26. Ulang Tahun

9.1K 786 23
                                    

Pagi-pagi sekali, Mayang bangun dari tidurnya. Ia tersenyum cerah, mengingat bahwa dirinya genap 20 tahun saat ini. Di hari kelahirannya ini, hanya satu hal yang paling ia tunggu-tunggu. Yaitu, telepon dari komandan Angkasanya tersayang, yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Mayang.

Mayang terus melirik telepon saat ia beraktivitas di pagi hari. Ia begitu menantikan dan mengharapkan benda itu berdering segera. Memperdengarkan suara kekasih hatinya tercinta dan memberi ucapan selamat.

Mayang tidak mau berekspektasi lebih. Ia tahu bahwa Angkasa jauh disana. Ia tahu bahwa suaminya itu bekerja disana. Ia tidak ingin menuntut banyak. Ia tidak ingin menutut Angkasa memberinya sebuah hadiah. Karena seperti yang Angkasa katakan, ia melebihkan uang jajan Mayang agar Mayang bisa membeli apa yang ia mau. Dan sudah Angkasa berikan. Bagi Mayang saat ini, yang terpenting Angkasa menelponnya saja, itu sudah cukup.

Lama menunggu panggilan dari sang suami tercinta, wajah Mayang pun mendadak muram. Perasaannya terasa kosong seketika. Dengan wajah kecewanya itu, Mayang pun melangkahkan kaki pergi ke kampus.

...

Malam telah tiba, tetapi Mayang belum juga kembali ke rumah. Ia kesal dengan Angkasa yang tak kunjung menghubunginya. Tidak mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

"Mayang, suamimu kasih hadiah apa?" Tanya Ningsih. Saat ini, Mayang dan kedua temannya tengah duduk di sebuah tempat makan.

Wajah Mayang kembali di tekuk cemberut. "Jangankan kasih hadiah, ingat saja, ora." Jawab Mayang menghelakan napas lelahnya.

"Masa sih Mayang? Jahat sekali suamimu." Celetuk Sumarni.

"Ah, mungkin suamimu sedang sibuk, Mayang. Kamu kan ingat, dia bahkan pernah nggak telepon kamu lebih satu minggu kan?"

Mayang kembali menghelakan napasnya dalam. Ia yakin sekali bahwa sebenarnya Angkasa disana sedang tidak sibuk. Ia hanya lupa bahwa Mayang berulang tahun hari ini. Atau.. ia ingat, tetapi gengsi untuk mengucapkan.

Mayang benar-benar sebal. Karena itu, di jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam, ia tidak juga kembali ke rumah. Agar pada saat Angkasa menelponnya, Mayang tidak mengangkat panggilan itu. Biarkan saja pria itu bertanya-tanya akan keberadaannya.

"Eh, Mayang, kak Reza," tiba-tiba Ningsih berucap. Membuat Mayang langsung menoleh dan seketika berdecak sebal.

Pria itu menghampiri Mayang. Ia membawa seikat bunga di tangannya. "Mayang, selamat ulang tahun ya. Ini bunga untukmu," ucap Reza meletakkan bunga itu di atas meja.

Mayang mendongak melirik sinis Reza. "Kak Reza ndak ada kapoknya ya?! Mau aku aduin lagi sama suamiku?!" Ancam Mayang terang-terangan. Mayang sudah jengah bersikap baik terhadap pria itu. Mungkin dengan cara blak-blakan, Reza bisa mengerti.

"Eh eh eh, jangan Mayang." Ucap Reza langsung mengangkat kedua tangannya. "Aku udah kapok. Ini cuma bunga, Mayang. Nggak ada yang spesial. Jangan bilang suamimu, nanti aku di hajar lagi sama dia," ucap Reza takut.

Mayang mengenyam bibirnya. "Ya sudah, terima kasih." Ucap Mayang menerima bunga pemberian Reza.

Kedua teman Mayang langsung mengambil bunga itu setelah Reza pergi. "Wah, Mayang, sudah punya suami, tapi tetap saja bisa bikin laki-laki lain suka ya,"

"Kalau suamimu tahu, apa nggak ngamuk dia Mayang?" Ucap teman Mayang menggoda Mayang.

Mayang sungguh tidak peduli saat ini. Ia justru sedih menerima bunga dari Reza. Karena beberapa waktu lalu, Mayang meminta bunga pada Angkasa. Tetapi Angkasa tidak bisa memberikannya karena alasan yang begitu logis. Mayang begitu sedih.

Jam sudah hampir menujukkan pukul 10 malam. Dengan wajah yang menekuk cemberut, Mayang berjalan di jalanan yang sepi dan gelap. Ia menggendong bunga pemberian Reza dan mengusapnya.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang