Untuk pertama kalinya, Mayang merasa begitu aman saat akan kembali ke kampung halamannya. Bagaimana tidak, karena ada Angkasa bersamanya. Lagi pula, siapa juga yang berani mengganggu atau menyetop mereka di tengah jalan, melihat lambang di plat kendaraan Angkasa saja membuat para preman tertunduk bahkan melarikan diri.
"Heh, anak kepala desa," Panggil Angkasa.
"Maaaa..yang!" Ralat Mayang cepat. "Aku bukan anak kepala desa lagi, Komandan. Panggil aku Maaayang. Em a ma, ye a ya, tambah eng, Mayang. Tapi kalau mau di panggil sayang juga aku ndak papa, komandan." Ucap Mayang kemudian tertawa cekikikan.
Angkasa tertawa kecil saja menanggapi ucapan wanita itu. "Kamu sudah masakkan? Saya lapar ini." Tanya Angkasa.
"Oh, sudah, Komandan. Saya masak yang paling wenak dan penuh cinta, spesial untuk Komandan Angkasa yang cakep." Ucap Mayang penuh percaya diri.
Angkasa menganggukkan kepalanya dengan bibir bawah yang maju. Kemudian, ia mencari tempat untuk berhenti sejenak, dan sarapan pagi di dalam mobil.
Dimana, Mayang langsung mengeluarkan bekal yang sudah ia buat subuh tadi. Dan memberikannya kepada Angkasa.
"Enak ndak?" Tanya Mayang mendelik serius Angkasa yang sedang makan makanan buatannya.
Namun sayang, Angkasa malah menggelengkan kepalanya.
"Serius, ndak enak?" Tanya Mayang penasaran.
Sambil terus memakan makanannya, Angkasa menjawab, "ini makanan yang paling tidak enak yang pernah saya makan." Jawab Angkasa membuat Mayang merasa begitu gagal sekolah memasak.
Mayang meraih kotak bekal di tangan Angkasa. Membuat Angkasa langsung menatapnya sambil mengunyah.
"Beneran ndak enak?" Ancam Mayang yang membesarkan matanya.
Dengan memasang wajah datarnya itu, Angkasa menganggukkan kepalanya. "Bener-bener tidak enak." Jawab Angkasa.
"Maaf," ucap Mayang sedih sembari memberikan kembali kotak bekal itu kepada Angkasa. "..nanti aku belajar lagi. Aku ndak tahu seleranya Komandan gimana," ucapnya menyesal.
Angkasa memakan kembali makanan itu. "Kamu tahu apa kurangnya masakan kamu ini?" Tanya Angkasa kemudian kembali menyendok kotak bekal itu.
Mayang menggeleng dengan lemah. "Ndak." Jawabnya. "Kurang garem yo?" Tanyanya.
Angkasa menggeleng. "Kurang banyak," ucapnya tanpa dosa, kemudian menyerahkan kembali kotak bekal yang sudah kosong itu ke tangan Mayang.
"Iiih, komandan!" Pekik mayang kesal. "Tak kirain memang bener ndak enak! Aku udah ngerasa gagal jauh-jauh belajar ke kota!" Omelnya dengan sebal.
Sementara yang di omeli hanya tersenyum kecil sembari meneguk minumannya.
Mayang memasukkan kotak bekal yang Angkasa pakai ke dalam kantung tas. "Kalau kurang, nambah pakai punya aku, iki. Bantuin aku habisin." Ucap Mayang menyodorkan kotak bekal milikknya yang masih penuh.
Namun, bukan langsung menjawab, Angkasa lantas menyalahkan mesin mobilnya. Kemudian melajukan kendaraannya itu. "Kamu lanjut makan saja. Agar menghemat waktu, suap saja saya." Ucapnya membuat Mayang langsung tersenyum malu dan menghadiahi Angkasa dengan pukulan manja.
"Iiih, Komandan," keluhnya.
......
Sedari pagi subuh Angkasa mengendarai mobil menuju desa Mekar Jaya. Akhirnya, di pukul 11 siang, mereka pun tiba dengan selamat.
Tejo dan keluarga benar-benar heran dan terkejut melihat kehadiran Mayang yang datang bersama Angkasa. Mereka langsung menyambut dengan perasaan bertanya-tanya.
"Lah, Mayang? Koe pulang, nduk? Karo Komandan Angkasa?" Tanya Tejo membuat wajah Mayang pucat seketika.
Mayang tidak menjawab dan hanya menyalam kedua orang tuanya. Dimana, Angkasa juga turun dari mobil dan menyalam Tejo dan Fatma.
"Kalian ketemu di jalan?"
"Ngeh, pak," jawab Mayang cepat sembari menganggukkan kepalanya.
"Tidak, pak," sangkal Angkasa. Membuat Fatma dan Tejo bingung menatap mereka berdua. Sementara Mayang membesarkan matanya memelototi Angkasa.
"Komandan," tegur Mayang.
"Ah, saya ingin berbicara dengan bapak," ucap Angkasa membuat Tejo langsung mempersilakan Angkasa untuk masuk.
"Ah, silaken masuk, Komandan," ucap Tejo. "Buk, bikin teh untuk Komandan," perintah Tejo dan Fatma langsung menjalankan.
Mereka pun masuk ke kediaman Tejo dan duduk di ruang tamu. "Ganti baju dulu sana, nduk. Terus istirahat," perintah Tejo pada Mayang.
Namun, saat Mayang hendak beranjak, Angkasa mencegah. "Eee.. Mayang duduk saja." Ucap Angkasa membuat Mayang jadi curiga. Apa lagi, saat Angkasa mengucapkan namanya.
"Dia juga perlu tahu," jelas Angkasa.
Mayang lantas ikut duduk dan menatap Angkasa curiga. Ia benar-benar heran akan sikap Angkasa. Pasalnya, Angkasa tidak ada berkata apapun sebelumnya tentang tujuannya datang ke desa. Dan sebelumnya, Mayang pun tidak menaruh curiga sama sekali.
Tetapi kali ini, Mayang sudah benar-benar gusar. Iya tahu bahwa Angkasa diam-diam punya maksud lain.
"Jadi, begini, pak," ucap Angkasa dengan ragu. Tubuh Angkasa semakin ia tegapkan karena rasa canggung. Dan kedua tangannya pun mengusap di pahanya dengan ragu. "..saya punya niat yang baik untuk datang ke sini." Ucap Angkasa. Dan Tejo mengangguk dan mendengarkan dengan sangat baik.
"Saya tidak punya keluarga, selain bibi saya yang tinggal di luar negeri. Dan, tidak ada yang pernah ajari saya mengenai hal ini. Jadi, kiranya bapak dapat mengerti. Saya.. ingin menikah, pak."
"Haa?" Mayang menarik napasnya dalam sangkin terkejutnya. Begitu juga dengan Tejo yang sama terkejutnya dengan Mayang.
"Karo sopo?!" Sela Mayang dengan cepat. Mata Mayang sudah menyorot angkasa dengan tatapan menusuk.
Angkasa menggernyitkan dahinya menatap Mayang. "Sama kamu," ucapnya dengan santai membuat Mayang langsung membekap kedua pipinya tidak percaya. Seketika ia terpekik girang di dalam hati.
"Sama Mayang?!" Tanya Tejo tak percaya.
Angkasa lantas menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Iya, pak. Kiranya, bapak dapat merestui." Ucap Angkasa terang-terangan.
Perasaan tejo begitu bercampur aduk. Di satu sisi ia benar-benar terkejut dan bahagia, namun di sisi lain ia masih yakin tak yakin.
Sementara Mayang tak tahu lagi harus mengapakan perasaannya itu. Angkasa tidak berkata apapun sebelumnya dan jujur Mayang begitu terkejut batin mendengar niat Angkasa.
"Tapi, Mayang masih sekolah,"
Mayang langsung menatap tajam ke arah ayahnya. Sungguh, kata-kata sang ayah bagaikan langsung menghancurkan mimpi bahagianya.
Dan parahnya, Angkasa pun mengangguk paham. "Iya pak, saya mengerti. Karena itu, setelah Mayang selesai sekolah, lalu saya akan menikahinya,"
"Opo?" Kata lirih itu keluar dari bibir Mayang.
Setelah selesai sekolah? Maksud ne, opo? Selesai sekolah? Iku.. 2 tahun lagi?! Aaaaaa! Ndaaaak!!
Harapan Mayang pupus. Ia kira, dirinya akan segera naik pelaminan bersama Komandan Angkasanya tercinta, tetapi nyatanya, ia harus menunggu lama. Bahkan, jauh dengan waktu lama. Mengingat Angkasa yang bertugas di luar kota.
Mayang mengusap wajahnya dengan mata tertutup. Karena dia bilang nikah, aku udah ngarep. Ternyata, aku harus tunggu. Padahal udah ngarep sangat. Hheeee... komandan!
......
Sabar mbak mayang, yang penting sudah otw jadi 😂 dari pada pacaran lama-lama, niat otw jadi juga masih mengawang.. 😛Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...