Suasana pagi di kampus tempat Mayang menempuh pendidikan. Tampak kelas-kelas terisi dengan para mahasiswa/i yang sedang mengikuti perkuliahan.
Pagi itu, suasana kampus mendadak ramai. Hal ini di karenakan kedatangan seorang perwira TNI, bersama dua orang polisi. Membuat semua orang jadi bertanya-tanya, ada apa yang terjadi.
Mereka melangkahkan kaki menuju sebuah ruang kelas. Tok..tok..tok.. suara ketukan itu terdengar. Membuat semua atensi yang ada di dalam kelas teralihkan ke sumber suara.
"Mayang?" Gumam Ningsih teman Mayang.
Kehadiran Mayang juga membuat ketiga senior yang telah mengerjai Mayang menjadi ketakutan seketika.
"Ada apa ini, pak?" Dosen yang sedang mengajar bertanya. Menghampiri Angkasa yang sudah melenggang masuk ke ruangan itu.
"Kami ingin menjemput mahasiswa yang sudah melakukan tindakan kriminal." Jawab Angkasa dingin.
"Tunjuk, yang mana orangnya." Perintah Angkasa memegang bahu mayang.
Seperti mendapat kekuatan dari tameng terbesarnya, Mayang pun mengangkat kepalanya perlahan. Lalu mengangkat telunjuknya dengan tangan bergetar. "Rasti, Linda, Arini," ucap Mayang dengan mata berkaca-kaca.
"Saya?! Kenapa saya?!" Sangkal Rasti cepat. Dirinya sudah ketakutan dan tangannya bergetar. "Saya nggak kenal kamu!" Serunya dengan keras.
"Iya, kenapa kamu nyalahin kami?! Kami nggak ada apa-apain kamu!" Seru Linda membela Rasti.
"Iya, kamu kenapa sih, Mayang?! Kenapa tuduh-tuduh kami?!" Giliran Arini bersuara.
Air mata Mayang terjatuh. Ia menatap Angkasa dan jantungnya berdebar kuat karena takut. Ia ingin berteriak minta tolong pada pria itu, karena para seniornya itu menyangkal dan menyudutkan Mayang.
Angkasa tahu ketakutan Mayang. Dia pun tak bisa berbuat apapun karena tak memiliki bukti. Tetapi, tidak ada orang yang bisa lepas dari jangkauan Angkasa. Tiga orang itu, harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
"Kalian bertiga, datang kemari dan mengaku!" Perintah Angkasa. "Jika dalam hitungan 3 kalian tidak berdiri di depan saya, saya pastikan hukuman kalian akan semakin berat!" Tegas Angkasa mengancam ketiga wanita itu. Membuat wajah ketiganya semakin pucat.
"Satu!"
"Ayo, kalian cepat ke depan!" Seru dosen yang mengajar. Tetapi ketiganya saling bersitatap dan takut.
"Tiga!"
Ketiganya sontak berlari dan menghadap Mayang segera. Mereka menghampiri Mayang dan dengan memasang wajah bersalah, memohon kepada wanita itu.
"Mayang, maafin kami. Kami nggak akan ganggu kamu lagi."
"Tolong Mayang, jangan begini. Nanti orang tua kami tahu."
"Iya Mayang, tolong maafkan kami. Kami akan lakukan apa saja."
Mereka bertiga memohon pada Mayang. Tetapi Mayang bungkam dan hanya mengeluarkan air matanya. Tangan mereka yang menyentuh Mayang, yang memohon itu, pernah menjadi sumber kesakitan Mayang. Lalu bagaimana sekarang Mayang bisa dengan mudah berkata iya? Saat Mayang sudah memasrahkan semua pada Angkasa. Tentu saja, kata maaf mereka sudahlah sangat terlambat.
"Bawa mereka, pak," ucap Angkasa membuat ketiga wanita itu langsung histeris. Mau tak mau, suka tak suka, ketiganya di bawa segera untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka.
Angkasa mengambil ketiga tas wanita itu. Dimana, ia menemukan tustel di tas Rasti dan mengecek isinya. Benar saja, foto Mayang ada di tustel tersebut. Membuat Angkasa menggeram kesal seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...