19. Menunda?

10.2K 839 39
                                    

Betapa bahagianya Mayang hari ini. Akhirnya, dirinya bisa melangsungkan pernikahan bersama pria pujaan hatinya. Angkasa Dwi Purnomo. Mengikat janji sehidup semati bersama.

Mereka menikah di kampung halaman Mayang di desa Mekar Jaya. Di hadiri oleh para kerabat Mayang dan teman sejawatan Angkasa.

Acara pernikahan mereka di laksanakan secara sederhana. Mayang terlihat begitu cantik dengan kebaya yang melilit tubuhnya. Sementara Angkasa tampak gagah dengan seragam kebanggaannya.

Tetapi, di tengah kebahagiaan itu, ada saja hal yang membuat hati Mayang jadi kecewa. Keputusan Angkasa yang mendadak mengajaknya untuk menikah, menimbulkan berbagai spekulasi buruk terhadap Mayang.

"Tuh kan, si Mayang, jauh-jauh di sekolahkan ke kota, ujung-ujungnya nikah juga."

"Iih, lagian, dia sekolah di kota juga cuma sekolah masak. Di dapur sendiri juga bisa. Memang gengsi keluarga saja yang tinggi."

"Paling juga udah isi itu. Tahulah, kelakuan anak kota bagaimana. Kakinya saja udah bengkak."

"Calonnya saja sudah tua sekali. Beda jauh umurnya sama Mayang. Lebih cocok jadi om nya."

Mayang menghelakan napasnya dalam mendengar cerita orang-orang yang mencemooh dirinya. Ia menghampiri Angkasa yang tampak sedang mengobrol bersama sang ayah dan kerabat di teras depan.

"Ada apa?" Tanya Angkasa yang telah menyudut bersama Mayang.

Mayang menatap suaminya itu dengan lekat. "Aku mau tanya, apa aku salah pergi sekolah ke kota?" Tanya Mayang.

Angkasa membaca ekspresi wajah wanita itu. Ia tahu betul, bahwa bersekolah di kota pun jadi beban moril yang harus di emban oleh Mayang. Banyak sekali orang yang tidak suka melihat Mayang sekolah ke kota. Apa lagi dengan jurusan yang Mayang pilih.

"Tidak, itu bagus." Jawab Angkasa.

"Apa aku salah sekolah jurusan tata boga?" Tanyanya lagi.

"Tidak. Tata boga juga bagus. Bahkan sekarang, kamu bisa berkarir dengan jurusan itu." Jawab Angkasa.

"Lalu, apa aku salah nikah cepat-cepat dan nikah sama laki-laki yang jauh lebih tua?" Tanyanya lagi.

Angkasa menggelengkan kepalanya. "Tidak. Bagi wanita menikah cepat itu hal yang wajar. Karena semakin lama menikah, semakin sulit mengandung. Dan menikah dengan laki-laki yang lebih tua, justru baik. Karena lelaki adalah kepala keluarga. Harus mapan, harus bisa membimbing dan harus bisa mengayomi. Terutama, memberi nafkah." Jawab Angkasa menjelaskan.

Mayang menghelakan napasnya. Ia menatap Angkasa dengan sendu. "Lalu, kenapa orang-orang ndak suka kalau aku sekolah tata boga di kota dan menikah cepat sama kamu? Salah aku dimana?" Tanya Mayang dengan mata berkaca-kaca.

Angkasa memasukkan kedua tangannya di saku celana, kemudian menghelakan napasnya. "Siapa orangnya?" Tanya Angkasa tegas. Membuat mayang langsung mengerjap cemas. "Kamu sebut saja namanya, saya pastikan besok pagi orang itu sudah menghilang."

Mayang mundur selangkah, kemudian ia tertawa nyengir dan menatap ngeri Angkasa. "Hehe.. ndak jadi," ucapnya kemudian dengan secepat kilat Mayang melarikan diri. Membuat Angkasa tertawa di dalam hati melihat tingkahnya.

"Iih, aku salah pilih orang buat ngadu." Gumam Mayang mengerdikkan bahunya merasa ngeri sendiri.

...

Setelah menikah, nyatanya rasa gundah dan gelisah di hati Mayang semakin menjadi. Pasalnya, ia bergelung di dalam pikirannya, memikirkan bagaimana kedepannya nanti. Antara dia dan Angkasa dan juga keberlangsungan pernikahan mereka ke depannya.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang