Angkasa membawa Mayang ke sebuah warung guna melakukan makan siang. Warung itu tampak sederhana, tetapi banyak jenis makanan yang dapat di pilih di sana.
Mata Mayang melebar melihat makanan pesanan Angkasa yang sudah tersaji di atas meja. Jika biasanya, Mayang hanya makan nasi dengan satu jenis lauk pauk, berbeda dengan Angkasa, yang sudah memesan beberapa piring nasi dan berbagai jenis lauk pauk.
"Ayo, cepat makan." Ucap Angkasa yang sudah mulai menuangkan satu lauk ke piringnya. Dengan tangannya yang besar, ia memakan suap demi suap nasi beserta lauknya.
Mayang pun mulai ikut makan. Ia hanya berani memakan satu lauk saja. Karena itu pun sudah sangat cukup untuk dirinya.
Sembari makan, Mayang mencuri-curi pandang ke arah Angkasa. Banyak banget makannya, batin Mayang. Ia menatap heran Angkasa sembari mengunyah makanannya. Bagaimana tidak, nasi di piring Mayang masih habis setengah, tetapi Angkasa, sudah menghabiskan dua piring beserta beberapa jenis lauk.
Angkasa menoleh ke arah Mayang, dimana Mayang langsung membuang mukanya. "Makan yang banyak. Kurus sekali itu badan, seperti sapu lidi!" Umpat Angkasa. Yang membuat Mayang balas menatapnya.
"Dari pada badan komandan kaya kingkong!" Mayang langsung mengatupkan bibirnya begitu ia sadar akan apa yang ia katakan. Ia gentar mendadak melihat tatapan tajam Angkasa terhadapnya.
"Hehe.. maaf komandan," cicitnya sok manis kemudian tertunduk dalam.
Angkasa melengos tak peduli. Ia melanjutkan makannya dengan santai. Mengabaikan wanita yang ada di sampingnya.
......
"Kenapa kamu takut naik mobil saya?" Sambil menyetir, Angkasa bertanya pada Mayang. Dimana, saat ini, mereka sedang dalam perjalanan menuju ke desa Mekar Jaya.
Angkasa menyuruh Mayang datang ke markas, sesungguhnya bukan untuk menghukum wanita itu. Tetapi, ia ingin bertukar pikiran saja dengan wanita muda itu. Hanya saja, Angkasa menyuruh Mayang untuk membersihkan ruangannya, karena pada saat itu Angkasa memiliki urusan mendesak.
Mayang mengusap surai rambutnya. "Katanya, kalau sudah di paksa masuk ke mobil Komandan, orang itu bakalan hilang. Ndak akan kelihatan lagi." Jawab Mayang dengan ragu.
"Kata siapa?!" Tanya Angkasa heran.
Mayang mengangkat pandangannya berpikir. "Kata orang-orang," jawabnya berbohong. Ia takut jika ia mengatakan bahwa itu merupakan kata-kata ayahnya, sang ayah malah jadi bulan-bulanan Angkasa. Mayang tak ingin hal itu terjadi.
Angkasa mendenguskan napasnya. Ia tak mengerti bagaimana cerita seperti itu langsung merebak ke seluruh masyarakat. Namanya jadi begitu di kenal, beserta dengan citra kejamnya.
"Komandan, apa benar begitu ya? Kemana Komandan buat orang-orang yang masuk ke mobil Komandan itu?" Tanya Mayang penasaran.
Angkasa mengenyam mulutnya dan melirik sekilas Mayang. "Ya ke penjaralah. Orang-orang itu, saya tangkap, saya masukkan ke mobil, dan saya masukkan ke penjara karena memang punya kesalahan. Bukan sembarangan kita musnah-musnahin orang! Kita punya undang-undang!" Tegas Angkasa menjelaskan.
"Ah, begitu toh," Mayang menganggukkan kepalanya mengerti.
"Eh, anak kepala desa," panggil Angkasa.
"Nama saya Mayang, Komandan," ralat Mayang dengan kesal.
Angkasa meliriknya sekilas dan menghelakan napasnya pelan. "Kamu nggak pa-pa pakai nama saya sebagai tameng kamu." Ucap Angkasa membuat mayang tercengang menatap Angkasa.
"Sungguh, Komandan?" Tanya Mayang antusias. Karena antusiasnya, tanpa ia sadari, ia memegang lengan Angkasa.
Angkasa melirik tangan wanita itu yang memegang lengannya. "Iya," jawabnya datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...