23. Terjebak

11.5K 751 14
                                    

Mayang tampak tidak dapat menyembunyikan senyuman merekah yang ada di wajahnya. Bahkan meski bibirnya sudah ia katupkan, tetap saja itu tidak dapat menghapus wajahnya yang sedang berseri-seri. Ia bahagia. Sangat bahagia.

"Iih Mayang," ucap Sumarni menyenggol bahu Mayang. "..senang sekali sepertinya. Kenapa sih?"

"Iya, nggak biasanya Mayang senyum-senyum begitu. Biasanya juga senduuu terus, layuu terus, rindu suamiii terus," ucap Ningsih mengomentari kelakuan Mayang.

Mayang tertawa cekikikan sembari membekap mulutnya. "Masku lagi disini," ucapnya kemudian tertawa dengan senangnya.

"Ah, pantas saja.." ucap kedua temannya.

"Eh, Mayang, mumpung suamimu lagi disini, ndak niat cepat-cepat punya anak?" Tanya Ningsih.

Wajah Mayang berubah tegang seketika. Ia tahu arah pembicaraan ini. Dan Mayang masih tabu berbicara hal seperti ini pada kedua temannya yang masih single.

"Suamimu kan jauh Mayang, bahaya. Mumpung dia lagi disini, sebaiknya di senang-senangkan lah, begitu." Tambah Ningsih.

"Seperti kataku kemarin, suamimu itu tentara. Banyak perempuan yang lihat. Kamu sendirikan yang bilang, perempuan Manado itu cantik-cantik. Mungkin kamu kalah cantik, tapi kamu istri. Punya kuasa, Mayang." Sumarni memprovokasi pikiran Mayang.

Mayang sudah terdiam dengan bibir bawah yang mulai maju. Sesungguhnya ia kurang suka saat teman-temannya mencoba memanas-manasi hati Mayang, tetapi di lain sisi.. Mayang merasa apa yang mereka katakan juga ada benarnya. Membuat Mayang jadi sakit kepala.

"Iya.. iya.. aku paham. Ndak usahlah bahas masku. Biar aku saja yang urus." Balas Mayang.

"Kita cuma ingatkan saja, Mayang. Supaya kamu nggak lurus-lurus saja menatap kehidupan ini." Ucap Ningsih.

"Iya, Mayang. Mumpung suami di sini. Tempel terus, jangan sampai dia balik ke Manado nggak dapat kesan. Harus bikin dia jadi rinduu."

Mayang menghelakan napasnya dalam, kemudian ia berdecak lidah. "Iyaaa," jawabnya dengan lemah.

Titt.. titt!

Mayang menarik napasnya dalam, kemudian senyumnya seketika mengembang kala melihat Angkasa yang menjemputnya. "Aku duluan yo," ucap Mayang pada kedua temannya sambil melambaikan tangan, kemudian segera bergegas menuju mobil yang di tumpangi Angkasa.

"Mas, iki mobil sopo? Kok tiap pulang mas bisa bawa?" Tanya Mayang sembari melepas tas miliknya dan menaruhnya ke jok belakang.

"Mobil saya," jawab Angkasa yang seperti biasa berwajah datar. Angkasa pun melajukan kendaraannya dan bersiap meninggalkan pelataran kampus Mayang.

"Mas parkir dimana? Kenapa ndak parkir di rumah saja?" Tanya Mayang heran. Ia tak hentinya menatap wajah Angkasa. Ia ingin memuaskan diri dengan menatap wajah Angkasa lebih lama, sebelum pria itu kembali ke Manado lagi.

Angkasa menoleh sekilas sembari mengusung senyum tipisnya. "Saya taruh di rumah teman. Memangnya kamu bisa bawa mobil? Bisa memanaskan mesin mobil ini setiap hari? Hmm?" Tanya Angkasa balik.

Wanita itu pun tertawa tanpa dosa. "Hehe ndak bisa aku, mas. Bawa sepeda saja aku masih oleng. Bawa mobil ya seperti mimpi," jawabnya dengan jujur.

"Kita mau kemana, Mas?" Tanya Mayang yang celangak celinguk melihat keluar sana.

"Saya," Angkasa melirik Mayang sekilas. "..mau mengajak istri saya jalan-jalan."

"Haaa?" Mayang menarik napasnya seketika. "Mmmm, masku kok tumben romantis sangat," ucap Mayang kesem-sem sendiri. Ia merangkul lengan Angkasa dan bergelanyut manja disana. Membuat Angkasa menggulum bibirnya menahan senyuman.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang