Hari ini, Angkasa membawa Mayang jalan-jalan. Kalau biasanya pria itu membawa Mayang ke sebuah tempat yang sejuk, kali ini ia membawa Mayang ke daerah pesisir. Menikmati suasana pantai.
Mayang senang sekali, ia tidak pernah pergi ke pantai sebelumnya. Sangkin senangnya ia pun berlari mendahului Angkasa. "Aaaa, akhirnya aku main-main ke pantai," pekik Mayang senang.
Angkasa menggenggam lengan mayang. "Saya sudah bilang, jangan lari-lari seperti itu!" Tegur Angkasa membuat mayang menatapnya heran.
Mayang membuang wajahnya. Ia kesal pada Angkasa. Ia merasa bahwa Angkasa amat sangat cerewet dan terlalu mengekangnya belakangan ini. Bahkan berlari kecil pun, Mayang langsung di tegur.
"Jangan memasang wajah seperti itu, kamu harus mendengar apa yang saya katakan," kembali Angkasa menegurnya.
Mayang benar-benar kesal. Habis sudah kesabarannya. Ia pun melepaskan secara paksa tangannya yang di genggam Angkasa, lalu segera beranjak dari sana.
"Hey, mau kemana kamu?!" Angkasa mengejarnya dan langsung menangkap tangan Mayang. Menggenggamnya dengan erat.
"Mau pulang!" Seru Mayang dengan jutek. "Untuk apa aku disini kalau cuma untuk kamu marah-marahi, mas? Lebih baik aku pulang, sekalian pesan tiket pesawatku." Air mata Mayang jatuh dan bibirnya yang ia rengutkan itu bergetar.
Angkasa memegang kedua bahu Mayang agar menghadap kepadanya. Ia kemudian mengusap pipi Mayang, tetapi sayang Mayang membuang pandangannya.
"Saya terlalu menyayangi kamu," ucap Angkasa membuat Mayang langsung mendongak menatapnya. Mata Mayang berkaca-kaca dan tetesan cairan bening keluar dari sana.
"..saya tidak ingin kamu terluka. Saya tidak ingin kamu jatuh saat kamu berlari. Saya tidak ingin telapak kakimu terkena kerikil saat kamu tidak melihat apa yang kamu pijak." Ucap Angkasa menyampaikan perasaannya. Alasan dari kenapa ia semakin cerewet terhadap Mayang.
"Saya tahu kamu tidak suka saya tegur. Dan saya pun tidak bisa menahan diri saya. Itu dari naluri saya. Naluri saya yang tidak bisa melihat kamu dalam bahaya kecil sedikit pun."
"Jika memang begitu cara saya menunjukkan rasa sayang saya, lalu saya bisa apa? Saya tidak bisa 100% seperti yang kamu inginkan."
Bibir Mayang melengkung ke bawah seketika. Ia jadi merasa bersalah mendengar penjelasan Angkasa. Bukan Mayang tidak mengerti bahwa Angkasa melakukan itu karena rasa sayangnya. Hanya saja mayang merasa tidak suka jika Angkasa menegurnya terus menerus.
Tetapi, saat Angkasa menyatakan perasaannya bahwa karena ia terlalu menyayangi Mayang maka ia berlaku demikian, hal ini membuat Mayang sadar. Bahwa dirinya egois. Angkasa hanya ingin yang terbaik. Angkasa hanya menunjukkan perasaannya. Tetapi Mayang sangat kekanakan.
Mayang menangis sambil tertunduk dalam. "Maafkan aku, mas. Hiks.. hiks.." ucap Mayang penuh penyesalan. "Aku kekanakan." Akunya dengan sedih.
Angkasa mengusap kepala wanita itu. "Saya juga minta maaf, saya masih bertindak otoriter terhadap kamu," ucap Angkasa.
Angkasa menangkup kepala Mayang dan mendongakkan kepala wanita itu. Ia mengusap pipi Mayang dan menatap senyum yang wanita itu tebarkan. "Hanya satu yang saya minta, jangan terlalu aktif saat kamu mengandung. Maka saya tidak akan memarahimu." Ucap Angkasa.
Mayang menganggukkan kepalanya. "Iya, mas." Jawab Mayang. "Terima kasih sudah sangat menyayangiku," Mayang mendekatkan diri dan memeluk Angkasa.
Angkasa membalas pelukan itu. "Terima kasih juga sudah mengandung anakku," balas Angkasa.
Mayang mendongakkan kepalanya dan menatap Angkasa dengan mata menyipit. "Anak kita," protesnya.
Angkasa tertawa kecil. "Ya, anak kita," jawab Angkasa pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...