33. END

12.3K 842 62
                                    

Angkasa menggendong putra kebanggaannya Reno Radiyan Purnomo dan mencium lekat anak kecil itu. Ia sudah berseragam lengkap dan sudah siap untuk melaksanakan tugasnya. Sebentar lagi, ia akan meninggalkan Reno untuk waktu yang cukup lama. Karena menjalankan tugas, yang tidak bisa ia elakkan.

"Koe hati-hati yo, nak Angkasa. Jangan lupa berdoa, biar selalu di lindungi." Ucap Tejo menepuk pundak Angkasa.

Angkasa menganggukkan kepalanya. "Iya, pak." Jawabnya dengan mantap.

Sementara itu, Mayang tampak membelakangi suaminya itu. Ia mengusap air matanya berulang kali dan tidak mau berbicara dengan Angkasa. Ia menangis dan benar-benar tidak rela melepas pria itu untuk pergi.

Angkasa menatap wanita itu dan menghelakan napasnya dalam. Inilah salah satu alasan kenapa dulu Angkasa menolak untuk berhubungan dengan Mayang. Karena ia tahu, bahwa langkahnya sebagai abdi negara, tidak bisa ia tetapkan. Ia harus menjalankan tugasnya sesuai perintah. Dan tak jarang harus meninggalkan keluarga demi tugas.

Tetapi, ia sudah memilih Mayang sebagai rumahnya untuk pulang. Walau berat untuk melangkah pergi, walau semakin besar kerinduan saat jauh, tetapi begitu berarti saat melangkah pulang.

"Nduk, sudah.. nak Angkasa mau pergi. Jangan marah lagi seperti itu." Ucap Tejo menasehati.

"Hiks.. hikss.. ndak mau! Biarkan saja!" Rajuknya dengan kesal. Ia memunggungi Angkasa dan kedua orang tuanya. Menangis dan menahan kesesakan dan rasa sakit yang ia rasakan.

"Ndak boleh begitu, nduk. Jahat kamu namanya. Suamimu kan pergi untuk bertugas, seharusnya yo kamu dukung. Bukan merajuk seperti anak cilik begitu." Fatma pun ikut menasehati Mayang. Mengingatkan Mayang bahwa apa yang ia lakukan merupakan hal yang salah. Tetapi sayang, Mayang tetap tidak mendengarkan.

"Biarkan saja. Dia juga jahat." Balas Mayang yang terlanjur kecewa perasaannya.

Bagaimana Mayang tidak kecewa, ia sudah begitu menantikan hidup bersama Angkasa sejak lama. Tetapi karena Angkasa menuntutnya untuk menyelesaikan pendidikan, mereka harus terpisah jauh. Dan kini, setelah pendidikan Mayang selesai, malah Angkasa di tugaskan ke luar negeri. Membuat harapan dan angan-angan Mayang pupus seketika.

"Nduuk," kembali Fatma mengingatkan. "Kalau nak Angkasa bisa memilih, dia juga ndak akan mau pergi. Jangan jadi egois seperti itu."

"Ndak mau! Pokoknya aku ndak mau!" Seru Mayang tetap kekeh. Air matanya kembali menyerang dan rasanya semakin menyesakkan saja.

"Biar saja, buk,"

Mayang langsung melirik sinis Angkasa saat mendengarkan ucapan pria itu. Perasaan Mayang semakin hancur dan sakit.

Angkasa menyerahkan Reno kepada Fatma. Kemudian ia melangkah mendekati istri centilnya yang sedang merajuk. "Perlu kamu ketahui," ucap Angkasa membuat Mayang menajamkan pendengarannya. "..tidak lebih dari 30 menit lagi, saya akan pergi. Jika kamu tidak mau melihat saya sekarang, maka tahun yang akan datang kamu baru bisa melihat saya lagi." Ucap Angkasa mengingatkan.

Mayang membalikkan tubuhnya menatap Angkasa. "Iiihh, mas jahat!" Serunya memukuli dada Angkasa dan menendang-nendang kaki pria itu sambil menangis kesal.

Tidak satu dua mata yang menyaksikan apa yang Mayang lakukan terhadap Angkasa. Siapa pula yang berani memukuli pria itu, menendang kakinya sesuka hati, mencubit kulitnya dengan gemas. Ya, semua itu hanya bisa di lakukan oleh istrinya seorang.

Angkasa tahu benar bagaimana perasaan istrinya itu. Wajar saja jika Mayang marah dan kecewa. Jadi dengan kebesaran hatinya, Angkasa pun berinisiatif untuk meluluhkan wanita itu. Ia mengangkat kedua tangannya dan memeluk Mayang. Memeluknya dengan sangat erat.

"Heeee.. mas ndak boleh pergi," rengek Mayang menangis sedih di pelukan Angkasa. Ia memeluk Angkasa dan meremas seragam yang pria itu kenakan dengan kuat. "Aku ndak mau di tinggal lagi, mas. Aku ndak mau jauh lagi."

Angkasa mengecup Mayang sedapatnya. Ia memeluk wanita itu dan mengusap-usap punggungnya. "Maafkan saya, ya. Saya berjanji, suatu hari nanti kita bisa bersama selalu. Saya akan berusaha untuk mengirimkan kabar setiap saya memiliki kesempatan. Tetapi kali ini, izinkan saya pergi." Ucap Angkasa dengan nada rendah.

Mayang menggelengkan kepalanya. Tetap saja, hatinya tidak rela. "Ndak mau mas! Mas ndak boleh pergi! Aku lagi hamil, mas!"

"Ha?" Angkasa langsung menarik mundur tubuh Mayang untuk menggurai pelukan itu. Ia menatap tubuh Mayang dengan mata yang melebar. "Jadi, kamu sedang mengandung lagi?" Tanya Angkasa dengan degup jantung yang bergemuruh.

Kedua orang tua Mayang juga tampak terkejut mendengar hal itu. Pasalnya, Mayang tidak berkata apapun tentang kehamilannya pada mereka.

"Nggeh! Aku hamil! Mas tega sangat. Waktu melahirkan Reno mas nggak ada. Sekarang hamil kedua mas juga nggak ada. Hiks.. hikss.. heeeee maasss,"

Siapa lagi yang mampu membuat seorang Angkasa bergetar dan ketakutan? Tentu saja hanya Mayang. Ia mampu memporak porandakan perasaan Angkasa yang dingin dan di kenal kejam itu. Membuatnya gusar dan menghancurkan ketenangannya.

Langkah kakiku semakin berat. Bunga yang indah membuat kumbang tak mampu melihat arah. Terhipnotis akan indahnya. Terbuai akan sarinya. Hingga hanya bunga yang jadi pusatnya.

...

Satu persatu pasukan yang akan di kirim ke lebanon bergegas memasuki kapal. Tubuh Mayang semakin bergetar dan air matanya semakin mengalir deras.

Saat mata Mayang mendapati bahwa pria kebanggannya mulai melangkah pergi, tanpa sadar kaki Mayang mulai melangkah. "Mas," gumamnya dengan perasaan sesak. Namun ia hanya mampu maju beberapa langkah saja.

Angkasa menoleh ke arah Mayang saat ia mulai melangkahkan kaki menaiki jembatan kecil sebelum memasuki kapal. Ia menatap wanita itu mengangkat tangannya dan melambai sambil menangis. Membuat mata Angkasa berkaca-kaca seketika.

Aku seorang abdi yang tidak mengenal tepi. Tetapi saat aku menemukanmu, aku sudah mengenal daratan sebagai tujuanku. Aku tahu bahwa seorang jelita menantiku di suatu tempat. Dan tak akan sabar langkah ini untuk berjalan kembali pulang.

Mayang mengigit bibirnya kuat-kuat dan menatap kapal yang Angkasa tumpangi dengan mata berkaca-kaca. Napasnya terputus-putus karena serangan sesengukan yang tak bisa ia tahan. Satu dua sudut di wajahnya terus bergetat dan tak sanggup ia tahan.

Kapal yang angkasa tumpangi pun mulai bergerak. Mengundang air mata Mayang yang terjatuh kembali. Kakinya pun tanpa sadar melangkah sendiri. Dan semakin sedih saja ia rasa saat kapal itu semakin jauh. Hingga akhirnya hilang dari pandangan matanya.

Mayang melambaikan tangannya kencang di ikuti tetes demi tetes yang mengalir deras. Ia melepas kepergian angkasa dan merelakan pria itu bertugas untuk waktu yang cukup panjang.

Sedari awal, kau sudah mendewasakanku.
Mengajariku bertahan tanpa ada dirimu di sampingku.
Tetapi bagaimana aku dapat bertahan saat separuh jiwaku di bawa pergi olehmu..
Cepat kembali..
Dan pulihkan aku kembali..
Cepat kembali..
Dan lengkapi hidupku lagi..

--SEKIAN--


Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mendukung cerita ini. 😊
Mohon maaf untuk kesalahan kata yang saya gunakan.

Terima kasih 💜

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang