawabannya.
Noah menggedikkan bahu tak acuh. "Dia memang layak untuk dicintai, tapi ia tak pernah mengakuinya. Dia selalu berpikir kalau dia tak layak untuk dicintai. Yah, selama ini hidupnya memang sulit. Korban kekerasan dalam rumah tangga hingga ia membawa trauma tersebut sampai sekarang."
"Kekerasan dalam rumah tangga? Apa dia punya keluarga lainnya?" tanya Bayu mulai menatap lawan bicaranya tertarik.
Noah mengangguk mengiakan, tetapi raut pria itu terlihat sendu. Napas berat ia embuskan seolah mengisyaratkan bahwa itu bukanlah sesuatu yang bagus.
"Di mana?" tanya Bayu antusias.
Noah menatap Giana sejenak, menimbang apakah informasi tersebut boleh ia bocorkan kepada orang lain ataukah tidak.
"Maaf, sepertinya itu melanggar kode etik seorang dokter. Saya tidak bisa mengatakannya pada seseorang yang bukan keluarga," ucapnya pada akhirnya setelah terdiam selama lima menit.
Bayu berdiri dan menatap Noah semangat. "Belum. Bukan 'bukan'," ralatnya.
Noah tersenyum ramah. "Jika sudah menjadi keluarganya, pada saat itulah saya akan menceritakan apa yang saya ketahui pada Anda."
Bayu yang melihat keraguan di raut Noah, pun masih berusaha mengorek informasi. "Anda tahu, 'kan? Kalau penyakit psikis itu bisa disembuhkan bukan hanya dengan bantuan ahli, tapi juga dengan bantuan orang-orang terdekat? Bagaimana jika Anda memberikan sedikit informasi pada saya agar saya bisa membantu menjaga Giana? Maksudnya agar saya bisa mengawasi Giana untuk mencegahnya melakukan hal seperti ini lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I? [COMPLETED]
Chick-LitElsa Giana Saraswati atau yang kerap kali disapa Giana diutus oleh sang atasan menjadi tutor bagi salah seorang karyawan magang. Namun, karyawan magang ini bukanlah karyawan biasa. Melainkan putra tunggal dari bos besar tempat dirinya bekerja. Wala...