22. Olahraga Pagi

20K 851 26
                                    

Pagi subuh yang terasa dingin. Langit masih tampak gelap dan suasana terlihat begitu sunyi. Pada jam-jam seperti ini, entah mengapa tubuh terasa lebih nyaman untuk terlelap. Membuat mata enggan untuk membuka.

Seperti misalnya Mayang, yang tampak semakin mengeratkan pelukannya dengan nyaman bersama Angkasa. Wanita itu tampak enggan untuk membuka mata dan dirinya mencari kehangatan di tubuh besar pria itu.

Lain Mayang lain pula dengan Angkasa. Pria itu sudah membuka lebar matanya dan dalam diam menatap wajah istri tercintanya itu. Ia menunduk dan berbisik "heh, perempuan. Bangun," ucapnya.

Mayang melenguh dan langsung merengutkan wajahnya. Merasa tidur nyenyaknya di ganggu oleh Angkasa. "Mmmhh, ndak mau," gumamnya mengeratkan pelukan di tubuh pria itu.

Angkasa mendaratkan tangannya di pipi wanita itu, kemudian mengusapnya. "Ayo bangun. Sudah pagi ini. Olahraga, biar badanmu tidak lembek seperti ini," ucap Angkasa kembali berusaha membangunkan istrinya itu.

Tetapi Mayang tetaplah Mayang. Biasanya saja dia bangun di jam setengah 7 pagi, itu pun jika dia ada mata kuliah pagi. Jika tidak, sampai jarum jam menuju angka 8 pun wanita itu akan tetap merebahkan diri di atas peraduannya.

Dan sekarang, di jam yang masih menunjukkan pukul 4 subuh, Angkasa menyuruhnya untuk bangun? Untuk berolahraga? Tentu saja Mayang menolak. Bahkan jiwanya pun belum berniat kembali ke raga.

"Iiihh, aku ndak mau. Olahraga saja sana sendiri!" Rengek wanita itu menolak perintah Angkasa. Ia bahkan menepuk dada Angkasa sebagai tanda kekesalannya pada pria itu.

Angkasa mendeguskan napasnya. Kemudian, tangannya pun kembali mengelus pipi wanita itu. Tetapi kali ini, ia tambahi dengan mencengkram pipi Mayang. Membuat mata Mayang terbuka seketika.

"Selama saya ada di sini, harus olahraga! Harus bangun pagi!" Tegas Angkasa membuat jiwa malas Mayang meronta-ronta. Ia menggeleparkan tubuhnya sebagai protesnya akan apa yang Angkasa perintahkan.

"Ndak mau, mas. Aku tuh masih ngantuk. Matahari saja belum kelihatan, mau olahraga dimana? Yang ada nanti masuk angin." Rajuknya sembari menghentakkan kakinya.

Angkasa tidak menerima penolakan. Jika Mayang hanya di nasihati saja, yang ada wanita itu hanya akan menjawab dan menjawab apa yang Angkasa ucapkan. Jadi, Angkasa pun memilih untuk segera beranjak dari tempat tidur.

"Mas sajakan yang olahraga," ucap Mayang kemudian memejamkan matanya kembali.

Namun, baru beberapa detik Mayang memejam matanya, ia merasa rengkuhan di tubuhnya yang membuat ia refleks membuka mata. Tubuhnya di angkat oleh Angkasa, memaksa Mayang untuk melepaskan diri dari kasur empuknya.

"Aaaaa! Maaas!" Pekik Mayang, tapi tidak ada guna.

...

Napas Mayang tampak terputus-putus. Keringat tipis mengalir di keningnya yang sudah basah. Bibir keringnya tampak membuka, membiarkan napas keluar dari sana. Kakinya terus berlari, walau perutnya sudah terasa kram. Bagimana tidak, Angkasa merangkul pinggangnya dan menuntun wanita itu untuk melanjutkan lari pagi yang masih di lakukan beberapa menit saja.

Tak tahan, benar-benar tak tahan, akhirnya Mayang pun berontak. Ia mendorong dada Angkasa. "Iih, udah! Aku ndak mau lagi," ucapnya dengan kesal. Ia memberhentikan larinya dan langsung mendudukkan diri di atas jalan beraspal.

Angkasa menarik napasnya dalam kemudian menghelakannya. Ia bertolak pinggang menatap wajah merajuk wanita itu.

"Bagaimana kamu bisa sehat, jika baru 5 menit saja kamu sudah menyerah seperti ini," omel Angkasa.

Mayang mendongak menatap sengit pria itu. "Mas ndak ngerti ya? Aku iki perempuan loh, mas! Ndak boleh olahraga berat begini," omel Mayang dengan kesal. Sangkin kesalnya, ia bahkan mendengkuskan napasnya dengan kasar dan memajukan bibirnya itu.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang