Pagi yang sungguh berat untuk Mayang. Pagi ini, matanya begitu sakit untuk dibuka. Akibat tadi malam terlalu banyak menangis, membuat matanya menjadi bengkak.
"Eeegghh," Mayang melenguh sembari meregangkan otot tubuhnya. Tetapi, baru sebentar ia bergerak, tubuhnya seperti menyahut gerakan Mayang. Perut Mayang seperti berguncang dan wanita itu merasa mual seketika.
"Hhkk," Mayang membekap mulutnya. Ia buru-buru beranjak dari peraduannya dan langsung berlari ke kamar mandi.
"Hoekk.. hoekk.." suara itu terdengar dari kamar mandi. Mayang merasa sangat mual dan perutnya terasa berputar. Wajahnya sudah merah padam dan pelupuk matanya yang bengkak pun sudah basah.
Mayang segera mencuci mulutnya kemudian membasuh wajahnya. Ia terlihat begitu pucat dan lemah. Inilah nasibnya yang tinggal sendiri, jika sudah sakit begini, ia pun harus mengurus dirinya sendiri.
Dengan memegangi perutnya, Mayang pun keluar dari kamar mandi. Ia kemudian memasakan air untuk membuat teh.
"Aah, aku mual sangat," keluh Mayang. Ia duduk di kursi makan dan menenggelamkan wajahnya di atas meja makan.
Baru sebentar Mayang duduk, serangan mual itu datang lagi. Yang mengharuskan Mayang buru-buru kembali ke kamar mandi. Tidak ada yang ia muntahkan, tetapi ia merasa ingin muntah. Hanya cairan asam yang keluar dari mulutnya.
Mayang menjadi stres hanya karena rasa mual yang terus menyerangnya. "Ah, ndak mau lagi aku pulang malam-malam. Jadi masuk angin begini," cicit Mayang kemudian mengusap matanya yang basah.
Sembari menunggu air yang ia masak, Mayang pun mengusapkan sebuah krim yang ia percaya dapat menghilangkan masuk angin yang ia alami. Ia memijat tubuhnya sendiri dan menghirup aroma krim yang ia rasa bisa menenangkannya.
...
Hari telah siang. Matahari sudah sejajar di atas kepala. Terlihat Mayang yang terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Wajahnya pucat dan tubuhnya terlihat begitu lemah.
Sudah sekian kali ia mengusapkan tubuhnya dengan krim tersebut, tetapi Mayang tetap di landa rasa mual. Untung saja, serangan mualnya mulai berhenti. Jadi Mayang bisa membaringkan tubuhnya sejenak.
Ia belum makan dari pagi. Ia sungguh tak berselera dan tubuhnya terasa begitu lemah. Ia pun tidak kuliah hari ini, mengingat kuliah pun hanya untuk melihat hasil ujian saja.
"Mayang! Mayang!" Mendengar namanya di panggil, membuat Mayang terpaksa harus membuka matanya. Dengan berat, ia bangkit dari tidurnya dan keluar untuk melihat siapa yang datang.
Mayang membuka pintu rumahnya dan melihat kedua temannya ada di depan pagar. "Eh, Ningsih," ucap Mayang berjalan menuju pagar dan membuka pagar itu.
"Kamu sakit Mayang? Wajahmu pucat sekali," ucap Ningsih.
"Matamu juga bengkak. Jangan bilang, semalaman kamu nangis ya?"
Mayang menggelengkan kepalanya. "Aku lagi masuk angin. Badanku sakit semua. Mual-mual." Jawab Mayang sembari membawa kedua temannya masuk ke dalam rumah.
"Hah? Kotak apa ini Mayang?" Tanya Ningsih penasaran melihat sebuah kotak yang masih tergeletak di atas meja ruang tamu Mayang.
Mayang merebahkan tubuhnya di atas kursi panjang. "Ah, itu.. semalam di kasih kejutan sama pak Komandan," jawab Mayang sembari memejamkan matanya.
"Pak Komandan ada di rumah?" Tanya sahabat Mayang membesarkan matanya. Mereka paling tidak berani ke rumah Mayang jika Angkasa ada di rumah. Bukan apa, aura Angkasa begitu kuat. Mereka hanya segan saja melihatnya.
Mayang menggelengkan kepalanya. "Ndak. Aku juga ndak tahu, bagaimana masku kirim itu semua. Pulang-pulang, sudah ada di depan rumah," jawab Mayang.
"Ah, ini bunga yang dari kak Reza ya?" Ningsih mengangkat seikat mawar yang tetap terlihat cantik di sana.
"Sebesar ini ya, semalam? Seperti nya bukan," ucap sahabat Mayang.
"Ya, ndak lah. Iku dari masku." Sangkal Mayang cepat.
"Terus, yang dari kak Reza?" Tanya Ningsih membuat Mayang berpikir seketika.
Mayang menggaruk kepalanya. Dengan masih merebah di atas sofa, ia mengedarkan pandangnya. "Dimana ya?" Tanyanya bingung sendiri. "Ah, ndak taulah. Tiba-tiba sudah hilang," ucap Mayang tidak peduli.
"Mayang, di kasih apa sama pak Komandan?" Tanya sahabat Mayang.
"Di kasih bunga, kue, sama kalung," jawab Mayang. Dengan bibir pucatnya itu, Mayang tersenyum senang.
"Mana kalungnya mayang?" Tanya Ningsih.
"Kuenya mana, Mayang? Belum di habisinkan?"
Mayang memanyunkan bibirnya. "Kuenya ada di lemari dapur. Kalau kalungnya, sudah aku simpan." Jawab Mayang.
Sahabat Mayang lantas mengambil kue ulang tahun Mayang. Mereka berdua memakan kue yang masih banyak sekali itu. Bagaimana tidak, hanya sepotong yang Mayang makan tadi malam.
Mayang membiarkan saja kedua temannya itu. Ia memejamkan matanya. Satu tangannya mengusap perut, sementara satu tangan yang lain, memijat keningnya.
"Kamu nggak makan kue, Mayang?" Tanya Ningsih sembari memakan kue ulang tahun Mayang.
Mayang menggelengkan kepalanya. "Ndak, aku lagi ndak selera makan. Perutku mual sangat." Jawab Mayang bergumam.
"Nggak mau periksa aja Mayang? Takutnya nanti asam lambung." Saran sahabat Mayang.
"Iya, Mayang. Sebentar saja. Di dekat sinikan ada bidan. Periksa di situ saja." Ucap Ningsih memberi saran.
Mayang menghelakan napasnya. "Ya sudah, temani aku yo," ucap Mayang dan kedua temannya pun mengangguk setujuh.
...
Dengan di temani oleh kedua temannya, mayang pun pergi ke bidan yang hanya beberapa rumah dari rumahnya. Ia merasa perlu mengecek atau sekadar meminta obat agar rasa mual dan sakit kepalanya hilang.
Mayang di suruh berbaring dan bidan itu segera memeriksanya. "Kamu sudah menikah?" Tanya bidan itu membuat Mayang menggernyit heran.
Mayang lantas mengangguk dengan polos. Sementara kedua temannya langsung saling bersitatap.
"Kenapa buk bidan? Mayang sudah isi ya?" Celetuk Ningsih sembari tertawa jahil.
Bidan itu tertawa kecil, sedangkan wajah Mayang sudah berubah tegang. Ia bahkan meneguk salivanya dengan susah payah.
"Sepertinya kamu sudah isi," ucap bidan itu membuat deru di jantung Mayang langung menyahut. "..tetapi kita tes saja," ucapnya dan Mayang langsung mengangguk.
Mayang pun di minta untuk menampung air seninya di sebuah wadah. Kemudian, alat pendeteksi kehamilan pun di taruh disana.
"Duh, pasti pak Komandan senang ini dengar Mayang hamil," kembali Ningsih berceluk.
"Jadi penasaran sama reaksinya pak Komandan. Biasanya kan mukanya serem banget, ya. Tau Mayang hamil, bisa ketawak nggak ya itu orang," sahabat Mayang menambahi.
Mayang memanyunkan bibirnya. Ia tahu kedua temannya itu amat sangat segan terhadap Angkasa. Bahkan mereka takut jika bertemu dengan pria itu.
"Kamu positif hamil ya," tiba-tiba bidan itu berkata dan menunjukkan alat tes kehamilan itu membuat Mayang langsung terkejut batin.
"Ha? Yang bener buk bidan?" Tanya Mayang tak percaya. Mata Mayang yang melebar tampak berkaca-kaca menatap alat tes itu.
"Ya, ini buktinya." Ucap bidan itu menunjukkan alat tes kehamilan itu.
Mayang langsung berucap syukur di dalam hatinya. Ia tersenyum lebar sembari mengusap perutnya.
Komandan Angkasa, aku sudah mengandung anakmu.
......
Eaaaakkk..
Nyonyah telah mengandung 😄😄
Mas Reno otw jadi 😂Btw, udah mau end aja nih..
Endingnya bikin mewek cuy. Syeddiiihh..Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...