Pagi yang begitu tenang. Mayang sudah menyelesaikan segala pekerjaannya pagi ini. Ia juga sudah menyiapkan sarapan untuk Angkasa, dan memastikan bahwa Angkasa sudah mengkonsumsi makanannya dengan baik.
Hari ini, Mayang tidak ada jadwal kuliah. Dan lagi, hari ini adalah hari terakhir Mayang bisa menghabiskan waktu dengan Angkasa. Karena besok, pria itu sudah harus kembali Manado.
Mayang menyipitkan matanya mendelik Angkasa yang sedang duduk santai di ruang tamu. Pria itu sedang membaca surat kabar, sekaligus menikmati secangkir teh yang sudah di siapkan oleh Mayang.
Mayang mulai mengangkat pandangannya memikirkan sesuatu. Besok Angkasa pergi, dan ia tidak ingin hanya duduk diam seperti ini tanpa melakukan sesuatu.
Perlahan, wanita itu pun beranjak dari duduknya dan mendekati Angkasa. Ia berdiri di hadapan Angkasa, lalu jari jemarinya memegang kepala surat kabar yang sedang Angkasa pegang.
Angkasa menaikkan alisnya dan menatap jemari wanita itu. Kemudian, dia mendongak dan dengan wajah datar memandang wajah Mayang yang sedang sok keren.
Mayang menarik surat kabar itu dari tangan Angkasa, kemudian dengan mudah menjatuhkannya ke kursi yang lain. Membuat Angkasa memiringkan alisnya melihat tingkah wanita itu.
Dengan tidak sopannya, Mayang lantas duduk di atas paha pria itu. Ia duduk menyamping dan mendekatkan wajahnya ke wajah datar Angkasa.
Angkasa menunggu. Ia tidak berbicara atau berlaku apapun. Ia ingin tahu apa maunya wanita satu itu. Sehingga ia berbuat aneh seperti demikian.
"Mas cuma punya dua pilihan," ucap Mayang mengacungkan kedua jarinya. Bibirnya ia gigit dan matanya menampilkan binar seksi untuk menghipnotis seorang Angkasa.
Dengan tetap mempertahankan wajah datar dan sikap tak acuhnya, Angkasa balas bertanya. "Apa gunanya saya memilih?" Tanya Angkasa menaikkan sebelah alisnya.
Mayang menjulurkan telunjuknya, kemudian menyapukan dengan lembut telunjuknya itu di wajah Angkasa. "Itu tergantung pilihan, mas." Bisiknya dengan suara yang terdengar cukup seksi. "Kegunaannya, mas yang tentukan,"
Angkasa menjilat bibirnya kemudian mengatupkan bibirnya rapat. "Baiklah, katakan," ucap Angkasa membuka tangannya.
Mayang tersenyum licik. Ia kemudian semakin menyandarkan tubuhnya pada tubuh Angkasa. Lalu ia berbisik di telinga Angkasa. "Mas pilih mana, habiskan waktu sama saya seharian dan ongkos pesawat mas ndak sia-sia, atau.. mas lanjut baca surat kabar dan saya pulang kampung sekarang." Bisik Mayang dengan suara seksi tepat di telinga Angkasa.
Mayang tersenyum licik sembari menggesekkan batang hidungnya di wajah Angkasa. Tangannya yang tadi mengusap wajah Angkasa mencengkram kuat antara sisi bahu dan leher pria itu.
Angkasa menghelakan napasnya dalam. Ia tersenyum kecil di dalam hati melihat kelakuan istrinya itu. Istri centilnya yang sedang sibuk mencari perhatian Angkasa. "Baiklah, akan saya putuskan," ucap Angkasa membuat Mayang langsung menjauhkan wajahnya dari Angkasa. Ia menatap Angkasa dengan bola mata membesar dan senyuman yang begitu lebar.
"Saya memilih..," Angkasa menyipitkan matanya menatap sejenak Mayang. "..opsi kedua." Ucap Angkasa membuat wajah bahagia Mayang luntur seketika.
"Ha? Opsi kedua? Mas yakin? Ndak salah pilih?" Tanya Mayang tak percaya. Ia membesarkan matanya dan mencengkram kaos yang Angkasa pakai.
Dengan santai, Angkasa mengangguk sembari mengambil cangkir miliknya, kemudian dengan santai meneguk tehnya. "Aakkhh," Angkasa berderham lega. "..saya pilih opsi kedua." Ucap Angkasa meletakkan cangkirnya kembali.
"Silakan, kemasi barangmu, pergi sekarang," dengan datar Angkasa berucap dan membuka tangannya.
Mayang langsung membalikkan badannya memunggungi Angkasa. Ia masih duduk di atas pangkuan pria itu dan memasang wajah kesalnya. Bisa-bisanya Angkasa lebih memilih membaca surat kabar dari pada menghabiskan waktu bersama Mayang.
Mayang berdecak lidah dan ia kembali menoleh ke arah Angkasa. Menatap pria yang sedang menikmati teh miliknya itu dengan dengan sinis. "Iiih," keluh Mayang pada dirinya sendiri.
Mayang jadi serba salah saat ini. Ia tidak bisa memikirkan strategi apapun lagi untuk menggoda Angkasa. Ia tidak ingin pulang kampung. Yang ia ingin hanya menghabiskan waktu berdua dengan Angkasa hari ini.
Mayang kembali menoleh menatap Angkasa yang kali ini balas menatapnya dengan kalem. "Maaass," rengeknya memasang wajah merengutnya itu.
Dengan perasaan yang sudah saling berhantaman di dalam dada, Mayang pun menyerah. Ia memasrahkan dirinya ke Angkasa dan menenggelamkan wajahnya di leher pria itu.
Angkasa lagi-lagi tertawa di dalam hati. Ia lantas mengambil kembali surat kabarnya dan kembali membacanya. Membiarkan wanita yang sedang uring-uringan itu tetap berada disisinya.
Cukup lama ada jeda diantara mereka, sampai Mayang kembali bersuara. "Mas, sebentar lagi aku ulang tahun." Cicitnya dengan lemah.
"Lalu?"
Bibir Mayang terlihat manyun. Ia mencubit-cubit halus lengan berotot angkasa. "Kasih aku bunga ya, seperti orang-orang. Biar romantis, masku," Pintanya.
Angkasa mengangkat alisnya dan menghelakan napasnya. "Bagaimana saya bisa berikan kamu bunga? Besok saja saya sudah kembali. Tidak mungkin mengambil cuti dalam waktu dekat. Jika saya kirim, mungkin bunganya sudah jadi bangkai saat sampai di tanganmu." Jawab Angkasa membuat Mayang semakin sedih hati.
"Mmm," rengek Mayang. "Lalu mas kasih opo?" Tanya Mayang yang masih berusaha dan berharap.
"Nanti uang jajanmu saya tambah. Kamu bisa beli apa yang kamu mau." Jawab Angkasa yang dingin itu dengan datar. Membuat perasaan seorang Mayang jadi semakin kacau.
Mayang berdecak lidah. Perasaannya sedih sekali. Apapun yang ia inginkan, rasanya tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. Dan itu membuat hatinya benar-benar resah.
Dengan kesal, ia pun lantas beranjak dari pangkuan Angkasa. Kemudian masuk ke dalam kamar. Dan tak lupa ia membanting pintu kamar, sebagai tanda akan kekesalan hatinya.
Angkasa mengulum senyumnya. Ia lantas melipat surat kabar yang ia pegang, kemudian menaruhnya di atas meja. Di nikmatinya kembali teh buatan Mayang dan ia teguk hingga tandas.
Angkasa mengusap bibirnya, kemudian beranjak dari duduknya. Ia berjalan menuju pintu masuk, kemudian menutup pintu itu dan menguncinya. Barulah, dengan percaya diri ia bergegas menuju kamar, menyusul Mayang.
Angkasa menutup pintu kamar dan menatap Mayang yang saat itu juga menatapnya. Wanita itu berbaring di atas tempat tidur dan masih setia memasang wajah cemberutnya itu.
Angkasa melepas kaos yang ia gunakan dan mempertontonkan tubuh kekarnya yang terpahat begitu indah. Membuat Mayang yang menyadari hal itu lantas meneguk salivanya. Mata Mayang melotot dan mulutnya menganga.
"Saya sudah selesai dengan opsi dua. Sekarang waktunya opsi satu di laksanakan." Ucap Angkasa membuat Mayang menarik napas dalam seketika.
"Mma..mas," ucap Mayang terbata kala Angkasa mulai naik di atas peraduan dan langsung mengunci tubuh wanita itu.
Angkasa mengusap wajah ayu Mayang dengan buku jarinya. "Biasanya kamu menangis, bukan?" Ucap Angkasa membuat Mayang sesak napas seketika. Bibirnya bergetar tak berani berucap sedikit pun. "..kali ini kamu tidak akan ada waktu untuk menangis."
......
Eheheh nggak bahaya ta 😄
Adegan nggak ada ya..
Jangan ngarep 😛
Bahaya!!Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
RomanceAngkasa. Dari namanya saja, tempatnya begitu tinggi. Tak mampu tangan ini meraihnya. Walau ke bukit manapun ku daki, tetap dia begitu tinggi tak terjamah. Dirinya penguasa, dirinya pelindung, hanya saja.. aku menaruh rasa. Angkasa. Ingin ku gapai...