14. First kiss

16.3K 960 27
                                    

Sore itu, setelah Angkasa dan Mayang selesai berjalan-jalan, akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang. Mereka berdua naik ke mobil Angkasa. Dimana Angkasa langsung menyalakan mesin mobilnya.

"Komandan, ndak bisa pasang radio ya? Gimana iki nyalahinnya?" Tanya Mayang yang mengamati tape kecil di mobil Angkasa. Ia mengedarkan telunjuknya, tetapi tidak tahu harus memilih tombol yang mana.

"Bisa," jawab Angkasa datar. Angkasa lantas menunduk dan menghidupkan radio, kemudian mencari-cari siaran. 

Namun, tiba-tiba Mayang terpekik, "ya gusti!" Pekiknya membuat Angkasa sedikit terkejut dan netranya langsung menyorot Mayang dengan heran.

"Opo iki, komandan?" Tanyanya membekap pipi Angkasa dengan kedua tangannya. Membuat Angkasa begitu heran.

"Heh, tidak sopan kamu pegang-pegang kepala saya!" Tegur Angkasa dengan galak.

Namun yang di tegur tampaknya sedang berbinar menatap Angkasa. "Iih, komandan. Coba komandan senyum. Saya mau lihat!" Seru Mayang.

Akhirnya, Angkasa mengerti maksud mayang. "Oh, ini," ucapnya kemudian mengembangkan bibirnya. Membuat bulatan kecil muncul di pipinya yang tegas itu.

"Aaaa, cakep sangat. Gemes aku," pekik mayang gemas sendiri melihat lesung pipi Angkasa yang baru kali ini ia sadari. Ia bahkan dengan gemas mencubit pipi Angkasa, membuat abdi negara itu lantas terheran-heran.

Angkasa melepaskan kedua tangan Mayang dari pipinya. "Heh, perempuan ini," keluhnya sembari membenarkan duduknya. Kemudian mematikan kembali radio yang tadi sudah ia nyalahkan.

Tetapi, seorang Mayang tidak akan berhenti jika dia sudah penasaran. Ia malah menengadah ke arah Angkasa. "Komandan, saya mau lihat." Ucapnya kekeh menatap Angkasa dengan dekat. Bahkan tanpa sadar, satu telapak tangannya ia tumpukan di atas paha Angkasa. Membuat Angkasa menelan gumpalan besar di tenggorokannya.

"Komandan, ayo senyum lagi," pinta Mayang dengan manja.

Angkasa menghelakan napasnya dalam. Mau tidak mau, ia harus menuruti kemauan wanita centil itu. Kemudian ia menebarkan senyumnya. Agar wanita itu puas melihat pahatan indah di pipi angkasa.

"Ya Tuhan, komandanku iki kok cakep bener ya," ucap Mayang sungguh gemas melihat Angkasa. "Iih, komandan, iki bibir ne komandan kok juga merah sangat? Pakai pewarna bibir ya?" Kini netra Mayang malah fokus menatap bibir Angkasa.

Angkasa menyentil hidung Mayang. "Kamu pikir saya perempuan, pakai pewarna bibir!" Omel Angkasa.

"Saya boleh pegang, ndak?" Tanya Mayang mengangkat jemarinya di depan bibir Angkasa. "Ndak yakin saya, pasti pakai pewarna bibir." Sambungnya penasaran.

Angkasa menatap wajah mayang yang begitu dekat di hadapannya. Dimana, mata wanita itu fokus menatap bibir angkasa. Dan sesaat setelah ibu jari Mayang mengusap bibirnya, di situ Angkasa memajukan kepalanya dan menjumpakan bibirnya dengan bibir Mayang.

Cup! Sebuah kecupan mendarat di bibir Mayang. Membuat wanita itu mematung seketika. Netranya membesar menatap Angkasa yang tiba-tiba mengecup bibirnya.

"Sudah puas kamu? Terbuktikan, saya tidak pakai pewarna bibir," ucap Angkasa menatap wajah terkejut Mayang.

Tetapi, bukan berhasil membungkam wanita itu, Angkasa malah di tuntut olehnya. "Iih komandan, kalau mau kasih ciuman pertama itu jangan begitu!" Protesnya.

Mayang menguncupkan jari jemarinya, lalu mengadukan jemari kanan dan kiri. "Begini, komandan. Ciuman pertama itu begini," tuntutnya.

Angkasa yang tidak habis pikir akan jalan pikiran wanita itu lantas mendorong jidat Mayang. Memaksa wanita itu agar kembali duduk dengan bagus. Lalu Angkasa mulai menjalankan mobilnya.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang