Malam telah tiba. Mentari telah tenggelam dan bulan mulai bersinar. Mayang tengah menyusui si kecil sembari bersender di kepala ranjang. Ia mendekap bayi mungilnya, sembari mengusap lembut wajah anak kecil itu.
Pada saat itu, Angkasa masuk ke dalam kamar. Ia naik ke atas peraduan dan juga bersandar di kepala ranjang. "Masih minum dia?" Tanya Angkasa mendekatkan diri pada Mayang. Ia menatap putranya dan mengusap usap pipi mungil anaknya itu.
Senyuman di bibir angkasa selalu terbit saat menatap bayi mungil itu. Ia adalah kebahagiaan baru angkasa. Separuh jiwanya Angkasa. Darah daging Angkasa. Betapa bahagianya hati Angkasa akhirnya ia bisa bertemu dengan putranya itu.
"Mas, nama anakne sopo, mas?" Tanya Mayang. Mayang mengusap rambut Angkasa dan menelusupkan jemarinya di rambut potongan cepak pria itu.
"Saya sudah memikirkan ini sejak tahu bahwa kamu sudah melahirkan," ucap Angkasa sembari menggulum bibirnya. Ia memberi telunjuknya untuk di genggam oleh tangan mungil anaknya.
"Reno Radiyan Purnomo. Jadilah pria yang tangguh, pria yang bertanggung jawab dan penuh tekad. Jadilah petarung sejati," ucap Angkasa kemudian mengecup punggung tangan mungil Reno.
"Reno?" Sambil tersenyum Mayang menatap Angkasa. Dan Angkasa balas tersenyum kecil dan mengangguk saja.
"Namane cakep. Pasti nanti anakku iki cakep sangat. Lebih cakep dari mas, hehe.."
Angkasa tertawa kecil mendengar ucapan Mayang. Ia menaruh dagunya di bahu Mayang, dengan pandangan mata tertuju pada Reno yang mulutnya sudah mulai berhenti menyusu.
"Iih, udah kenyang iki anak lanangku," ucap Mayang sembari membenahi diri. Ia merebahkan tubuh Reno dengan hati-hati. Di atas ranjang itu, ia membuat area khusus untuk Reno.
"Sudah tidur?" Tanya Angkasa.
"Iya, papa. Mas renonya sudah bobok," ucap Mayang sembari menarik selimut tipis untuk menutupi tubuh Reno.
Angkasa mengernyitkan dahinya. "Papa?" Tanyanya heran.
Mayang menoleh ke arah Angkasa. Lalu ia mengangguk. "Hmmm, mas papa, aku mama," ucapnya dengan gaya centilnya itu.
Angkasa menaikkan alisnya sebelah. Kemudian ia tertawa tak acuh. "Berbicara saja kamu masih medok," ucap Angkasa menarik hidung Mayang. "..sok berbicara papa mama," Angkasa benar-benar geli melihat istrinya itu.
Mayang mendorong dada Angkasa hingga pria itu merebah. "Suka-suka aku, papa." Ucapnya kemudian menjulurkan lidahnya mengejek Angkasa. "Papanya Reno!"
Angkasa hanya berpasrah saja. Terserah Mayang sajalah. Angkasa protes juga, tidak ada gunanya. Wanita itu akan tetap melakukan apa yang ia inginkan.
Cukup lama mereka terdiam dan hanya saling bersidekap satu sama lain. Sampai akhirnya Mayang berbicara kembali. "Mas," ucapnya dan di balas gumaman oleh Angkasa.
"Hmm?"
Mayang menempelkan wajahnya di pipi Angkasa. Terkhusus bibir dan hidungnya yang menempel lekat di sana. "Selamat yo, mas, sekarang mas sudah jadi papa. Sudah jadi Mayor juga." Mayang mengecupi pipi pria itu. "Selamat yo, masku." Ucap Mayang dengan bangga.
Angkasa menghelakan napasnya dalam. Ia balas dengan mengecup pipi Mayang. "Ya, terima kasih. Ini semua juga berkat dirimu," ucap Angkasa sembari mengeratkan pelukannya.
"Hmmm, masku iki," Mayang mengecupi pipi Angkasa dengan gemas. "Seneng aku ketemu mas lagi. Udah rindu sangat, mas,"
Angkasa tertawa dengan suara rendahnya. Jika dulu ia berkata pada mayang bahwa setiap detik ia terus memikirkan wanita itu, sekarang Angkasa tidak tahu lagi harus bagaimana mengatakannya. Setelah kehadiran putranya, Reno, maka semakin berat kaki Angkasa untuk melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...